Majalah farmasetika – Dry Eye Disease (DED) merupakan penyakit mata dengan prevalensi yang tinggi, namun terapi yang tersedia sering terbatas pada pelumas atau imunomodulator yang bekerja lambat. Di indonesia, kasus DED meningkat akibat penggunaan gawai, polusi, dan lingkungan ber-AC. Pada Mei 2025, FDA menyetujui Tryptyr (Acoltremon) sebagai agonis TRPM8 pertama untuk terapi DED. Obat ini mengaktifkan reseptor dingin di saraf kornea, merangsang produksi air mata alami, dan memberikan sensasi sejuk yang meningkatkan kenyamanan. Artikel ini membahas mengenai obat baru Tryptyr sebagai terapi inovatif dan alternatif baru bagi pasien DED yang belum membaik dengan pengobatan standar.
Penyakit mata kering (Dry Eye Disease/DED) adalah kondisi multifaktorial pada permukaan okular dan film air mata yang ditandai dengan kehilangan keseimbangan lapisan air mata, yang berujung pada gejala ketidaknyamanan, gangguan penglihatan, lelah saat membaca, dan kemungkinan kerusakan pada permukaan kornea/palpebral/DED dapat terjadi akibat produksi air mata yang tidak mencukupi (aqueous-deficient) atau peningkatan penguapan air mata (evaporative), dan seringkali diperburuk oleh faktor lingkungan seperti penggunaan layar yang berkepanjangan, asap rokok, polusi, serta ruang ber-AC (Craig et al., 2017)
Menurut pedoman TFOS DEWS II, terapi DED dimulai dengan tetes mata, air buatan, dan pengobatan inflamasi seperti siklosporin atau kortikosteroid jangka pendek. Untuk gejala berat, digunakan kortikosteroid topikal dan terapi disfungsi kelenjar meibom secara mekanikal atau termal, ditambah langkah pendukung seperti kompres hangat, puctal plug, dan menjaga kebersihan kelopak mata. Namun, banyak pasien tetap mengalami defisit air mata yang mengganggu aktivitas harian meski telah menjalani terapi topikal. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi baru untuk meningkatkan produksi air mata alami (Willcox et al., 2018)
Berdasarkan hal tersebut, maka perlunya menggunakan kandidat obat seperti “Tryptyr” menjadi sangat penting. Sebagai agonis TRPM8, Tryptyr bekerja pada jalur sensoris kornea untuk merangsang produksi air mata alami melalui aktivasi reseptor dingin. Mekanisme neurosensorik ini berbeda dari terapi antiinflamasi, dan dapat mempercepat perbaikan gejala bila dikombinasikan dengan imunomodulator atau terapi lipid. Di indonesia, penerapannya masih perlu bukti dan edukasi klinis lebih lanjut.
Tryptyr merupakan agonis TRPM8 pertama yang disetujui FDA pada 28 Mei 2025 untuk terapi gejala penyakit mata kering (DED). Obat ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor TRPM8, yaitu saluran kation non selektif yang berfungsi sebagai sensor dingin fisiologis dan diekspresikan pada neuron divisi oftalmik saraf trigeminal di kelopak mata serta kornea. Aktivasi TRPM8 memicu masuknya ion kalsium, mengirimkan sinyal ke pusat saraf, lalu diteruskan ke kelenjar lakrimal dan sel goblet, sehingga meningkatkan produksi air mata basal alami sekaligus memberikan sensasi sejuk yang menenangkan. Mekanisme neurosensorik ini memperbaiki homeostasis film air mata dan berbeda dari terapi pelumas buatan yang hanya menambah cairan maupun agen imunomodulator seperti siklosporin yang bekerja lambat melawan inflamasi. Dengan demikian, Tryptyr menjadi opsi terapi tambahan bagi pasien DED yang belum membaik dengan pengobatan standar (Yang et al., 2018;Zhou, Zhang and Sun, 2025).
Tryptyr dengan kandungan zat aktif Acoltremon memiliki kebaharuan penting sebagai terapi tambahan untuk pasien dengan penyakit mata kering (DED). Tryptyr merupakan agonis TRPM8 pertama yang disetujui untuk pengobatan DED, menawarkan mekanisme baru yang berbeda dari terapi konvensional. Obat ini bekerja cepat, meningkatkan produksi air mata sejak hari pertama dan efeknya bertahan hingga 90 hari. Selain itu memperbaiki gejala seperti mata kering, terbakar, dan tidak nyaman, Tryptyr juga meningkatkan kualitas hidup pasien (Alcon Inc, 2025).
Di Indonesia, tata laksana DED mengacu pada pedoman TFOS DEWS II dengan pendekatan bertahap seperti edukasi pasien, modifikasi lingkungan, kebersihan kelompok mata, kompres hangat, dan air mata buatan, kortikosteroid topikal, dan imunomodulator. Namun, akses terhadap terapi canggih seperti lipid-based agents masih terbatas. Tryptyr membawa potensi besar sebagai terapi tambahan bagi pasien yang belum membaik dengan pengobatan standar, berkat onset cepat, keamanan baik, dan kemampuannya memperbaiki homeostatis film air mata secara alami. Meski demikian, implementasinya di Indonesia masih bergantung pada registrasi BPOM, evaluasi biaya, dan integrasi ke pedoman nasional (Zhou, Zhang and Sun, 2025;Jones et al., 2017).
Tryptyr (Acoltremon) telah diuji dalam uji klinis fase III COMET-2 dan COMET-3, menunjukkan peningkatan produksi air mata signifikan sejak hari pertama dan mencapai ≥10 mm pada 442,6% (COMET-2) dan 53,2% (COMET-3) pasien di hari ke-14, jauh lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Efek terapi dapat bertahan hingga 90 hari dengan profil keamanan yang baik. Sebagai agonis TRPM8, Tryptyr terbukti aman, cepat bekerja, dan efektif. Sehingga berpotensi menjadi terapi tambahan bagi pasien DED yang tidak membaik dengan pengobatan standar (U.S. Food and Drug Administration (FDA), 2025)
Dry eye disease (DED) merupakan kondisi multifaktorial yang sering kali tidak sepenuhnya membaik dengan terapi standar seperti air mata buatan, imunomodulator, atau kortikosteroid topikal. Tryptyr (Acoltremon) adalah terapi baru yang bekerja sebagai agonis TRPM8 yang merangsang jalur neurosensorik untuk meningkatkan produksi air mata basal endogen dan memberikan sensasi dingin yang menambah kenyamanan pasien. Uji klinis fase III (COMET-2 dan COMET-3) menunjukkan peningkatan signifikan sejak hari pertama penggunaan, dengan manfaat yang bertahan hingga 90 hari serta profil keamanan yang baik. Tryptyr berpotensi sebagai terapi tambahan bagi pasien yang belum membaik dengan pengobatan konvensional, namun implementasinya di Indonesia masih bergantung pada registrasi BPOM, evaluasi biaya, dan integrasi ke pedoman nasional.
Majalah Farmasetika – Salah satu penyebab gagalnya terapi pengobatan pada pasien adalah tingkat kepatuhan yang…
Majalah Farmasetika - Metode utama dalam pengobatan kanker meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi. Namun…
Majalah Farmasetika - Distribusi farmasi merupakan salah satu tahapan kritis dalam rantai pasok obat, dimana…
Majalah Farmasetika – Pada industri farmasi, serangkaian proses pembuatan obat dilakukan dengan tetap memperhatikan mutu…
Majalah Farmasetika - Fenomena kolagen minum tak terbantahkan. Tapi, sebagai farmasetika, kita harus bertanya: Bagaimana…
Majalah Farmasetika - Banyak pejuang jerawat tidak sadar. Menggabungkan Benzoyl Peroxide dengan filter sunscreen yang…