Farmasetika.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengeluarkan pernyataan resmi terkait “Peredaran Obat Keras Yang Dijual Online/Daring” (18/3/19).
Menurut pernyataan di situs resmi BPOM, selain pengawasan rutin dan intensifikasi pengawasan peredaran obat di pasaran, BPOM juga memiliki strategi khusus dalam mengawasi obat secara daring yaitu cyber patrol yang merupakan pengawasan berkala terhadap obat yang dijual melalui market place/e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Elevenia, Shopee, dan lainnya, media sosial seperti Facebook dan Instagram, serta situs lainnya.
Selain itu, BPOM sejak tahun 2011 telah rutin berpartisipasi dalam Operasi Pangea yang dikoordinasikan oleh ICPO INTERPOL sebagai salah satu upaya pemberantasan obat ilegal termasuk palsu yang diiklankan di media internet.
Berdasarkan hasil penelusuran BPOM sejak tahun 2011 tersebut, telah ditemukan sejumlah situs dan media sosial yang menjual obat keras secara online, dimana obat tersebut digunakan secara off label (penggunaan obat di luar indikasi yang disetujui oleh BPOM). Terhadap situs-situs tersebut telah dilaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk dilakukan pemblokiran.
Selama tahun 2018 tidak kurang dari 2.217 situs/akun yang menjual obat tidak sesuai ketentuan, direkomendasikan untuk di-take down dan/atau diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, termasuk penjual obat dengan zat aktif misoprostol dengan merek dagang Gastrul dan Cytotec yang disalahgunakan dan dipromosikan sebagai obat penggugur kandungan. Penggunaan obat yang mengandung zat aktif misoprosol yang disetujui BPOM adalah untuk pengobatan tukak lambung dan tukak duodenum.
BPOM juga telah merekomendasikan 100 situs yang menjual dan mempromosikan Trivam kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk dilakukan take down pada tahun 2018. Trivam merupakan obat yang disetujui BPOM sebagai anestesi, namun sering disalahgunakan untuk melakukan kejahatan.
BPOM menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membeli dan mengonsumsi obat yang dijual secara online karena masyarakat tidak memperoleh informasi secara lengkap dan tepat. Khusus untuk penggunaan obat keras, harus dilakukan di bawah pengawasan dokter yang dibuktikan adanya resep.
Sumber : https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/97/PENJELASAN-BPOM-RI-TENTANG-PEREDARAN-OBAT-KERAS-YANG-DIJUAL-ONLINE-DARING.html