Download Majalah Farmasetika

Epidiolex, Obat Pertama dari Ganja untuk Terapi Baru Epilepsi Berat

Farmasetika.com – Berdasarkan persetujuan Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada bulan Juni 2018, Epidiolex® (cannabidiol) dapat digunakan untuk pengobatan kejang pada pasien epilepsi berat; sindrom Lennox-Gastaut dan sindrom Dravet, pada pasien yang berusia > 2 tahun.

Epilepsi dan sindrom Lennox-Gastaut

Epilepsi merupakan salah satu gangguan sistem saraf pusat secara periodik yang disebabkan karena terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan dan tidak teratur dari sel-sel saraf otak dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik serta mental. Sistem saraf dalam otak berkomunikasi dengan organ tubuh lain melalui sel-sel saraf (neuron). Dalam kasus epilepsi, terdapat sekelompok sel neuron dalam otak yang tidak normal dan melepaskan muatan secara berlebihan. Serangan ini terjadi apabila proses eksitasi di otak lebih dominan dibandingkan proses inhibisi atau hambatan.

Sindrom Lennox-Gastaut adalah salah satu sindrom epilepsi yang biasanya terjadi pada anak-anak usia 1-8 tahun. Sindrom ini terdiri dari beberapa gejala epilepsi dan memiliki tipe kejang campuran yang sukar diatasi menggunakan obat-obatan. Tipe kejang yang paling sering adalah tonik-aksial, atonik, dan absans. Sindrom Dravet merupakan sindrom epilepsi genetik yang muncul ditandai dengan kejang berkepanjangan pada tahun pertama kehidupan dan biasanya disertai demam.

Terapi epilepsi

Pada pengobatan epilepsi, kondisi fisik pasien, kekambuhan, dan kemungkinan efek samping yang ditimbulkan setelah pengobatan, menjadi faktor penting yang harus diperhatikan dalam mempertimbangkan pemilihan terapi yang tepat. Hal ini berkaitan dengan tujuan terapi epilepsi dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian melalui peningkatan kualitas hidup pasien yang optimal. Di Indonesia, berbagai macam obat antiepilepsi telah banyak digunakan dengan berbagai macam mekanisme, seperti: (1) memodulasi saluran atau kanal yang memfasilitasi transport ion termasuk natrium, kalsium dan kalium; (2) meningkatkan penghambatan transporter GABA, yaitu GAT-1 GABA, atau transaminase GABA; (3) memodulasi langsung pelepasan sinaptik seperti SV2A dan α2δ serta (4) menghambat rangsangan sinaps melalui reseptor glutamat ionotropik.

Baca :  OXERVATE, Obat Baru untuk Mengatasi Kekeruhan Kornea (Keratitis Neurotropik)

Terapi di Indonesia

Beberapa jenis obat yang umum digunakan di Indonesia untuk terapi epilepsi adalah:

  1. Karbamazepin
  2. Fenitoin
  3. Asam Valproat
  4. Fenobarbital
  5. Klonazepam
  6. Clobazam
  7. Okskarbazepin
  8. Levetiracetam

Persetujuan Epidiolex

US Food and Drug Administration (US FDA) telah menyetujui Epidiolex® (cannabidiol) sebagai obat oral untuk terapi kejang yang disertai dengan dua jenis epilepsi yang jarang dan parah yaitu sindrom Lennox-Gastaut dan sindrom Dravet pada pasien berusia 2 tahun atau lebih tua.

Hal ini merupakan pertama kalinya US FDA menyetujui obat yang mengandung zat aktif turunan ganja. Hal tersebut juga pertama kalinya US FDA menyetujui obat untuk terapi sindrom Dravet. Tiap botol Epidiolex® berukuran 100mL, yang mengandung 100mg/mL cannabidiol. Dosis awal diberikan sebesar 2.5 mg/kgBB, sehari dua kali.

Epidiolex® mengandung senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan Cannabis sativa atau biasa dikenal dengan mariyuana. Zat psikoaktif utama dari mariyuana adalah tetrahydrocannabinol (THC) yang tidak menyebabkan keracunan atau euforia yang berlebihan.

Persetujuan obat berbasis mariyuana oleh FDA ini didasarkan pada uji klinis terkontrol untuk keamanan dan efikasi dari obat. Dalam pengembangan obat ini perlu perhatian lebih untuk menghasilkan obat yang aman dan efektif bagi pasien serta pemberian tindakan apabila obat ini dipasarkan secara illegal dan digunakan diluar kepentingan medis.

Efektivitas dan efek samping epidiolex

Efektivitas dari epidiolex® telah dibuktikan melalui uji klinis plasebo terkontrol yang dilakukan terhadap 516 pasien dengan sindrom Lennox-Gastaut dan sindrom Dravet. Epidiolex® terbukti efektif mengurangi frekuensi kejang dibandingkan dengan plasebo.

Efek samping yang timbul pada pasien uji klinis yang menggunakan epidiolex® diantaranya sedasi dan letargi, kantuk, peningkatan enzim hati, nafsu makan menurun, diare, ruam, lemah dan lesu, insomnia, gangguan tidur, dan infeksi. Dalam penggunaannya perlu adanya panduan pengobatan bagi pasien yang memberikan informasi penting mengenai penggunaan dan resiko penggunaan.

Baca :  Minocycline Foam, Obat Topikal Baru untuk Terapi Jerawat Rosacea

Referensi

Food and Drug Administration. 2018. Epidiolex. Tersedia online di : https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2018/210365lbl.pdf

Food and Drug Administration. 2018. FDA News Release. Tersedia online di https://www.fda.gov/NewsEvents/Newsroom/PressAnnouncements

Husna, M., dan Shahdevi, NK. 2018. Mekanisme kerja obat anti epilepsi secara biomolekuler. MNJ. Vol. 4(1) : 39-44.

Penulis : Rosidah, Rena Choerunisa, Fariza Fida Millati, Kiara Puspa Dhirgantara, Alamanda Puspita, Dina Sofa Istifada

Share this:

About Yunita

Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi, Angkatan 2015-Universitas Padjadjaran

Check Also

FDA Menyetujui Semprotan Hidung Pertama untuk Anafilaksis

Majalah Farmasetika – Neffy adalah semprotan hidung epinefrin untuk pengobatan darurat reaksi alergi pada pasien …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.