Farmasetika.com – Disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, Apoteker merupakan seseorang yang berhak untuk melakukan pekerjaan di bidang farmasi di Indonesia terutama bekerja sebagai apoteker karena telah menyandang gelar sarjana farmasi dan telah menyelesaikan pendidikan profesi apoteker dan juga telah mengucapkan sumpah yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Kewajiban apoteker
Sebagai pemeran utama usaha pelayanan kefarmasian, kewajiban apoteker telah diatur dengan jelas dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yaitu:
- Selalu berbuat baik dalam melakukan pekerjaan;
- Menjamin mutu barang yang diproduksi dan diperjualbelikan dimana ketentuan standar mutu barang atau jasa telah ditetapkan;
- Informasi yang diberikan merupakan informasi yang benar dan akurat serta diberikan secara jelas dan jujur;
- Berlaku sopan dalam melayani konsumen;
- Memberikan jaminan atas barang yang dibuat atau diperjualbelikan; memberikan ganti rugi atas kerugian akibat dari penggunaan barang atau jasa yang diperjualbelikan;
- Kewajiban apoteker sebagai pelayanan kefarmasian juga diatur dalam Pasal 15.
Terkadang dalam pekerjaannya di apotek, apoteker kerap berada pada posisi yang membingungkan ketika mereka mendapatkan seorang pasien yang menebus obat dengan memberikan resep valid yang ditulis oleh penulis resep (dokter) dan telah didapatkan konfirmasi dari dokter penulis resep tersebut tetapi apoteker juga harus menolak permintaan pasien penebus obat yang meminta untuk diberikan obat-obatan mereka yang tertera pada resep.
Disebutkan dalam salah satu pasal tentang kode etik apoteker di Indonesia bahwa mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak asasi pasien dan selalu melindungi makhluk hidup insani merupakan kewajiban seseorang yang mengemban pekerjaan sebagai apoteker.
Dapat diambil kesimpulan dari pernyataan tersebut bahwa seorang apoteker dapat mengatakan tidak atau bahkan menolak untuk memberi obat jika dalam pemberian obat yang tertera pada resep dosisnya tidak sesuai dengan tujuan terapi atau bahkan bisa membahayakan nyawa pasien.
Penyalahgunaan obat
Terdapat banyak bahan-bahan kimia yang bisa menyebabkan candu dan mempunyai celah yang begitu besar untuk disalahgunakan dan dapat membahayakan. Sama halnya seperti obat yang berfungsi sebagai obat penenang (misalnya prometazin dan dekstrometorfan) di sebagian negara di dunia sangat mudah untuk didapatkan.
Namun, sebagian apoteker selalu mendapatkan kesulitan dalam menentukan penebus obat yang berniat untuk menyalahgunakan obat dengan penebus obat atau pasien yang memang benar – benar membutuhkan obat dengan dosis tersebut.
Heroin, esktaksi, dan kokain yang termasuk obat-obatan narkotika golongan I tidak mendapatkan izin dari pemerintah untuk diproduksi dan diperjualbelikan untuk kepentingan terapi di negara Indonesia.
Hal ini juga tertera dalam peraturan perundang-undangan No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika yang dengan jelas mengatur tentang penyalahgunaan, termasuk perdagangan ilegal, kepemilikan pribadi serta konsumsi obat-obatan terlarang tersebut dimana hukuman bagi pelaku yang didapatkan bukti bahwa ia memproduksi, mengimpor dan mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I dapat dipidana denda hingga miliaran rupiah bahkan dipidana mati sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Tidak ada satupun orang yang menunjukkan tanda bahwa ia kecanduan obat dengan tanda yang sama. Setiap orang akan selalu menunjukkan tanda yang berbeda-beda pada umumnya, dimana hal tersebut terjadi dengan ditunjukkannya beberapa hal berikut, yaitu: bergerak seakan sedang gelisah, mudah tersinggung, gerakan yang tidak normal seperti yang lainnya, terlihat kebingungan, mengalami penurunan berat badan yang drastis dengan tiba-tiba, atau kenaikan berat badan, kejang pada otot, kedinginan, berkeringat dan tremor.
Ada juga beberapa tanda dan gejala lain saat gejala kecanduan obat tersebut muncul yang dapat digunakan sebagai bukti bahwa mereka kecanduan obat, yaitu:
- Biasanya mereka berbicara dengan suara yang sangat lembut dan sesekali bergumam saat berinteraksi dengan apoteker
- Berlaku kasar secara fisik ataupun dari ucapan, tidak terkontrol, dan juga agresif jika obat yang diinginkan tidak didapatkan atau terpenuhi
- Berpenampilan kotor dan berantakan, jorok ataupun perubahan lainnya
Jika pelanggan menunjukkan gejala yang sama, sebaiknya sebagai seorang apoteker, menolak untuk melayani pembelian obat yang ditebus oleh pasien tersebut. Dalam keadaan ini apoteker harus waspada dan sangat berhati-hati untuk menentukan pasien yang benar-benar membutuhkan obat tersebut dengan yang tidak demi menghindari dampak yang akan ditimbulkan.
Seorang pecandu obat dapat dilihat dari kedatangan mereka yang berulang kali untuk membeli obat seperti obat penenang dengan contoh over the counter yang sama dengan prometazin memiliki kemungkinan bahwa pasien tersebut merupakan pecandu obat.
Dalam kasus ini, berikan informasi kepada pasien tersebut bahwa apoteker yang bekerja di apotek memberi batas dalam pembelian obat lebih dari jumlah tertentu selama selang waktu tertentu, walaupun hal tersebut tidak tercantum didalam undang-undang.
Misalnya, “Maaf saya tidak bisa memenuhi permintaan anda hari ini karena di Apotek ini saya tidak diperkenankan untuk menjual lebih dari dua botol prometazin dalam waktu yang dekat atau kurang lebih sebulan, hal ini sesuai dengan ketetapan yang ada di apotek.”
Atau dapat juga untuk melihat catatan penggunaan obat untuk mengetahui jumlah dan tanggal pembelian terakhir obat tersebut. Berikan penjelasan tentang pemakain obat yang diminta kepada pelanggan tersebut dengan dosis berlebih.
Contohnya, “Jika dosis 10 ml yang sudah anda gunakan dan diminum 3 kali sehari untuk botol 500 ml sebelumnya, obat tersebut akan habis dalam jangka waktu setengah bulan. Itulah mengapa masih terlalu cepat untuk membeli lagi obat tersebut sekarang, karena anda baru membelinya kemarin.”
Tetapi untuk pelanggan yang sudah kelihatan akan berlaku kasar baik dalam ucapan mau tindakan dan agresif, jangan gunakan cara ini karena bisa menimbulkan efek untuk diri sendiri.
Pembelian obat berulang
Dalam kasus lain, hal yang sangat sering dijumpai dan masalah yang paling sulit saat menghadapi pelanggan adalah para pecandu yang datang ke apotek untuk membeli obat yang sama dalam jangka waktu yang singkat dan beralasan bahwa obat yang baru saja dibeli hilang atau bahkan obat yang akan dibeli diperlukan untuk persediaannya saat sedang berpergian.
Untuk kasus ini, luangkan waktu untuk mempertimbangkan kembali permintaan pelanggan tersebut. Berikan penjelasan yang bisa diterima oleh mereka, contohnya,
“Dari data pembelian obat yang dimiliki oleh apotek ini menunjukkan bahwa anda sering membeli obat ini, apakah ada yang bisa saya lakukan untuk anda?”
atau bisa juga dengan mengatakan
“Jika obat yang anda beli tidak memberikan efek terapi yang diinginkan kepada anda, apakah anda memperkenankan saya untuk memberi obat lain dengan keluhan umum yang anda alami?”
Dengan begitu tidak akan menyinggung perasaan mereka. Hal utama yang sangat penting dalam dunia kesehatan adalah keterampilan dalam berkomunikasi yang bijaksana, terutama bagi seorang apoteker dalam akan selalu berinteraksi dengan pasien yang menebus obat di apotek dan menangani penyalahgunaan obat.
Referensi:
https://today.mims.com
http://sipnap.kemkes.go.id/download/dokumen/32
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
Penulis: Adila Resca Harda, Elmira Rachma Ashari