Download Majalah Farmasetika

FDA Pastikan Penggunaan Obat Kombinasi LABA/ICS untuk pengobatan Asma/PPOK tidak Menyebabkan Kematian

Farmasetika.com – Sebuah pengkajian studi keamanan pasca pemasaran oleh US Food and Drug Administration (FDA) menemukan bahwa tidak ada peningkatan risiko gejala terkait asma serius yang signifikan dalam penggunaan agonis beta kerja lama (long-acting beta-agonis, LABA) bersamaan dengan kortikosteroid inhalasi (inhaled corticosteroid, ICS) untuk mengobati asma.

Obat-obat yang mengandung ICS dan LABA disetujui oleh FDA untuk mengobati asma dan PPOK.

Obat-obat ICS membantu mengurangi inflamasi pada paru yang dapat menyebabkan masalah pernapasan. LABA membantu otot-otot di sekitar saluran udara pada paru untuk tetap relaks untuk mencegah gejala-gejala seperti sesak, batuk, dada tertekan, dan napas pendek.

Beberapa kombinasi yang disetujui di antaranya fluticasone-salmeterol, fluticasone-vilanterol, mometasone-formoterol, dan budesonide-formoterol.

Pada tahun 2011, FDA mensyaratkan produsen obat-obat kombinsi LABA/ICS,di antaranya GlaxoSmithKline, Merck, dan Astra Zeneca, untuk melaksanakan penelitian pasca-pemasaran untuk mengevaluasi keamanan LABA jika digunakan bersamaan dengan ICS.

Keempat penelitian tersebut melibatkan 41.297 pasien penderita asma yang diobati dengan obat kombinasi LABA/ICS selama 6 bulan. Tiga penelitian melibatkan pasien berusia 12 tahun ke atas dan satu penelitian melibatkan pasien anak 4 hingga 11 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian ini, FDA menghapuskan kotak peringatan terkait kematian akibat asma dari penandaan produk obat yag mengandung ICS dan LABA. Selain itu, penjelasan mengenai hasil dari empat penelitian tersebut ditambahkan pada bagian Peringatan dan Perhatian dalam penandaan.

Dinyatakan oleh FDA dalam pembaharuan drug safety communication terkait syarat pencantuman kotak peringatan pada obat-obat kombinasi LABA/ICS pada 20/12/2017, pengkajian empat uji keamanan klinis menunjukkan bahwa mengobati asma dengan kombinasi LABA dan ICS “tidak menghasilkan efek samping terkait asma yang lebih berat dibandingkan pengobatan dengan ICS tunggal.”

Baca :  Terapi Pengganti Testosteron Secara Oral Gagal Diedarkan di Amerika

FDA menyatakan bahwa kombinasi LABA/ICS tidak meningkatkan risiko rawat inap akibat asma, kebutuhan tindakan intubasi, atau kematian akibat asma dibandingkan dengan ICS tunggal.

Penelitian-penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa produk kombinasi LABA/ICS lebih efektif dalam mengurangi serangan asma (kebutuhan penggunaan kortikosteroid oral) dibandingkan dengan ICS tunggal.

Menggunakan obat LABA tunggal untuk mengobati asma tanpa ICS untuk mengobati inflamasi paru menyebabkan peningkatan risiko kematian akibat asma. Dengan demikian, kotak peringatan yang menyatakan hal ini akan tetap dicantumkan pada penandaan obat-obat LABA tunggal yang disetujui untuk mengobati asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan asma yang dipicu oleh olahraga.

Penandaan obat yang mengandung ICS dan LABA juga tetap mencantumkan Peringatan dan Perhatian terkait kematian akibat asma jika menggunakan LABA tanpa ICS untuk mengobati asma.

Sumber:
1. Brooks, M., 2017, FDA Drops Boxed Warning on LABA/ICS Asthma/COPD Meds, diambil dari https://www.medscape.com/viewarticle/890470
2. FDA, 2017, FDA Drug Safety Communication: FDA review finds no significant increase in risk of serious asthma outcomes with long-acting beta agonists (LABAs) used in combination with inhaled corticosteroids (ICS), Diambil dari https://www.fda.gov/Drugs/DrugSafety/ucm589587.htm?utm_campaign=New%20FDA%20Drug%20Safety%20Communication%20update%20on%20long-acting%20beta%20agonists%20(LABAs)&utm_medium=email&utm_source=Eloqua pada tanggal 27 Desember 2017.
3. https://www.fda.gov/downloads/Drugs/DrugSafety/UCM589997.pdf

Share this:

About Hafshah

Hafshah Nurul Afifah, S.Farm., Apt. meraih gelar sarjana dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran pada tahun 2012. Gelar apoteker diperoleh dari Program Studi Profesi Apoteker Universitas Padjadjaran pada tahun 2016. Tahun 2012 hingga 2013 bekerja full-time sebagai editor buku farmasi di CV. EGC Penerbit Buku Kedokteran dan hingga saat ini masih aktif sebagai editor dan penerjemah lepas. Penulis pernah bekerja sebagai ASN di Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Maret 2019-Juni 2020 sebagai Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Pertama (analis laboratorium vaksin), namun saat ini kembali bekerja sebagai Spv. Registration Officer di sebuah industri farmasi swasta di Bandung.

Check Also

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.