Majalah Farmasetika – Salah satu tujuan diusulkannya Rancangan Undang-Undang Farmasi dan Praktik Keapotekeran (RUU F&PK) bertujuan untuk melindungi masyarakat (pasien / konsumen) dan para profesi Apoteker di Indonesia dalam menjalankan praktik profesi. Agar aparat kepolisian, stakeholder dan masyarakat, sesuai tupoksinya bisa menghargai kewenangan dan kode etik apoteker dalam menjalankan profesinya.
“Jika apoteker tidak lagi mempunyai perlindungan hukum dalam menjalankan praktek profesi, dapat menganggu kelancaran pelayanan farmasi kepada masyarakat,” kata Brigjend Pol (P) H. Mufti Djusnir, Apt., M.Si, Ketua Masyarakat Farmasi Indonesia (MFI) sekaligus Ketua Bidang Advokasi PP IAI, dalam seminar “Membangun Sinergi Dalam Mencegah Peredaran / Penyalahgunaan Narkoba, Obat Palsu dan Ilegal” , Minggu (5/12/2021).
Sesuai press rilis yang diterima redaksi kemarin (6/12/2021). Diskusi tersebut diselenggarakan PC IAI Kabupaten Bojonegoro berkolaborasi dengan Polres Bojonegoro dan Dinas Kesehatan Bojonegoro. Dalam kesempatan itu hadir Kanit Lidik Resnarkoba Polres Bojonegoro Ipda Tian Anggoro, SH dan Kabid SDK Dinkes Kab Bojonegoro, drg. Heru Sambodho.
Seminar ini salah satu upaya solusi dari membangun sinergi dalam mencegah peredaran / penyalahgunaan narkoba, obat palsu dan 1legal di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Dengan berbagai pendekatan dan memperbaiki komunikasi antara pimpinan Polres maupun pendekatan/komunikasi level menengah /pelaksana oleh tim advokasi PD IAI Jawa Timur (Arif Sidharta Buana, SSi, Apt.) dengan support Ketua MFI dan Bidang Advokasi PP IAI (Brigjend Pol (P) Drs.Mufti Djusnir, MSi., Apt.), diharapkan tercipta suasana praktik profesi yang kondusif ke depan. “Seminar ini kita selenggarakan dengan harapan sebagai pemahaman bersama tupoksi masing-masing pihak ( Polres, Dinkes dan IAI) dalam menyikapi praktik profesi Apoteker di Apotek dan mencegah peredaran narkoba serta obat ilegal” Papar Ketua PC IAI Kabupaten Bojonegoro, Drs. M. Ihsan, M.Si, Apt.
Secara terpisah,Mufti menceritakan berbagai kasus yang menimpa apoteker praktik. Menurut Mufti, selama ini banyak kasus kriminalisasi yang dialami oleh apoteker, karena minimnya perlindungan hukum bagi mereka, hal itu bisa mengancam keberadaan profesi apoteker, “Saat ini beberapa sejawat Apoteker terpaksa mendekam di penjara, saat dia menjalankan tugas profesi” Ungkap mufti “membuat profesi apoteker pada posisi yang semakin berbahaya, yang akhirnya dapat menganggu kelancaranan pelayanan farmasi kepada masyarakat”
Mufti menandaskan, saat ini sudah ada pasal perlindungan bagi tenaga kesehatan, namun pasal ini tidak dapat melindungi praktik apoteker secara berkelanjutan. Karena pasal tersebut tidak Like Spesialis tentang praktik apoteker. Yaitu UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 186 dan pasal 189 ayat 1 ;
Pasal 186:
Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga adanya pelanggaran hukum di bidang kesehatan, tenaga pengawas wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 189:
(1) Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan.
“Dari pasal diatas masih sebatas mengatur kapan waktunya penyidik Polri berhak masuk ke dalam Apotek” Terang mufti.
Mufti menambahkan, pasal pidana 196 dan 197 UU No.36 /2009 tentang kesehatan , tidak dapat dikenakan kepada Apoteker yang sedang praktik peracikan, karena meracik dan pelayanan obat dan sediaan farmasi adalah kewenangan dari apoteker yg sedang menjalankan praktik di Apotek. Hal ini dilindungi dengan;
- UU Obat Keras St.419 tgl 22 Des 1949, Pasal 1 dan pasal 3 ayat (2).
- PP No.72 Tahun 1998 bagian ke V tentang Penyerahan pasal 16.
- PMK No.73 Tahun 2016 bab III tentang Pelayanan Farmasi Klinik.
- PMK No.73 Tahun 2016 terkait Pelayanan Konseling Apoteker dengan mengisi formulir 6 dan 7.
“Namun ini semua belum dapat melindungi praktik apoteker secara berkelanjutan dan paripurna. Karena regulasi tersebut tidak Like Spesialis tentang praktik apoteker. Sehingga diperlukan regulasi spesialis melindungi praktik, termasuk otorisasi dalam pemakaian alat praktik (obat dan sediaan farmasi lain). Agar kedepannya tidak lagi terjadi Kriminalisasi terhadap praktik apoteker, kita sangat membutuhkan RUU Farmasi Dan Praktik Keapotekeran yang saat ini sedang diperjuangkan MFI” Tutup Mufti. *Red/NW