farmasetika.com – Indonesia mulai diserbu perusahaan ritel rokok elektrik (vape) dari Luar Negeri, salah satunya adalah JUUL Labs, perusahaan teknologi dan produsen vape dari Amerika Serikat yang mulai membuka toko pertamanya di Cilandak Town Square (Citos), Jakarta pada 6 September 2019. Juul merupakan Vape ternama versi survei Nielsen tahun 2018.
Merespon dibukanya toko elektrik perdana ini, Badan POM menghadiri konferensi pers yang diadakan oleh Koalisi Nasional Masyarakat Sipil, Jumat (06/09). Hadir sebagai narasumber dalam konferensi pers tersebut Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif, Rita Endang; Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau, Ifdhal Kasim; Ketua PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Hafizh Syata’aturrahman; dan perwakilan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Dr. Feni Fitriani Taufik Sp.P(K).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia saat ini hanya memiliki kewenangan terkait rokok konvensional, bukan terhadap vape.
Rita Endang menjelaskan bahwa mengonsumsi rokok elektronik menjadi ancaman masa depan bangsa Indonesia dan menjadi indikator keberlangsungan tingkat adiksi nikotin masyarakat yang tinggi. Masyarakat dihimbau untuk hidup sehat tanpa rokok konvensional maupun versi elektrik.
“Saat ini Badan POM hanya sebatas melakukan pengawasan sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 yaitu pengawasan terhadap rokok konvensional,” ungkapnya.
“Beberapa hal yang diatur mulai dari label, iklan, kadar nikotin, tar rokok konvensional,” imbuhnya.
Koordinator Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian tembakau meminta pembuatan regulasi yang tegas soal rokok elektronik seperti halnya rokok konvensional karena memiliki bahaya yang sama.
“Negara perlu tegas untuk melarang kehadiran Juul dan produk tembakau alternatif lainnya di Indonesia,” ujar Ifdal.
Kekhawatiran masuknya Juul di Indonesia juga disampaikan langsung oleh Ketua PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menegaskan perlu usaha preventif untuk menekan maraknya peredaran rokok elektronik di masyarakat khususnya kalangan remaja. Hal yang paling tepat adalah membuat regulasi yang jelas bersama beberapa kementerian terkait.
Rita Endang menambahkan bahwa Badan POM telah melakukan beberapa hal terkait peredaran rokok elektrik. Pada tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan buku kajian rokok elektrik di Indonesia isinya terkait dengan dampak, melihat peredaran di berbagai negara.
Badan POM juga telah mengambil dan melakukan pengujian sampel liquid rokok elektronik. Pada tahun 2019 Badan POM melakukan FGD dan pertemuan lintas sektor bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Narkotika Nasional, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan World Health Organization (WHO), untuk bersama-sama mengatasi masalah ini.
“Saat ini sedang dilakukan penyusunan Policy Paper untuk kebijakan pemerintah yang akan diambil. Badan POM tidak menutup mata terhadap persoalan yang ada. Kita tunggu regulasinya.” tutup Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif.
Sumber : Badan POM Tidak Tutup Mata Terhadap Peredaran Rokok Elektrik https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/16820/Badan-POM-Tidak-Tutup-Mata-Terhadap-Peredaran-Rokok-Elektrik.html