farmasetika.com – Sistem penghantaran obat dalam bidang farmasi semakin berkembang dari masa ke masa. Kini telah banyak muncul beragam sediaan dengan berbagai modifikasi untuk menghasilkan sediaan yang semakin efektif dalam memberikan efek terapeutik. Salah satu jenis sediaan yang banyak mengalami perkembangan saat ini adalah sediaan semi solid. Sediaan semi solid kini tidak hanya terbatas pada sediaan topikal saja yang dapat memberikan efek lokal, akan tetapi ada sediaan transdermal yang kini semakin banyak digunakan karena kemampuannya memberikan efek sistemik melalui kulit.
Sediaan Transdermal
Sediaan transdermal merupakan salah satu alternatif sediaan yang memungkinkan obat untuk masuk ke dalam kulit dengan memberikan efek sistemik. Sediaan transdermal dianggap mampu mengontrol kecepatan penghantaran obat, sehingga saat ini banyak diminati dan telah tersedia dalam bentuk gel maupun patch, dan yang lainnya.
Penggunaan sediaan transdermal ini juga memiliki kelebihan tersendiri terutama jika dibandingkan sediaan oral, seperti:
- Mencegah terjadinya first pass effect di hati.
- Meningkatkan kepatuhan pasien.
- Mengurangi frekuensi pemberian obat.
- Mengurangi efek samping gastrointestinal.
Namun, di samping kelebihan tersebut ada keterbatasan dalam penghantaran obat melalui sediaan transdermal, yaitu dengan penggunaannya pada kulit, di mana sediaan transdermal harus melalui lapisan terluar kulit yaitu stratum korneum yang dapat membatasi penyerapan obat secara perkutan. Stratum korneum terdiri dari keratin dan dikelilingi oleh lapisan lipid interseluler yang sulit ditembus.
Oleh karena itu, diperlukan zat yang dapat membantu meningkatkan penetrasi zat aktif melalui kulit supaya zat aktif dalam sediaan transdermal tetap mampu memberikan efek yang maksimal. Zat tersebut adalah peningkat penetrasi (penetration enhancer).
Peningkat Penetrasi
Peningkat penetrasi merupakan zat yang mampu meningkatkan penetrasi atau perembesan obat ke dalam kulit. Peningkat penetrasi umumnya harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Memiliki sifat fisikokimia yang stabil dan bersifat inert.
- Tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi sehingga dapat diterima baik oleh kulit.
- Memiliki onset yang cepat, durasi aktivitas yang dapat diprediksi, serta efek yang reversibel.
- Kompatibel terhadap berbagai zat aktif.
- Setelah dihapus dari kulit, lapisan stratum korneum harus cepat pulih sepenuhnya.
- Dapat digunakan sebagai bahan farmasi dan kosmetik.
Terdapat beberapa mekanisme kerja peningkat penetrasi dalam meningkatkan permeasi zat aktif pada sediaan transdermal, di antaranya yaitu:
- Meningkatkan kelarutan atau fluidisitas dari stratum korneum sehingga bisa menurunkan kemampuan kulit sebagai barrier
- Melalui interaksi dengan lipid interseluler sehingga menyebabkan gangguan pada struktur kulit dan meningkatkan difusi obat melalui lipid.
- Melalui interaksi dengan protein intraseluler untuk meningkatkan penetrasi melalui lapisan korneosit.
- Meningkatkan aktivitas termodinamik dari obat dan kulit.
Terdapat beberapa zat yang dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi, di antaranya air, hidrokarbon, alkohol, asam lemak dan ester, amida, urea, sulfoksida, dan terpen serta terpenoid. Salah satu yang akan dibahas kali ini adalah terpen.
Terpen
Terpen merupakan komponen yang ditemukan dalam minyak atsiri, dan banyak terdapat pada bunga, buah, dan daun tumbuhan. Terpen merupakan senyawa yang hanya terdiri dari atom karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi tidak aromatik.
Terpen memiliki struktur dasar berupa isoprena (C5H8), di mana penggolongan terpen ini didasarkan pada jumlah isoprena yang terkandung dalam senyawa, di antaranya monoterpen (C10), sesquiterpen (C15), diterpen (C20), triterpen (C30), dan tetraterpen(C40). Terpen juga telah banyak digunakan dalam bidang farmasi sebagai zat pewangi. Selain itu, terpen juga berpotensi digunakan sebagai peningkat penetrasi sediaan transdermal.
Sebagai peningkat penetrasi alami, terpen telah terbukti memiliki kemampuan meningkatkan penetrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkat penetrasi sintetis.
Dibandingkan dengan penetrasi sintetis konvensional (seperti asam oleat, azon, dimetil sulfoksida (DMSO), dan etanol) terpen alami telah terbukti meningkatkan permeasi senyawa lipofilik dan hidrofilik. Selain itu terpen memiliki tingkat toksisitas yang lebih rendah ketika dibandingkan dengan peningkat penetrasi sintetik klasik seperti azon. Terpen juga dianggap lebih aman dibandingkan peningkat penetrasi sintetik seperti surfaktan, asam lemak/ ester, dan jenis pelarut. Selain itu, beberapa terpen (seperti 1,8-sineol, menthol, dan menthon) telah diakui dan termasuk ke dalam Generally Recognizes As Safe (GRAS) yang dikeluarkan oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat.
Terdapat banyak jenis terpen yang digunakan sebagai peningkat penetrasi, di antaranya:
- Monoterpen: Anethole, borneol, camphor, carvacrol, carvone, 1,8-cineole, 1,4-cineole, cymene, eugenol, fenchone, geraniol, limonene, linalool, menthol, menthon, α-pinene oxide, pulegone, rose oxside, safranal, terpinen-4-ol (4-terpinenol), α-terpineol, tetra-hydrogeraniol, thymol, dan verbenon-e.
- Sesquiterpen: α-bisabolol, famesol, nerolidol, dan valen-cene.
Aktivitas terpen sebagai peningkat penetrasi bergantung pada sifat fisikokimia dari terpen. Terpen dengan nilai log P yang lebih besar lebih efektif meningkatkan penetrasi zat aktif dibandingkan terpen yang memiliki nilai log P yang lebih rendah. Terpen dalam bentuk cairan dapat membentuk ikatan hidrogen yang lebih banyak dengan lipid interseluler stratum korneum sehingga memberikan efek permeasi yang lebih baik daripada terpen bentuk padatan.
Triterpen dan tetraterpen memberikan efek peningkatan permeasi yang buruk jika dibandingkan dengan terpen yang lainnya, sedangkan penambahan gugus fungsional seperti ester dan aldehid meningkatkan efektivitas peningkatkan permeasi. Terpen yang mengandung gugus polar oksigen lebih poten digunakan untuk meningkatkan permeasi obat yang bersifat hidrofilik daripada yang bersifat lipofilik.
Berdasarkan beberapa studi permeasi dengan menggunakan sel difusi serta kulit hewan ditemukan bahwa terpen seperti 1,8-sineol, menthol, dan limonen yang lebih efektif dalam memberikan efek peningkatan penetrasi.
1,8-sineol
1,8-sineol ditemukan dapat memberikan efek peningkatan permeasi yang cukup baik dibandingkan beberapa senyawa terpen lain. Di mana, pada konsentrasi 5-10%, 1,8-sineol mampu meningkatkan permeasi dari zidovudin lebih baik dibandingkan menthol, menthon, pulgeon, terpeniol, dan karvon.
Sineol juga mampu meningkatkan penetrasi dari 5-fluorouracil dengan penambahan kosolven propilen glikol.
Penambahan etanol dan sineol pada sediaan transdermal mampu meningkatkan penetrasi TRH (Thyrotropin Releasing Hormone) pada epidermis manusia.
Adapun mekanisme sineol dalam meningkatkan permeasi zat aktif diduga dengan interaksi sineol ke dalam kulit dan membentuk ikatan hidrogen dengan protein sehingga mengubah struktur lipid protein secara reversibel.
L-menthol
Menthol adalah senyawa monoterpen yang secara umum lebih efektif sebagai peningkat penetrasi karena ukuran molekulnya yang kecil. Mekanisme menthol sebagai peningkat penetrasi yaitu dengan mengganggu struktur lipid dari stratum korneum, meningkatkan difusi obat atau dengan meningkatkan koefisien partisi obat. Menthol juga dapat meningkatkan konduktivitas elektrik dari jaringan sehingga terbentuk pori-pori yang polar dari stratum korneum.
Penggunaan menthol sebagai peningkat penetrasi dengan konsentrasi 3% dapat meningkatkan permeasi dari ketoprofen pada sediaan gel transdermal dengan pengujian pada membran selofan terhidrasi.
Kombinasi menthol 5% dengan pelarut etanol menunjukkan peningkatan permeasi lebih baik pada zat aktif tetrakain pada sediaan transdermal jika dibandingkan dengan penggunaan menthol secara tunggal.
a-limonen
Penggunaan limonen cukup efektif untuk meningkatkan permeasi beberapa zat aktif.
Penggunaan limonen sebesar 5% mampu meningkatkan permeasi dari asam tiaprofenat dalam sediaan gel transdermal.
Selain itu, limonen juga memberikan efek permeasi yang paling tinggi dibandingkan dengan golongan terpen ainnya pada sediaan patch
yang mengandung lamotrigine.
Limonen juga memberikan peningkatan permeasi yang cukup baik pada sediaan patch ketoprofen.
Mekanisme limonen sebagai peningkat penetrasi diduga dengan bekerja mendisrupsi lipid pada stratum korneum pada kulit sehingga meningkatkan fluks penetrasi zat aktif.
Simpulan
Terpen memiliki potensi sebagai peningkat penetrasi alami yang dapat digunakan pada sediaan transdermal. Terpen efektif digunakan sebagai peningkat penetrasi karena mampu memberikan peningkatan permeasi yang baik dengan resiko iritasi yang rendah. Terpen dapat digunakan sebagai peningkat penetrasi untuk obat yang bersifat hidrofilik maupun lipofilik. Pemilihan terpen yang digunakan berdasarkan pada sifat fisikokimia, log P, serta gugus fungsional dari terpen tersebut.
Sumber:
Suwalie, E. R., dan Soraya R. M. 2017. Terpen sebagai Peningkat Penetrasi pada Sediaan Transdermal. Farmaka. Vol. 15 (3): 102 – 110.
Chen, J., et al. 2016. Natural Terpenes as Penetration Enhancers for Transdermal Drug Delivery. Molecules. Vol. 21 (12): 1709. Tersedia secara online di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6273457/. [Diakses pada tanggal 16 Juni 2019]
Pathan, I. B., dan C. Mallikarjuna S. 2009. Chemical Peneration Enhancers for Transdermal Drug Delivery System. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. Vol. 8 (2): 173 – 179.