Download Majalah Farmasetika

Mengenal Sediaan Obat Cair Berbentuk Syrup dan Suspensi

Farmasetika.com – Masyarakat mengenal berbagai macam sediaan obat oral. Ada yang disebut tablet, kapsul, puyer dan syrup. Apakah tepat semua sediaan cair oral disebut syrup?. Ternyata secara teori sediaan farmasi cair untuk penggunaan oral terdiri dari beberapa jenis.

Tipe sediaan bentuk cair

Sebutan syrup biasanya digunakan untuk sediaan yang terlarut sempurna dalam cairan pelarutnya, sedangkan suspensi merupakan sebutan untuk cairan putih susu yang mengandung zat padat yang tidak larut dan hanya terdispersi dalam cairan pembawanya, namun ada lagi sediaan cair dengan sebutan emulsi yang merupakan campuran minyak yang terdispersi dalam air ataupun sebaliknya. Untuk itu mari kita mengenal lebih dalam tentang sediaan farmasi khusunya suspensi agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyebutan sediaan farmasi cair untuk penggunaan oral.

Keunikan suspensi

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali, dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Salah satu alasan pembuatan suspensi oral adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tetapi stabil bila disuspensi. Tujuan pembuatan sediaan suspensi dikarenakan mudah saat meminumnya, lebih mudah untuk memberikan dosis yang relatif besar dan mudah diberikan untuk anak-anak.

Untuk mendapatkan sediaan suspensi yang stabil perlu adanya penggunaan suspending agent. Penggunaan suspending agent bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan suspensi yang stabil. Evaluasi pada formulasi obat khususnya untuk uji stabilitas dapat digunakan uji stabilitas real time dan uji stabilitas dipercepat.

Flokulasi dan deflokulasi

Pembentukan suspensi terdiri dari dua system yaitu Sistem Flokulasi dan Sistem deflokulasi. Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan dan mudah tersuspensi kembali. Sedangkan dalam system deflokulasi partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen yang keras dan sukar tersuspensi kembali. Secara umum sifat sifat partikel pada suspensi dengan sistem deflokulasi adalah Partikel suspensi memiliki ukuran yang kecil dan dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, Sedimentasi yang terjadi lambat yang akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi, wujud suspense dengan system deflokulasi menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terliliat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut, namun dengan sedikit pengocokan campuran tersebut akan kembali homogen. Sedangkan sifat partikel pada system flokulasi ukuran Partikel lebih besar dan partikel merupakan agregat yang bebas, Sedimentasi terjadi cepat namun Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat serta mudah terdispersi kembali seperti semula dengan pengocokan.

Baca :  Mengenal Parameter Kestabilan Sediaan Suspensi

Suspensi yang stabil harus tetap homogen, partikel benar-benar terdispersi dengan baik dalam cairan, zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok endapan harus cepat terdispersi kembali. beberapa suspending agent yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan suspensi adalah Pulvis Gummi Arabici. CMC Na (Carboxymethylcellulose Natrium) dan PGS (pulvis gummosus). Beberapa Alasan pemilihan suspending agent karena mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya, tidak merubah struktur kimia, bersifat alami, dan dapat menghindari pengendapan.

Suspensi dengan system deflokulasi terlihat pada sediaan suspensi antasida yang mengandung AlOH dan MgOH. Pemilihan system deflokulasi pada sediaan ini dikarenakan komponen lebih stabil dalam kondisi terdispersi dan ukuran partikelnya lebih kecil sehingga system deflokulasi lebih cocok dalam pembuatan sediaan ini dengan penambahan suspending agent yang sesuai. Sehingga pengendapan tejadi lambat. Jika terjadi pengendapan supernatant masih berwarna keruh. Jika supernatant sampai berwarna benih dikhawatirkan sediaan sudah membentuk caking sehingga sukar terdispersi kembali.

Sedangkan pada contoh suspensi flokulasi digunakan pada beberapa senyawa antibiotik yang kurang stabil dalam larutan. Ketidakstabilan itu menuntut zat tersebut harus dilapisi terlebihdahulu dengan zat yang cocok untuk menjaga kestabilan pada saat terdispersi. Perubahan partikel menjadi granul membuat ukuran partikel menjadi lebih besar sehingga sistem flokulasi lebih tepat digunakan pada sediaan ini. Kemampuah terdispersi kembali akan selalu diperhitungkan pada formulasi sediaan ini.

Kestabilan sediaan suspensi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suspending agent berpengaruh besar dalam kestabilan obat. Namun factor-faktor lain juga dapat mempengaruhi kestabilan sediaan suspensi salah satunya adalah suhu penyimpanan. Karna suhu penyimpanan dapat mempengaruhi viskositas sediaan dan dapat mempengaruhi zat yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.

Sediaan suspensi yang stabil dibuat dengan berbagai rancangan formulasi oleh seorang alhi farmasi, dimana mereka mempertimbangkan segala aspek dalam menentukan formulasi. Sampai dengan pemilihan system pembuatan suspense yang disesuaikan dengan sifat zat yang akan dibuat dalam sediaan suspensi. Biasanya system flokulasi dipilih untuk membuat sediaan suspense dengan zat aktif yang tidak stabil dalam bentuk larutan walaupun dengan penambahan suspending agent zat tersebut tetap tidak mampu stabil dalam kondisi terlarut. Baikitu stabil secara fisik, kimia maupun biologi. Kejadian ini tampak pada sediaan suspense kering pada antibiotik

Pada suspensi dengan sistim deflokulasi juga terbentuk dari pemikiran para ahli farmasi yang telah merancang formulasi dengan pertimbangan beberapa aspek. Kestabilan suspensi deflokulasi lebih lama dibandingkan dengan suspensi flokulasi dengan ukuran partikel yang kecil menyebabkan sediaan tidak mudah mengendap namun jiaka terjadi pengendapan akan sukar terdispersi kembali dan membentuk caking disinilah para ahli farmasi mempertimbangkan pemilihan suspending agent yang cocok untuk membuat sediaan suspense deflokulasi yang baik.

Baca :  Konsep Flokulasi dan Deflokulasi dalam Sediaan Farmasi

Kerusakan fisik pada sediaan suspensi terlihat secara organoleptis, sedangkan kerusakan kandungan harus dianalisis secara instrumental. sediaan yang mengalami kerusakan fisik pada umumnya terlihat secara organoleptis adanya perubahan bentuk, berupa perubahan warna, perubahan bau, dan pengendapan. sedangkan secara instrumental biasanya dilakukan untuk melihat perubahan kadar dari zat yang terkandung didalamnya. Ketidakstabilan juga dapat mempengaruhi kandungan dari sediaan obat tersebut.

Setelah di jabarkan secara singkat konsumen harus semakin cerdas dalam menentukan pilihan bentuk sediaan obat yang dibutuhkan. Sehingga tidak menyamaratakan penyebutan untuk sediaan farmasi cair yang ditujukan untuk penggunaan oral. Konsumen juga harus tau membedakan system pembentuk sediaan suspense agar dapat menyesuaikan kebutuhan pengocokan sediaan sebelum digunakan untuk mencapai kesuksesan terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M, 2000, Farmasetika, 2000, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anjani, M.R., et al., 2011. Formulasi Suspensi Siprofloksasin Menggunakan Suspending Agent Pulvis Gummi Arabici: Uji Stabilitas Fisik Dan Daya Antibakterinya. Pharmacon, Vol.12; No.1 (Hal.26-32). Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ansel, H.C., 1995, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press; Jakarta.

Chasanaha N., Ika Trisharyanti DK, Peni Indrayudhaa., 2015. Formulasi Suspensi Doksisiklin menggunakan Suspending Agent Pulvis gummi arabici: Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fitriani Y.N., Cikra INHS., Ninis Yuliati., dan Dyah., 2015. Formulasi and Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS Sebagai Antihiperkolesterol. Jurnal Farmasi Sains dan Terapan, Vol.2 No.1: Hal.22‐26. Departemen Farmasi Industri, Fakultas Farmasi, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri, Indonesia.

Kelly. 2008. Accelerated Stability During Formulation Development of Early Stage Protein Therapeutics.

Lachman, L., & Lieberman, H.A., and Kanig L.J., 1996, Teori dan Praktek Farmasi Industri, diterjemahkan oleh Suyatmi S., Edisi Ketiga, 399-401, 405-412, UI Press, Jakarta.

Nash, A. R., 1996, Pharmaceutical Suspensions, in Herbert A. Lieberman, Martin M. Rieger, Gilberts, Banker, Pharmeceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Vol. 2, New York.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta.

Zaini, A.N., Dolih Gozali., 2017. Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat Sediaan Suspensi. Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 2. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.

Share this:

About Hairunnisa

Check Also

Zevtera, Antibiotik Ceftobiprole Medocaril Untuk Mengobati Staphylococcus Aureus Bacteremia (Sab)

Majalah Farmasetika – Staphylococcus aureus, merupakan patogen Gram-positif, Koagulase-Positif yang termasuk dalam Staphylococcaceae dengan bentuk …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.