Farmasetika.com – Baru- baru ini viral di media sosial terkait tersebarnya sebuah foto resep yang dibuat oleh Panti Pijat di daerah Mojokerto. Bolehkah resep dibuat oleh selain dokter?
Obat dan resep
Pemakaian obat merupakan perlakuan utama yang sangat penting dalam kesembuhan penyakit seorang pasien.
Penyembuhan dengan pemberian obat ini merupakan perlakuan paling akhir setelah pasien berkonsultasi dengan dokter dan dokter tersebut telah melakukan diagnosa penyakit yang diderita pasien yang tertulis pada suatu resep (Joenoes, 1994).
Apa itu resep?
Resep merupakan sebuah kertas yang berisi permintaan tertulis dari seorang dokter kepada instalasi farmasi yaitu apotek untuk menyiapkan, membuat, meracik dan menyerahkan obat untuk pasien (Syamsuni, 2006).
Resep menurut Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dokter wajib menulis resep obat pasien dengan lengkap dan jelas sehingga tidak terjadi kesalahan apapun antara dokter pemberi resep dan apoteker pembaca resep yang dapat menyebabkan kesalahan pada pemberian obat, dosis obat dan waktu pemberian atau penggunaan obat yang diberikan apoteker kepada pasien atau penebus resep bahkan kesalahan yang berakibat parah untuk nyawa pasien. Jika resep dibuat dengan tidak jelas, tulisan dokter tidak bisa dibaca atau dosis yang diberikan tidak sesuai dengan kalkulasi yang dilakukan oleh apoteker, apoteker wajib mengkonfirmasi resep tersebut kepada dokter yang tertera dalam resep tersebut (Katzung, 1997).
Regulasi terkait resep
Disebutkan dalam Permenkes No. 26/Menkes/Per/I/I/ 1984 bahwa resep harus dibuat dengan sangat jelas, bisa dibaca dan lengkap dengan seluruh bagian-bagiannya. Selanjutnya disebutkan juga dalam Kepmenkes No. 280/Menkes/SK/V/1984 bahwa pada sebuah resep harus terdapat seluruh bagian dari strukturnya, yaitu: (1) Nama dan alamat penulis resep (dokter) dan nomor izin praktek (2) Tanggal penulisan resep (3) Tanda R/ dibagian kiri setiap penulisan resep (4) Setelah lambang R/ ditulis nama obat yang dibutuhkan atau komposisinya (5) Tanda tangan/paraf penulis resep (6) Nama hewan, jenis serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.
Bagian resep
Setiap bagian pada struktur yang tertera dalam kelengkapan resep sudah mempunyai fungsi masing-masing yang sangat penting untuk mendapatkan keterangan pada resep tersebut. Yang paling utama dan harus dipenuhi pada struktur resep ialah nama dokter, paraf, dan SIP dokter karena dengan terdapatnya ketiga hal tersebut dalam sebuah resep memperlihatkan jika resep tersebut asli tanpa rekayasa dan dapat di pertanggungjawabkan jika terjadi penyalahgunaannya.
Penulisan SIP atau Surat Izin Praktik dokter harus disertakan didalam struktur resep terutama untuk dokter yang membuka praktik umum atau pribadi karena hal itu yang menunjukkan bahwa dokter tersebut secara sah diakui dalam praktek keprofesian dokter.
Selain itu tanggal penulisan resep juga dibuat untuk pengamanan diri pasien dalam hal pemberian obat apakah resep yang ditebus tersebut masih dapat digunakan di apotek atau disarankan kembali ke dokter. Nama pasien dan alamat pasien di dalam sebuah resep juga merupakan hal yang penting untuk terhindar dari tertukarnya obat dengan pasien lain yang dalam waktu bersamaan juga menebus obat di apotek.
Hal yang sering dilewatkan oleh dokter penulis resep adalah penulisan alamat pasien yang merupakan salah satu identitas diri pasien. Sedangkan umur pasien didalam resep berfungsi saat perhitungan dosis obat, karena biasanya rumus untuk perhitungan dosis selain menggunakan berat badan juga menggunakan umur pasien dimana umur pasien juga berkaitan dengan bentuk sediaan yang akan diberikan, apakah itu akan berupa serbuk (pulveres), pil, kapsul, tablet ataupun syrup.
Apa yang terjadi jika resep tidak lengkap?
Kurangnya salah satu bagian saja dari struktur kelengkapan resep akan membahayakan pasien dan menimbulkan masalah penyalahgunaan resep terutama untuk golongan obat yang mengandung narkotika dan psikotropika. Meskipun di dunia sudah banyak kemajuan teknologi yang sangat membantu manusia terutama dalam pendeteksian suatu pemalsuan, akan tetap sulit dalam pendeteksian sebuah resep palsu dan akan semakin sulit dengan meningkatnya jumlah pelaku yang melakukan penyalahgunaan obat pada suatu negara dengan cara yang berbeda-beda.
Disebutkan oleh Drug Abuse Information Network for Asia and the Pacific (DAINAP) bahwa dalam beberapa tahun terakhir jumlah kasus penggunaan benzodiazepin dan kodein yang berfungsi sebagai obat penenang dan penghilang nyeri banyak terjadi penyalahgunaannya dimana hal tersebut terus bertambah dalam jumlah yang berlipat ganda.
Berikut beberapa tips dalam pengidentifikasian resep palsu:
-
Perubahan resep
Perubahan resep adalah salah satu ciri – ciri utama yang mencurigakan. Misalnya terdapat perbaikan dari tulisan sebelumnya. Pemalsuan resep juga bisa terjadi ketika ada penambahan atau pengurangan obat dalam resep. Apoteker juga dapat melihat kesamaan tulisan dengan penulisan obat lain yang disebutkan didalam resep, tinta yang digunakan, besar huruf yang dituliskan dan juga jarak antar penulisan obat tersebut untuk meyakinkan pemalsuan tersebut. Jika hal itu benar terjadi apoteker wajib bertanya kepada penulis resep yang tercantum didalam resep tersebut.
-
Dosis yang tidak biasa
Banyak terjadi kesalahan pada resep yang ditebuskan di apotek, terutama dalam hal pemberian dosis. Jika dosis obat dalam resep terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan umur ataupun berat badan pasien dan hasil perhitungan lainnya, terutama pada obat yang sangat sering disalahgunakan, apoteker wajib bertanya tentang keaslian resep tersebut kepada penebus atau nama dokter yang ada pada resep. Sebagai contoh, apoteker menemukan resep yang meminta paracetamol/kodein 500/8 mg p.r.n dan diminta untuk memberikan 100 tablet obat tersebut untuk penggunaan dalam satu bulan. Tentu saja jumlah dosis yang diminta tersebut sangat tidak lazim dan harus dipertanyakan keasliannya.
Bentuk fisik resep
Menulis resep di atas kertas biasa merupakan hal yang tidak biasa dilakukan oleh seorang dokter. Ukuran, warna, dan kualitas kertas resep juga merupakan suatu hal dalam penemuan resep palsu meskipun hal itu sulit ditemukan hanya dengan melihat kriteria tersebut. Kertas resep yang berasal dari rumah sakit negri mempunyai format dan ukuran standar yang dicetak dengan angka seri. Tetapi hal yang sering terjadi adalah pencurian resep kosong dari sebuah klinik atau rumah sakit sehingga akan sulit menentukan keaslian resep. Hal lainnya adalah sulit dalam memastikan apakah resep tersebut berasal dari rumah sakit swasta atau tidak karena mereka tidak memiliki format resep yang standar.
-
Sikap pasien atau penebus resep
Pasien yang merasa gelisah, agresif atau tidak mau melakukan kontak mata adalah ciri-ciri lain dari penyalahgunaan resep. Hal yang terakhir dalam mewaspadai penyalagunaan resep adalah apoteker wajib melihat sikap dan gerak-gerik pasien saat penebusan obat, karena biasanya orang yang melakukan tindakan kriminal akan terlihat jelas dari sikapnya. Dan juga pasien yang datang ke apotek terlalu sering dengan resep dan dosis yang sama juga bisa menjadi pertanda dari kasus pemalsuan resep.
Contoh kasus penyalahgunaan resep:
Dari resep tersebut terlihat jelas bahwa resep tersebut merupakan kasus pemalsuan resep. Hal tersebut dapat dilihat dari resep yang bukan merupakan resep dokter, karena yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Selain itu, banyaknya bagian-bagian pada struktur resep yang tidak tercantumkan, seperti:
- SIP Dokter
- Tanggal penulisan resep
- Paraf/tanda tangan penulis resep (dokter)
- Nama pasien dan alamat pasien
Dengan demikian, untuk menghindari maraknya kasus penyalahgunaan resep dan membedakan resep palsu dari yang asli, peran seorang apoteker sangat penting dan dibutuhkan dalam hal ini dan juga apoteker harus selalu waspada dan berhati-hati dalam membaca resep dengan seksama meskipun berada di dalam kondisi sibuk atau kondisi apotek yang sedang ramai, karena satu kecerobohan dapat merugikan banyak pihak.
Referensi:
Joenoes, Z. N. 1994. ARS Prescibendi Resep yang Rasional. Surabaya: Universitas Airlangga
Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Perhitungan Farmasi. Jakarta: EGC.
Katzung, B. G. 1997. Buku Farmakologi. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2011. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 11. Jakarta: UBM Medica Asia.