Majalah Farmasetika – Kehebohan yang berawal dari channel youtube Dunia Manji (31/7/2020) terkait klaim obat antibodi COVID-19 oleh Hadi Pranoto mulai menemukan titik terang.
Hadi Pranoto menjelaskan bahwa cairan yang ia temukan bukan obat melainkan ramuan herbal yang dapat menyembuhkan pasien positif Covid-19. Cairan antibodi Covid-19 tersebut bahkan diklaim telah didistribusikan di Pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan.
“Saya adalah tim riset independen yang mempelajari penguraian mikrobiologi dan itu bisa kita buatkan suatu formula dari herbal yang ada di Indonesia. Kita sudah melakukan terapi terhadap orang yang terinfeksi COVID-19, dan alhamdullillah sudah sembuh termasuk untuk beberaoa pejabat, salah satu Kasal Laksamana (Purn) Achmad Sucipto, dan sekarang sudah sembuh, lebih dari 20 ribu botol sudah disebar ke masyarakat” ujar Hadi dikutip dari Kompas TV Live (3/8/2020).
Hadi kemudian menunjukan bahwa produknya bernama Bio Nuswa telah mengantongi izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor POM TR203636031 tanggal 14 April 2020. Nama produk Bio Nuswa didaftarkan PT Saraka Mandiri Semesta dari Kabupaten Bogor. Hadi mengakui bahwa dalam izin dari BPOM tidak ada klaim untuk meredakan COVID-19.
“BPOM nya sudah ada, semua sudah ada, cuman untuk label kita tidak pakai, karena kita ingin memberikan suatu kepastian untuk saudara-saudara kita yang sedang mencari kepastian untuk kesehatannya, saya takut di kala pandemi ini dipalsukan dan perjualbelikan secara bebas” tutur Hadi di kanal youtube Kompas TV berjudul Pengakuan Profesor Hadi Pranoto yang Klaim Ramuan Covid-19.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Peraturan Kepala BPOM No.HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, mengatur jenis-jenis obat tradisional dengan definisi sebagai berikut :
Informasi mengenai produk obat tradisional dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2) Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut;
BPOM melakukan Pengawasan Iklan dan Penandaan Obat Tradisional dalam bentuk pre market dan post market.
Untuk pre market, dilakukan Persetujuan Iklan dan Persetujuan Penandaan Sebelum Beredar.
Sedangkan untuk post market, Pemantauan, evaluasi, monitorin, dan penindakan promosi/iklan dan Penandaan.
Penandaan obat tradisional harus mencantumkan nama obat tradisional, bentuk sediaan, besar kemasan, nama dan alamat produsen, nomor izin edar, logo jamu/obat herbal terstandar/fitofarmaka, komposisi, khasiat kegunaan dan aturan pakai/dosis, perngatan/perhatian, cara penyimpanan, dan informasi khusus sesuai dengan kentetuan berlaku sperti bersumber babi, kandungan alkohol, pemanis buatan.
Dengan izin yang diberikan sebagai obat tradisional, maka penandaan khasiat harus secara empiris atau turun temurun apabila berbentuk Jamu.
Sedangkan bila dalam bentuk obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.
Tingkat paling tinggi yakni Fitofarmaka yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.
Terkait klaim sebagai pereda COVID-19, testimoni tidak bisa dijadikan sebagai bukti ilmiah, dan tidak dibenarkan sebagai media iklan obat tradisional.
Diperlukan pengujian ilmiah pra klinik dan klinik dengan protokol etik disetujui oleh komisi etik untuk membuktikan bahwa obat tradisional ini aman dan bisa sebagai obat COVID-19.
Bila sudah terbukti secara ilmiah, maka diperbolehkan untuk mencantumkan khasiat sebagai anti COVID-19 dengan penandaan pelabelan sesuai ketentuan ketika disetujui izin edarnya. Jadi, tidak diperbolehkan mengedarkan obat tradisional tanpa label.
Berdasarkan Kepmenkes 386/MEN.KES/SK/IV/1994, obat tradisional mempunyai kedudukan yang khusus dalam masyarakat, karena
merupakan warisan budaya bangsa di bidang kesehatan. Obat tradisional
diperlukan masyarakat, terutama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, memelihara keelokan tubuh serta kebugaran. Disamping itu ada beberapa yang dapat digunakan utuuk mengobati penyakit.
Sumber :
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…