Farmasetika.com – Kita pasti pernah merasakan gatal pada kulit. Banyak orang menganggap remeh rasa gatal yang dialaminya dan tidak terpikir jika rasa gatal itu bisa jadi pertanda suatu penyakit. Kita harus mewaspadainya, karena rasa gatal itu bisa menjadi peradangan kulit yang membahayakan bahkan menyebabkan kematian.
Dermatitis atopik
Peradangan kulit itu disebut Dermatitis Atopik (DA). DA adalah penyakit kulit yang ditandai dengan munculnya rasa gatal secara terus-menerus dan timbul ruam kulit yang memerah. Selain itu, kulit menjadi kasar, menebal, bersisik, dan kering. Pada kasus tertentu dapat menimbulkan rasa sakit bahkan mengeluarkan darah.
DA juga merupakan penyakit etiologi yang multifaktorial yang melibatkan jalur immunologic dan inflammatory yang kompleks. Hal ini sering dihubungkan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum, ketidakseimbangan sel T, perubahan perilaku sitokin, dan perubahan jumlah sel dendritik.
DA dianggap sebagai interaksi kompleks antara lingkungan host, gen-gen suseptibel, disfungsi fungsi sawar kulit, dan disregulasi sistem imun lokal dan sistemik.
Elemen utama dalam disregulasi imun adalah sel Langerhans (LC), inflammatory dendritic epidermal cells (IDEC), monosit, makrofag, limfosit, sel mast, dan keratinosit, semuanya berinteraksi melalui rangkaian rumit sitokin yang mengarah ke dominasi sel Th2 terhadap sel Th1, sehingga sitokin Th2 (IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13) meningkat dalam kulit dan penurunan sitokin Th1 (IFN-γ dan IL-2).
Epidemilogi Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik (DA) Secara Global
Epidemiologi DA di seluruh dunia berkisar antara 15-20% pada anak dan 1-3% pada dewasa. Berdasarkan hasil riset Kelompok Studi Dermatologi Anak (KSDAI), angka prevalensi kasus DA mencapai sekitar 23,67%, dimana DA menempati peringkat pertama dari 10 besar penyakit kulit anak.
Insidensi DA tertinggi biasa terjadi pada usia bayi dan anak-anak, dimana 85% kasus muncul pada tahun pertama kehidupan dan 95% kasus muncul sebelum usia 5 tahun. Riset yang dilakukan oleh The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) menyatakan bahwa DA merupakan penyakit dengan prevalensi yang tinggi dan dapat mengenai pasien baik pada negara berkembang atau negara maju.
ISAAC juga melaporkan perbandingan prevalensi DA berdasarkan jenis kelamin dengan keseluruhan rasio wanita : pria adalah 1,3 : 1,0.
Terapi Dermatitis Atopik
Kesenjangan utama yang menjadi penghambat pengobatan DA karena belum menemukan fenotip yang spesifik.Sejauh ini diagnosis DA hanya sebatas penilaian dari riwayat pasien dan dilihat secara visual pada kulit, karena belum tersedia pemeriksaan khusus laboratorium untuk DA
Pengobatan DA sampai saat ini yang sering dilakukan adalah pemberian pelembab atau emolien, kortikosteroid, dan inhibitor kalsineurin. Namun, pemberian topikal secara terus-menerus dapat menimbulkan efek samping jangka panjang. Terapi biologis juga diberikan seperti terapi bertarget sitokin (anti-IL-4Ra mAb Dupilimab dan anti-IL-31R mAb Nemolizumab), ini memberikan hasil yang baik akan tetapi terapi ini sangat mahal.
Terapi Baru TRPV1
Penelitian baru yang telah dilakukan sebagai agen terapi DA yaitu pengembangan transient receptor potential vanilloid (TRPV1).
TRPV1 adalah kation nonselektif dengan permeabilitas tinggi untuk kalsium dan sebagai super saluran ion yang dikenal sebagai saluran potensial reseptor sementara (TRPs).
TRPV1 dapat diaktifkan oleh TRPV1 agonis capsaicin atau mediator inflamasi endogen dan diekspresikan dalam jaringan kulit termasuk keratinosit dan saraf sensorik perifer.
Beberapa penelitian sebelumnya juga telah banyak membahas mengenai potensi TRPV1 sebagai terapi DA. Aktivasi TRPV1 dapat menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi dan pruritus.
TRPV1 telah banyak dikembangkan untuk pengobatan gangguan kronis seperti peradangan dan nyeri yang luar biasa. Namun, hal ini menimbulkan efek samping sistemik seperti hipermia. Guna meminimalkan efek sistemik TRPV1 dikembangkan dalam sediaan topikal.
Sediaan Krim
Krim PAC-14028 memiliki hasil yang lebih baik sebagai penghantar TRPV1 dibandingkan dengan emolien lain.
Krim antagonis TRPV1 PAC-14028 bertindak sebagai agen molekular yang dapat meningkatkan fungsi penghalang pada kulit dan menekan peradangan alergi pada model tikus yang diinduksi oxazolone (Ox). Bahkan tikus yang kulitnya berdarah, menunjukkan perubahan yang signifikan setelah pemberian krim tersebut.
Temuan ini menunjukkan kelayakan krim antagonis TRPV1 PAC-14028 sebagai agen terapi penyakit DA. Berdasarkan hasil tersebut untuk menilai kemanjuran dan keamanan krim antagonis TRPV1 PAC-14028, diuji pada pasien remaja dan dewasa yang menderita DA ringan hingga sedang.
Hasil uji tersebut menujukkan hasil yang signifikan pada penderita DA. Produksi IL-4 dan IL-13 dan sitokin Th2 menurun setelah pemberian krim antagonis TRPV1 PAC-14028.
Ini dapat menjadi salah satu pilihan pengobatan DA, diharapkan dapat meminimalkan keparahan DA, dan dapat segera diproduksi dan dipasarkan.
Sumber :
Debajyoti G., Jonathan A., Bernstein1, Gurjit K., Khurana Hershey, Marc E. Rothenberg, and Tesfaye B. Mersha. Leveraging Multilayered “Omics” Data for Atopic Dermatitis: A Road Map to Precision Medicine. Article Frontiers in Immunology. Des. 2018, Volume 9, pp. 1 – 22.
https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenerologi/dermatitis-atopik/epidemiologi
Ji-Hae Lee, Chang Soon Choi, Il-Hong Bae, Jin Kyu Choi, Young-Ho Park, and Miyoung Park. A Novel, Topical, Nonsteroidal, Trpv1 Antagonist, Pac-14028 Cream Improves Skin Barrier Function and Exerts Anti-Inflammatory Action Through Modulating Epidermal Differentiation Markers And Suppressing Th2 Cytokines In Atopic Dermatitis. Journal of Dermatological Science. Apr. 2018, pp. 1 – 11.
Leung DY, Boguniewicz M, Howell MD, Nomura I, Hamid QA. New insights into atopic dermatitis. J Clin Invest. (2004) 113:651 – 7. doi: 10.1172/JCI21060.
Novak N, Bieber T, Leung DY. Immune mechanisms leading to atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol. (2003) 112 : S128–39. doi: 10.1016/j.jaci.2003.09.032