Download Majalah Farmasetika

Cara Penanganan Penyimpangan Suhu Ruangan Dingin di PBF

Majalah Farmasetika – Pedagang Besar Farmasi (PBF) memiliki peran yang sangat penting dalam menangani, menyimpan, dan mendistribusikan suatu obat yang peka terhadap lingkungan.

Perubahan dan fluktuasi lingkungan dapat mempengaruhi dan mengurangi kualitas produk, dengan demikian dapat menimbulkan efek negatif pada konsumen.

Suhu pendistribusian dan penyimpanan produk cool room atau ruangan dingin harus dipertahankan antara 15-25°C. Kurangnya suhu penyimpanan yang tepat untuk produk obat adalah salah satu faktor umum yang dapat menurunkan mutu hingga dapat membahayakan konsumen. Hal tersebut perlu dilakukan pemetaan suhu dan penempelan alat pencatat suhu pada titik kritis

Suhu penyimpanan

Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memastikan bahwa kualitas dan kemanjuran produk pada saat penyimpanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Produk obat dapat rusak dan tidak berkhasiat ketika tidak disimpan pada suhu yang sesuai. Penyimpanan produk yang memiliki persyaratan atau kestabilan pada suhu tertentu. Menurut Farmakope edisi IV suhu penyimpanan obat dibagi menjadi:

  1. suhu beku : < 2oC (biasanya disimpan pada lemari pembeku)
  2. Suhu dingin: 2-8oC(biasanya disimpan pada lemari pendingin)
  3. Suhu Sejuk : 8-15 oC
  4. Suhu Terkendali:15-25 oC
  5. Suhu ruang :< 30 oC
  6. Suhu hangat :30-40 oC
  7. Suhu Panas :> 40 oC

Suhu penyimpanan produk harus dipertahankan sesuai dengan aturan pada setiap kemasan. Untuk menjaga kualitasnya, produk harus terus disimpan dalam kisaran suhu yang ditentukan dari produksi hingga penggunaan. Tempat penyimpanan produk diperlukan monitoring suhu dengan cara menempelkan alat pencatat suhu pada titik kritis. Untuk mendapatkan titik kritis maka dilakukan pemetaan suhu

Pentingnya penyimpanan produk obat

Penyimpanan merupakan salah satu hal penting yang berperan di dalam menjaga mutu produk. Produk obat yang dihasilkan oleh industri farmasi harus dapat memberikan efek yang diinginkan yaitu menyembuhkan suatu penyakit atau meningkatkan derajat kesehatan orang banyak, oleh karena itu penyimpanan obat harus dilakukan sebaik mungkin mengikuti aturan yang berlaku.

Ketidaksesuaian prosedur atau kondisi penyimpanan dapat berakibat pada ketidakefektifan obat bahkan sampai menyebabkan kerusakan obat yang dapat merugikan bagi perusahaan dan tentunya bagi pasien yang akan mengkonsusi obat tersebut. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kualitas suatu bahan atau obat yang disimpan. Salah satu elemen yang mempengaruhi kondisi penyimpanan yaitu suhu. Produk farmasi harus disimpan pada suhu yang sesuai untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya degradasi obat yang akan mempengaruhi kualitas dan keamanan obat

Baca :  Cara Apoteker Menjalankan Bisnis Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Kurangnya suhu penyimpanan yang tepat untuk produk obat adalah salah satu faktor umum yang dapat menurunkan mutu hingga dapat membahayakan konsumen.

Kebanyakan individu tidak memiliki sarana, pengetahuan, atau kemampuan untuk membedakan antara produk yang efektif dan tidak efektif, yang hanya dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus dan teknisi profesional. Ketika kondisi suhu dapat dipantau maka tenaga medis dapat mengetahui ketika harus membuang obat yang tidak aktif atau tidak efektif.

Pemetaan suhu adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui keberagaman atau distribusi suhu dalam ruangan. Alat pencatat suhu harus diletakkan pada titik yang terburuk dimana terjadi fluktuasi suhu tinggi. Titik-titik suhu tersebut akan dipergunakan sebagai tempat peletakan sensor perekam data. Pemetaan harus diulang sesuai hasil kajian resiko sehingga bisa terjadi modifikasi terhadap fasilitas maupun peralatan pengendali suhu. Pihak regulasi baik WHO, FDA, maupun BPOM telah membuat aturan mengenai keharusan pemetaan suhu untuk penyimpanan dan distribusi untuk mengawasi kompetensi distributor farmasi.

Kasus penyimpangan di cool room

Salah satu contoh kasus pada distributor yaitu peningkatan suhu di Cool Room hingga melebihi batas persyaratan saat melakukan penyiapan pesanan dari outlet-outlet. Hal ini dapat terjadi disebabkan personel tidak menutup pintu cool room dengan rapat dan pintu keluar masuk terlalu sering terbuka sehingga aliran udara luar masuk ke ruangan sehingga mempengaruhi suhu internal ruangan.

Jika penyimpangan tersebut terjadi maka luar area penyimpanan produk dapat dijadikan lingkungan pembanding atau acuan kontrol suhu. Jika hasil rata-rata suhu lingkungan pembanding sudah sesuai persyaratan maka pengaruh suhu dapat dinyatakan tidak mempengaruhi produk secara signifikan.

Jika hasil rata-rata suhu lingkungan pembanding tidak sesuai persyaratan makan pengaruh suhu dapat dinyatakan dapat mempengaruhi stabilitas obat yang berakibatkan produk obat rusak dan tidak dapat didistribusikan. Kasus ini dapat diatasi dengan cara yaitu

  1. Penambahan AC untuk menstabilkan suhu ruangan
  2. Pintu keluar masuk barang tidak dibuka terlalu lama,
  3. Dapat ditambahkan lapisan plastic pada pintu untuk meminimalisir udara panas dari luar ruangan masuk ke dalam ruang suhu terkendali (Cool Room).
  4. Pihak manajemen dapat memastikan penempatan thermometer pada titik kritis
  5. Diberikan alat peringatan untuk suhu titik kritis jika terjadi peningkatan suhu maka apoteker cepat mengatasi masalahnya
Baca :  Pentingnya Pelatihan Personil dalam Kegiatan Distribusi di Pedagang Besar Farmasi

Simpulan

Personel harus memonitoring suhu setiap ruangan sehingga tempat penyimpanan sediaan produk jadi tidak mempengaruhi stabilitas dan kualitas produk. Hal ini dapat mengurangi terjadinya kerusakan obat yang disebabkan suhu salah satunya terjadi perubahan kosistensi obat atau degradasi obat yang dapat mempengaruhi efektifitas obat. Untuk memonitoring suhu tempat penyimpanan dapat menempelkan alat pencatat suhu dan alat peringatan pada suhu titik kritis.

Sumber

Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Badan POM RI. 2020. Peraturan BPOM No 6 Tahun 2020 Tentang Cara Distribusi Obat Yang Baik. Jakarta: BPOM RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 mengenai Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 34 tahun 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 mengenai Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 34 tahun 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kemenkes RI

Share this:

About Elmira Rachma

Avatar photo

Check Also

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.