Farmasetika.com – Eceng gondok lebih sering dianggap sebagai tumbuhan pengganggu perairan yang disebabkan tingkat pertumbuhannya yang sangat cepat dan daya tahan hidup yang tinggi. Namun dibalik semua itu, menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan di Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology (IJPST) menunjukkan bahwa eceng gondok sangat bermanfaat bagi dunia farmasi.
Selulosa di eceng gondok bisa dimanfaatkan untuk pembuatan Na-CMC
Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) memiliki kandungan selulosa yang tinggi sehingga berpotensi sebagai sumber bahan baku pembuatan carboxymethyl cellulose sodium (Na-CMC). Na-CMC telah digunakan secara luas di bidang farmasi sebagai eksipien. Na-CMC banyak digunakan sebagai emulsifying agent, gelling agent dan tablet binder.
Kandungan α-selulosa pada eceng gondok dapat mempengaruhi kualitas Na-CMC. Sehingga dalam penelitian yang dilakukan oleh tim dari Fakulta Farmasi, Universitas Padjadjaran melakukan karakterisasi Na-CMC yang dihasilkan dari sintesis α-selulosa eceng gondok dari dua wilayah tempat tumbuh yang berbeda yaitu Jatinangor dan Lembang Jawa Barat.
Metode yang dilakukan meliputi isolasi α-selulosa menggunakan natrium hidroksida 30%, sintesis Na-CMC melalui tahap alkalinasi menggunakan natrium hidroksida 40% dan karboksimetilasi dengan natrium monokloroasetat; penambahan crosslinker epiklorohidrin; dan karakterisasi Na-CMC.
Hasil isolasi α-selulosa dan sintesis Na CMC dari eceng gondok Jatinangor dan Lembang yaitu kadar α-selulosa masing-masing 76,53% dan 71,35%; rendemen Na-CMC sebesar 96,87% dan 85,03%. Hasil karakterisasi Na-CMC menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada nilai WHC (Water Holding Capacity) namun tidak terdapat perbedaan pada nilai OHC (Oil Holding Capacity) dari Na-CMC hasil sintesis dari tanaman eceng gondok yang tumbuh di Jatinangor dan Lembang.
Eceng gondok kaya akan selulosa
“Selulosa merupakan komponen struktural utama dinding sel dari tanaman hijau dan termasuk dalam golongan polisakarida. Selama ini sumber selulosa berasal dari kapas dan tanaman kayu dengan kadar sellulosa 90% dan 40-50%. Mengingat kebutuhan sellulosa yang sangat tinggi namun sumber tanaman kapas dan kayu yang menipis maka eceng gondok menjadi alternative sumber sellulosa yang sangat potensial.” ujar Dr Ida Musfiroh, M.Si, Apt., salah seorang tim peneliti.
Ketika ditanyakan mengapa memilih Jatinangor dan Lembang dalam sampling eceng gondok-nya, peneliti beralasan bahwa perbedaan ketinggian dari permukaan air laut bisa mempengaruhi kandungan kimianya.
“Jatinangor berada pada ketinggian 501 hingga 1000 meter diatas permukaan laut. Sedangkan, Lembang berada di ketinggian antara 1.312 hingga 2.084 meter di atas permukaan laut. Kandungan α-selulosa yang tergantung ekosistem tempat dan dapat mempengaruhi hasil serta kualitas Na-CMC hasil sintesisnya.” lanjutnya.
“Selain itu, daerah Jatinangor dan Lembang merupakan wilayah yang jauh dari kawasan industri, sehingga eceng gondok yang tumbuh di daerah ini diharapkan tidak mengandung kadar logam yang tinggi yang umumnya bersumber dari pembungan limbah industri sekitar, mengingat eceng gondok juga bersifat sebagai fitoremediasi yang mampu menyerap kandungan logam dalam perairan.” tambahnya.
“Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan eksipien Na CMC ini merupakan alternative lain untuk meningkatkan nilai ekonomis dari eceng gondok bagi masyarakat. Selain itu ,dengan bertambahnya bentuk pemanfaatan dari eceng gondok ini maka populasinya diharapkan dapat dikontrol, sehingga dapat diatasi permasalahan yang timbul akibat pertumbuhannya yang sangat cepat” tutupnya.
Sumber :
Indo. J. Phar. Scie. Tech. Vol. 3, No. 3, 99-110 (2016). http://dx.doi.org/10.15416/ijpst.v3i3.9582
Wiwiek Indriyati, Ida Musfiroh, Rembulan Kusmawanti, Sriwidodo, Aliya Nur Hasanah