Download Majalah Farmasetika
produk halal obat

Apakah Obat yang Kita Konsumsi Saat Ini Sudah halal?

Majalah Farmasetika (V1N9-November 2016). Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit. Obat terdiri dari bahan aktif dan bahan farmaseutik (bahan pembantu eksipien).

Dalam suatu sediaan obat dapat mengandung  tiga sampai dengan empat bahan pembantu. Perkembangan teknologi proses pembuatan obat kini semakin maju dan menjadi tantangan tersendiri untuk menghasilkan obat yang bagus dan halal.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, dalam ajaran islam seorang muslim diharuskan minum dan makan dengan prinsip “halalan thoyiban” halal menurut syariah dan baik atau menyehatkan bagi  tubuh.

Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Status halal dari produk-produk farmasi tengah menjadi perhatian karena akan diterapkannya Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Namun permasalahan muncul karena tidak  semua obat-obatan memenuhi syarat untuk berstatus halal. Beberapa di antaranya menggunakan bahan-bahan yang belum masuk kategori halal.

Dari manakah  sumber zat aktif dan bahan eksipien ?

Sumber zat aktif dan eksipien bisa berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba, bahan sintetik kimia, virus yang dilemahkan dan bahan yang berasal dari manusia. Baik bahan aktif maupun bahan farmaseutik memiliki titik kritis kehalalan. Hal ini dimungkinkan oleh adanya perkembangan teknologi proses pembuatan dan produksi obat yang semakin maju. Selain itu adanya kecenderungan khasiat yang diklaim, obat hanya akan efektif jika menggunakan bahan tertentu saja.

Apa itu obat halal?

Obat halal harus memenuhi persyartan berikut:

  1. Sumber : Tidak boleh mengandung bahan yang berasal dari daging babi atau hewan yang tidak disembelih dengan syariat islam. Bahan yang berasal dari tanaman, mineral, dan mikroorganisme (laut-darat) dibolehkan selama tidak beracun dan berbahaya bagi tubuh. Begitu juga dengan bahan sintetik kimia dibolehkan selama tidak toksik dan bahaya.
  2. Metode dalam pembuatan obat mulai dari tahap persiapan, proses produksi, dan pengemasan harus bebas dari bahan kotor atau mengandung najis.
  3. Penggunaan obat tidak menyebabkan efek berbahaya dikemudian hari.
  4. Aspek kebersihan pada setiap komponen harus diperhatikan, termasuk kebersihan personil, pakaian, peralatan, dan bangunan harus bebas dari najis dan kotoran.
Baca :  IDAI Minta Waspada, Bukan Melarang Minum Sirup Parasetamol

Bahan obat apakah yang dikategorikan tidak halal?

Islam memiliki panduan dan pedoman untuk berbagai bahan aktif dan bahan eksipien yang berstatus tidak halal, diantaranya:

Babi:

Tidak boleh menggunakan bahan yang berasal dari babi dan hewan yang tidak disembelih menurut aturan islam. Mengobati dengan bahan yang terlarang tidak dibolehkan, walaupun bahan tersebut efektif untuk penyembuahan.

Alkohol:

Menurut fatwa MUI, alkohol itu dibedakan antara alkohol yang berasal dari industri khamar dan alkohol yang bukan dari industri khamar. Hukum alkohol dari industri khamar adalah haram dan najis. Sedangkan alkohol yang bukan berasal dari industri khamar, jika digunakan sebagai bahan penolong dan tidak terdeteksi dalam produk akhir, maka boleh digunakan dan tidak bernajis. Khamar dengan alkohol terdapat perbedaan, karena tidak semua alkohol itu merupakan khamar, tapi semua khamar pasti mengandung alkohol.

Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamar untuk produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya haram. Sedangkan penggunaan alkohol/etanol hasil industri non-khamar (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non-khamar) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya: mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.

Gelatin:

Gelatin merupakan campuran antara peptida dengan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang secara alami terdapat pada tulang, tendon dan kulit binatang, seperti ikan, sapi, dan babi. Gelatin secara luas digunakan sebagai zat pembuat gel pada makanan, industri farmasi, fotografi dan pabrik kosmetik. Dalam industri pangan, gelatin luas dipakai sebagai salah satu bahan baku dari permen lunak, jeli, dan es krim. Dalam industri farmasi, gelatin digunakan sebagai bahan pembuat kapsul. Gelatin yang berasal dari binatang yang dilarang adalah haram.

Bahan lain:

Bahan aktif lain yang marak digunakan dalam industri farmasi adalah bahan aktif yang berasal dari manusia. Seperti keratin rambut manusia untuk pembentukan sistein. Maupun placenta manusia untuk obat-obatan, seperti obat luka bakar dan yang lainnya. Beberapa metode kedokteran bahkan menggunakan ari-ari atau placenta ini untuk obat leukemia, kanker, kelainan darah, stroke, liver hingga diabetes dan jantung. Menurut Abdullah Salim, berdasarkan keputusan Fatwa Munas VI MUI Nomor: 2/Munas VI/MUI/2000, tanggal 30 Juli 2000, tentang pengggunaan organ tubuh, ari-ari dan air seni bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika adalah haram

Baca :  Penggunaan Obat OTC Sakit Kepala Berlebih, Justru Sebabkan Migrain

Konsep darurat dalam pengobatan

  1. Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat
  2. Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti obat yang haram
  3. Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik pemeriksaannya maupun agamanya (i’tikad baiknya)

Konsep darurat ini berlaku di Indonesia pada penggunaan vaksin, beberapa vaksin yang penting seperti vaksin menginitis untuk calon jamaah haji yang berasal dari enzim babi. Begitupun dengan vaksin lainya yang berbahan dari hal yang diharamkan selama belum ada bahan pengganti yang halal maka dibolehkan sesuai kaidah darurat.

Kesimpulan

Peran penting semua pihak untuk menjamin “obat halal”. Industri farmasi sebagai pelaku dan penyedia obat didorong untuk melakukan sertifikasi halal produknya, para akademisi dan peniliti harus terus berupaya melakukan riset untuk menemukan bahan tambahan obat dari sumber yang halal, pemerintah pun harus mempermudah dan mendorong semua pihak agar terlibat aktif untuk mewujudkan jaminan produk halal.

Daftar Pustaka

  1. Asmak, S. Fatimah, I. Huzaimah, A.H. Khuriah and A.M. Siti Khadijah. Is Our Medicine Lawful (Halal)?. Middle-East Journal of Scientific Research 23 (3): 367-373, 2015
  2. ttp://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/11/375 [di akses tanggal 29 November 2016]. Bahan haram dalam obat.

Artikel Majalah Farmasetika ini termasuk kedalam artikel edisi khusus 4 tahun 2016 yang diterbitkan di http://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika

Share this:

About Norisca Aliza Putriana

Norisca Aliza Putriana, S.Farm, M.Farm, Apt. Dosen di Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.

Check Also

Pertimbangan Regulasi Terkait Model Peracikan 503B ke 503A untuk Apotek Komunitas

Majalah Farmasetika – Tinjauan mengenai persyaratan bagi apotek yang mempertimbangkan untuk memesan senyawa dari fasilitas …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.