Download Majalah Farmasetika

Brivaracetam, Obat Terbaru untuk Terapi Epilepsi

Farmasetika.com – Epilepsi adalah penyakit neurologis keempat yang mempengaruhi lebih dari 65 juta individu di seluruh dunia. Kondisi ini diakibatkan oleh fungsi abnormal rangsangan neuron di otak.

Mekanisme terjadinya kejang pada epilepsi

Saat neuron bekerja secara serentak, terjadi pergeseran depolarisasi paroksimal, sehingga neuron mengalami resistensi terhadap rangsangan, akibatnya banyak potensi aksi yang mengahsilkan aktivitas listrik yang meningkat secara abnormal di dalam otak. Fungsi abnormal neuron ini menyebabkan penderita mengalami kejang secara berulang[1,2,3,4].

Jenis dan diagnosis epilepsi

Ada berbagai macam jenis epilepsi yang dikategorikan berdasarkan gekala-gejala yang ditimbulkan. Secara umum, kejang dimulai dari kedua bagian otak, namun untuk partial-onset seizures (POS) dan kejang yang dialami oleh penderita epilepsi hanya berasal dari sebelah bagian otak saja.

Diagnosis epilepsi melibatkan pengujian laboratorium, pencitraan otak, dan elektroensefalogram. Sebagian besar pasien mampu mengontrol kejang yang diderita dengan mengkonsumsi kombinasi dua obat antiepilepsi (AEDs), namun di kasus lain, ada individu yang harus menambahkan terapi lain untuk membuat kejang yang diderita menjadi berkurang[1,2,3].

Mengenal Brivaracetam

Brivaracetam (BRIVIACT®) merupakan molekular baru yang dikembangkan dan dirancang oleh UCB Inc. Brivaracetam merupakan analog propil dari levetiracetam, turunan antikonvulsan dan racetam yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) pada bulan Februari 2016.

Brivaracetam diindikasikan sebagai terapi tambahan untuk mengobati POS pada usia 16 tahun ke atas pada penderita epilepsi. Brivaracetam menunjukkan afinitas tinggi dan selektif untuk protein vesikula sinaptik 2A (SV2A) di otak, yang dapat menyebabkan efek antikonvulsan[3,4].

Brivaracetam memiliki nama IUPAC (2S)-2-[(4R)-2-oxo-4-propyltetrahydro-1H-pyrrol-1yl] butanamida. Rumus molekulnya adalah C11H20N2O2 dan berat molekulnya adalah 212.29. pemeriannya adalah serbuk kristal putih; sangat larut dalam air, buffer (pH 1,2; 4,5; dan 7,4), etanol, metanol, dan asam asetat glasial; larut dalam asetonitril dan aseton; sedikit larut dalam n-heksan[4].

Efek samping

Pemberian obat Brivaracetam kepada pasien harus diiringin dengan informasi efek samping yang dapat ditimbulkan obat ini. risiko yang paling serius mencakup pemikiran tentang bunuh diri, usaha untuk melakukan bunuh diri, perasaan agitasi, depresi, agresi, dan serangan panik baru atau yang memburuk. Jarang, pasien mungkin menunjukkan reaksi alergi yang terkait dengan pembengkakan bibir, kelopak mata, atau lidah dengan atau tanpa sulit bernafas[3].

Farmakologi

Brivaracetam adalah 4-npropil analog dari levetiracetam. Mekanisme kerja farmakologi dari senyawa ini adalah dengan mengikat vesikula sinaptik protein 2A (SV2A) dan penurunan pelepasan rangsang neurotransmiter[5].

Glikoprotein SV2A adalah gen pengkode protein yang terlibat dalam transduksi sinyal sinaptik. Hal ini diyakini berperan dalam regulasi neurotransmisi dengan merangsang peleburan vesikula dan mempertahankan cadangan vesikel sekretori. Studi pada hewan dengan defisiensi SV2A telah menunjukkan kecenderungan meningkat untuk kejang. Tindakan Brivaracetam sebagai ligan SV2A memberi efek spektrum luas terhadap POS[5].

Farmakokinetik

  • Absorpsi

Brivaracetam sangat permeabel, cepat dan hampir sepenuhnya diserap setelah pemberian oral. Median Tmax untuk tablet yang dikonsumsi tanpa makanan adalah 1 jam (kisaran 0,25 sampai 3 jam). Pemberian bersama dengan makanan berlemak tinggi memperlambat penyerapan, namun tingkat penyerapannya tetap tidak berubah[5].

  • Distribusi

Brivaracetam lemah terhadap protein plasma (≤ 20%). Volume distribusi adalah 0,5 L/kg, nilai ini mendekati jumlah total air tubuh. Brivaracetam didistribusikan dengan cepat dan merata di sebagian besar jaringan[5].

  • Metabolisme

Brivaracetam terutama dimetabolisme oleh hidrolisis pada gugus amida untuk membentuk metabolit asam karboksilat dan terjadi hidroksilasi pada rantai samping propil untuk membentuk metabolit hidroksil. Reaksi hidrolisis dimediasi oleh amida hati dan ekstra hati[5].

Jalur hidroksilasi dimediasi terutama oleh CYP2C19. CYP2C19 metabolizer yang buruk dan pasien yang menggunakan inhibitor CYP2C19 mungkin memerlukan pengurangan dosis. Metabolisme asam hidroksil tambahan dibuat dengan hidrolisis gugus amida pada metabolit hidroksil atau hidroksilasi rantai samping propil pada metabolit asam karboksilat (terutama oleh CYP2C9). Tak satu pun dari ketiga metabolit tersebut aktif secara farmakologis[5].

  • Ekskresi

Brivaracetam dieliminasi terutama oleh metabolisme dan diekskresikan dalam urin. Lebih dari 95% dosis, termasuk metabolit, diekskresikan dalam urin dalam 72 jam setelah pemberian. Sedangkan yang diekskresi melalui tinja hanya kurang dari 1% dosis. Kurang dari 10% dosis diekskresikan tidak berubah dalam urin. 34% dosis diekskresikan sebagai metabolit asam karboksilat dalam urin. Waktu paruh plasma terminal (t1/2) kira-kira 9 jam[5].

Farmakodinamik

Sebagai analog 4-n-propil levetiracetam, brivaracetam memiliki mekanisme kerja yang umum dengan obat induk, yaitu mengikat protein vesikula sinaptik 2A (SV2A) dan penurunan pelepasan pemancar rangsangan. SV2A adalah protein membran integral yang hadir pada semua vesikula sinaptik, terutama pada sistem saraf pusat (SSP), dengan peran penting dalam proses eksositosis vesikel yang sarat dengan neurotransmiter[5].

Meskipun mekanisme molekuler tindakan brivaracetam yang sebenarnya belum sepenuhnya dipahami, hal ini tentunya terkait dengan afinitasnya yang tinggi terhadap protein SV2A, karena diketahui bahwa penurunan SV2A berkontribusi terhadap perkembangan epilepsi[5].

Brivaracetam memiliki afinitas 10-30 kali lipat lebih tinggi untuk SV2A daripada levetiracetam dan perbedaan itu berarti potensi dan khasiat yang lebih tinggi dibandingkan dengan levetiracetam. Di sisi lain, karena lebih lipofilik daripada levetiracetam, brivaracetam menembus lebih cepat ke jaringan otak dan mencapai konsentrasi yang lebih tinggi di tempat kerjanya[5].

Hal ini tentunya penting untuk penanganan keadaan darurat seperti status epileptikus atau kejang klaster, karena awalan aksinya lebih awal dari pada levetiracetam. Tidak seperti levetiracetam, brivaracetam tidak memiliki aktivitas modulasi pada reseptor glutamat AMPA. Di sisi lain, brivaracetam menunjukkan tindakan tertentu pada saluran natrium voltagegium neuronal, berperilaku sebagai antagonis parsial[5].

Interaksi Obat

Menurut Alekhya et al. (2016)[4], Briviact memiliki interaksi dengan beberapa obat sebagai berikut.

  • Rifampin
Baca :  Injeksi Cetirizine Kini Bisa Untuk Urtikaria Akut

Pemberian dengan rifampin menurunkan konsentrasi plasma Briviact karena induksi CYP2C19. Dosis Briviact dalam resep harus dinaikkan sampai 100% (dosis dua kali lipat) pada pasien yang mengonsumsi rifampin.

  • Karbamazepin

Pemberian dengan karbamazepin dapat meningkatkan paparan karbamazepin-epoksida, metabolit aktif dari karbamazepin. Dosis karbamazepin harus diturunkan ketika timbul interaksi saat obat diberikan bersama.

  • Fenitoin

Briviact dapat meningkatkan konsentrasi plasma fenitoin sehingga kadar fenitoin dalam tubuh pasien harus dimonitor selama pasien mengonsumsi fenitoin untuk terapinya.

  • Levetirasetam

Briviact tidak memberikan efek terapetik tambahan untuk levetirasetam saat keduanya diberikan bersama.

Formulasi

Tablet

Tablet Briviact untuk pemberian oral mengandung bahan aktif berikut: natrium kroskarmelosa, laktosa monohidrat, betadex (β] -siklodekstrin), laktosa anhidrat, magnesium stearat, dan agen pelapis film yang ditentukan di bawah ini[6]:

  • 10 mg tablet: polivinil alkohol, talk, polietilen glikol 3350, titanium dioksida
  • 25 mg dan 100 mg tablet: polivinil alkohol, talk, polietilen glikol 3350, titanium dioksida, besi oksida kuning, besi oksida hitam
  • 50 mg tablet: polivinil alkohol, talk, polietilen glikol 3350, titanium dioksida, besi oksida kuning, besi oksida merah
  • 75 mg tablet: polivinil alkohol, talk, polietilen glikol 3350, titanium dioksida, besi oksida kuning, besi oksida merah, besi oksida hitam

Larutan Oral

Larutan oral Briviact mengandung 10 mg brivaracetam per mililiter. Larutan Briviact untuk pemberian oral mengandung bahan aktif berikut: natrium sitrat, asam sitrat anhidrat, metilparaben, natrium karboksimetilselulosa, sukralosa, larutan sorbitol, gliserin, perisa raspberry, dan air murni[6].

Injeksi

Injeksi Briviact adalah cairan bening dan tidak berwarna yang bebas pengawet dan steril. Injeksi Briviact mengandung 10 mg brivaracetam per mililiter untuk pemberian intravena. Satu botol mengandung 50 mg zat obat brivaracetam. Injeksi Briviact mengandung bahan aktif berikut: Bahan aktifnya adalah natrium asetat (trihidrat), asam asetat glasial (untuk penyesuaian pH menjadi 5,5), natrium klorida, dan air untuk injeksi[6].

Perbandingan Brivaracetam dan Levetiracetam

Baik brivaracetam dan levetiracetam memiliki struktur kimia dan mekanisme aksi yang serupa, namun efeknya belum dibandingkan dalam uji coba langsung. Sebuah meta-analisis dan perbandingan tak langsung dari dua obat yang melibatkan 13 percobaan menunjukkan bahwa brivaracetam mungkin tidak lebih unggul dari levetiracetam; perbedaan efikasi tidak berbeda secara signifikan antara kedua obat tersebut, dan efek samping pusing lebih tinggi terjadi pada pemberian brivaracetam daripada levetiracetam[7].

Namun, satu studi prospektif kecil (n=29), menunjukkan bahwa, pada pasien yang beralih dari levetiracetam ke brivaracetam karena efek samping perilaku, kualitas hidupnya membaik dan tidak kehilangan kontrol kejang. Karena brivaracetam adalah antiepilepsi baru, efikasi jangka panjang dan keamanannya tidak diketahui[7].

Dosis dan Rute Pemberian

Dosis awal yang direkomendasikan untuk brivaracetam adalah 50 mg dua kali sehari (dosis total per hari 100 mg). Peningkatan dosis tidak diperlukan selama pengobatan. Dosis dapat disesuaikan sampai 50 mg per hari atau sampai 200 mg per hari tergantung pada toleransi pasien dan respons terapetik[3].

Briviact tersedia dalam bentuk tablet oral (10 mg, 25 mg, 50 mg, 75 mg, dan 100 mg), larutan oral (10 mg/ml), dan injeksi intravena (50 mg/ml). Jika rute oral tidak memungkinkan, dapat digunakan bentuk injeksi dengan dosis dan frekuensi yang sama seperti tablet dan larutan. Namun, perlu diketahui bahwa penggunaan injeksi brivaracetam berdasarkan studi klinis terbatas hanya sampai empat hari berturut-turut[3].

Tablet dan larutan oral dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan. Brivaracetam harus ditelan dengan air, tidak boleh dikunyah. Larutan oral harus diukur dengan tepat agar dosis yang diberikan akurat. Larutan oral tidak perlu diencerkan. Larutan oral brivaracetam yang sudah tidak terpakai setelah lima bulan sejak botolnya dibuka harus dibuang[3].

Injeksi brivaracetam digunakan untuk intravena dosis tunggal. Larutan injeksi tidak perlu diencerkan, namun dapat dicampur dengan pengencer injeksi natrium klorida 0,9%, injeksi ringer laktat, atau injeksi dekstrosa 5%. Injeksi harus diberikan selama lebih dari 2 menit sampai 15 menit. Jika diencerkan, larutan harus disimpan pada wadah PVC, namun tidak boleh lebih dari empat jam pada suhu kamar. Umumnya, obat disimpan pada suhu 25oC (77oF). Baik injeksi maupun larutan oral tidak boleh disimpan di suhu beku[3].

Uji Klinis

Sejumlah uji klinis telah dilakukan terhadap efikasi brivaracetam sebagai terapi tambahan untuk kejang onset parsial. Ryvlin et al. (2014) melakukan uji coba fase 3 dengan desain penelitian double blind, acak, dan plasebo terkontrol yang dilakukan di 88 tempat di Eropa dan India. Uji coba tersebut membandingkan antara brivaracetam dengan plasebo pada 399 orang dewasa yang terkena kejang onset parsial. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengevaluasi efikasi, keamanan, dan tolerabilitas brivaracetam dibandingkan plasebo pada pasien tersebut. Pasien yang memenuhi syarat diberi perlakuan acak untuk mendapatkan vitamin Brivaracetam 20 mg per hari (BRV20), 50 mg per hari (BRV50), 100 mg per hari (BRV100), atau plasebo, diberikan dua kali sehari dengan dosis yang sama. Tujuan utama yang diharapkan adalah pengurangan persen pada frekuensi kejang onset parsial yang disesuaikan dengan standar per minggu selama periode pengobatan 12 minggu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa analisis sementara efikasi primer dosis BRV100 secara signifikan mengurangi frekuensi kejang onset parsial per minggu dibandingkan plasebo[8].

Pada penelitian fase 3 yang dilakukan oleh Biton et al. (2014) di 85 tempat di Australia, Brasil, Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat terhadap 400 pasien dengan kejang onset parsial yang tidak terkontrol. Pasien yang memenuhi syarat secara acak menerima BRV5, BRV20, BRV50, atau plasebo, diberikan dua kali sehari dalam dosis yang sama. Uji coba ini menyimpulkan bahwa terapi dengan BRV50 menawarkan penurunan frekuensi yang signifikan pada kejang onset parsial dibandingkan dengan plasebo[9].

Baca :  Alprolix, Obat Terbaru dan Inovatif Untuk Hemofilia B Akhirnya Hadir di Eropa

Kwan et al. (2014) melakukan uji di 74 lokasi di 15 negara di seluruh Eropa dan Asia 480 pasien dengan epilepsi yang tidak terkontrol (431 dengan kejang onset parsial dan 49 dengan epilepsi umum). Pasien yang memenuhi syarat diacak untuk menerima plasebo atau brivaracetam, diberikan dua kali sehari dengan dosis yang sama. Brivaracetam dimulai di BRV20 dan meningkat, sesuai kebutuhan, ke BRV150 selama periode delapan minggu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terapi menggunakan brivaracetam diberikan pada dosis individual berkisar antara 20-150 mg per hari dapat ditoleransi dengan baik dan efektif untuk mengurangi frekuensi kejang pada pasien dengan epilepsi yang tidak terkontrol[10].

Pada penelitian Klein et al. (2015) di 147 lokasi di 27 negara di seluruh Amerika Utara, Eropa, Amerika Latin, dan Asia mengevaluasi brivaracetam dibandingkan plasebo pada 768 pasien dengan kejang onset parsial yang tidak terkontrol meski diobati dengan satu atau dua AED. Pasien yang memenuhi syarat secara acak menerima BRV100, BRV200, atau plasebo, diberikan dua kali sehari dengan dosis yang sama Penelitian ini menyimpulkan bahwa terapi dengan BRV100 dan BRV200, tanpa penggunaan levetiracetam secara bersamaan, bermanfaat dalam mengurangi frekuensi kejang onset parsial pada pasien dengan kejang fokal, tanpa menimbulkan masalah keamanan atau tolerabilitas yang signifikan[11].

Konseling Pasien

Perilaku dan Ide Bunuh Diri

Obat antiepilepsi, termasuk brivaracetam, dapat meningkatkan risiko pikiran dan perilaku bunuh diri. Pasien disarankan untuk waspada terhadap kemunculan atau perburukan gejala depresi; perubahan suasana hati atau perilaku yang tidak biasa; atau pikiran, perilaku, atau pemikiran bunuh diri tentang menyakiti diri sendiri. Anjurkan pasien, pengasuh mereka, dan/atau keluarga mereka untuk melaporkan perilaku yang menjadi perhatian segera ke penyedia layanan kesehatan[12].

Reaksi Neurologis

Beri tahu pasien bahwa brivaracetam menyebabkan kelelahan, pusing, dan gangguan gaya berjalan. Reaksi merugikan ini, jika diamati, lebih mungkin terjadi pada awal pengobatan namun dapat terjadi kapan saja. Anjurkan pasien untuk tidak mengendarai atau mengoperasikan mesin sampai mereka mendapatkan pengalaman yang memadai mengenai Briviact untuk mengukur apakah hal itu mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengemudi atau mengoperasikan mesin[12].

Reaksi Merugikan Psikiatrik

Sampaikan kepada pasien bahwa brivaracetam menyebabkan perubahan perilaku seperti agresi, agitasi, kemarahan, kecemasan, dan mudah tersinggung, dan gejala psikotik. Anjurkan pasien untuk segera melaporkan gejala ini ke petugas kesehatan mereka[12].

Hipersensitivitas

Gejala hipersensitivitas termasuk bronkospasme dan angioedema dapat terjadi. Anjurkan mereka untuk segera mencari perawatan medis jika mereka mengalami tanda dan gejala hipersensitivitas[12].

Pemberhentian Konsumsi Obat Antiepilepsi

Sampaikan pada pasien untuk tidak menghentikan penggunaan obat tanpa berkonsultasi dengan petugas kesehatan mereka. brivaracetam biasanya harus secara bertahap ditarik untuk dikurangi[12].

Kehamilan

Anjurkan pasien untuk memberi tahu petugas kesehatan mereka jika mereka hamil atau berniat hamil selama terapi brivaracetam[12].

Instruksi Dosis

Beri konseling kepada pasien bahwa brivaracetam dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan. Anjurkan kepada pasien bahwa tablet brivaracetam harus ditelan utuh dengan cairan dan tidak dikunyah atau dihancurkan. Anjurkan pasien bahwa dosis larutan oral brivaracetam harus diukur dengan sendok tertentu. Anjurkan pasien untuk membuang larutan oral Briviact yang tidak terpakai setelah 5 bulan pertama kali membuka botol[12].

DAFTAR PUSTAKA

  1. Lattanzi, S., Cagnetti, N. Foschi, L. Provinciali, and M. Silvestrini. 2016. Brivaracetam Add-On for Refractory Focal Epilepsy: A Systematic Review and Metaanalysis. Neurology. 86(14): 1344-1352.
  2. Fisher, R.S., Acevedo, A. Arzimanoglou, A. Bogacz, J.H. Cross, C.E. Elger, J.E. Jr, L. Forsgren, J.A. French, M. Glynn, D.C. Hesdoffer, B.I. Lee, G.W. Mathern, S.L. Moshé, E. Perucca, I.E. Scheffer, T. Tomson, M. Watanabe, S. Wiebe. 2014. ILAE Official Report: A Practical Clinical Definition of Epilepsy. Epilepsia. 55(4): 475-482.
  3. Khaleghi, F. and E. Nemec II. 2017. Brivaracetam (Briviact): A Novel Adjunctive Therapy for Partial-Onset Seizures. Drug Forecast. 42(2): 92-96.
  4. Alekhya, S. Teddu, and B.V.S. Lakshmi. 2016. Briviact-A Review. Indo American Journal of Pharmaceutical Sciences. 3(9): 1068-1073.
  5. Milovanović, J.R., S.M. Janković, A. Pejčić, M. Milosavljević, V. Opančina, V. Radonjić, Z. Protrka and M. Kostić. 2017. Evaluation of Brivaracetam: a New Drug to Treat Epilepsy. Expert Opinion on Pharmacotherapy. 18(13): 1381-1389.
  6. https://googleweblight.com/?lite_url=https://www.rxlist.com/briviact-drug.htm&ei=cUQfNdAk&lc=id-ID&geid=33&s=1&m=115&host=www.google.co.id&ts=1511181661&sig=ANTY_L1Cr8aBdSdaTok0M2Uqes-xRLUIag
  7. https://www.medscape.com/viewarticle/869575
  8. Ryvlin, P., J. Werhahn, B. Blaszczyk, M.E. Johnson, and S. Lu. 2014. Adjunctive Brivaracetam in Adults with Uncontrolled Focal Epilepsy: Results from a Double-Blind, Randomized, Placebocontrolled Trial. Epilepsia. 55(1): 47-56.
  9. Biton, V., S.F. Berkovic, Abou-Khalil, M.R. Sperling, M.E. Johnson, and S. Lu. 2014. Brivaracetam as Adjunctive Treatment for Uncontrolled Partial Epilepsy in Adults: a Phase III Randomized, Doubleblind, Placebo-Controlled Trial. Epilepsia. 55(1): 57-66.
  10. Kwan, P., Trinka, W.V. Paesschen, I. Rektor, M.E. Johnson, and S. Lu. 2014. Adjunctive Brivaracetam for Uncontrolled Focal and Generalized Epilepsies: Results of a Phase III, Double-Blind, Randomized, Placebo-Controlled, Flexible-Dose Trial. Epilepsia. 55(1): 38-46.
  11. Klein, P., Schiemann, M.R. Sperling, J. Whitesides, W. Liang, T. Stalvey, C. Brandt, and P. Kwan. 2015. A Randomized, Double-Blind, Placebocontrolled, Multicenter, Parallel-Group Study to Evaluate the Efficacy and Safety of Adjunctive Brivaracetam in Adult Patients with Uncontrolled Partial-Onset Seizures. Epilepsia. 56(12): 1890-1898.
  12. Food and Drug Administration. 2016. Briviact® US Prescribing Information. Brussels, Belgium: UCB.

Anggota Kelompok: Kania Nabila Fajrianti, Aditya Dharma, Siti Sahirah Ulfah, Wahnidar Daulay, Devi Fitria Handaresta, Dorandani Tirtamie, Dini Hanifa

Share this:

About Devi Fitria Handaresta

Check Also

Zevtera, Antibiotik Ceftobiprole Medocaril Untuk Mengobati Staphylococcus Aureus Bacteremia (Sab)

Majalah Farmasetika – Staphylococcus aureus, merupakan patogen Gram-positif, Koagulase-Positif yang termasuk dalam Staphylococcaceae dengan bentuk …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.