farmasetika.com – Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), baru-baru ini menjelaskan “Early Communication : Interaksi Antara Rosuvastatin dan Ticagrelor Mengakibatkan Risiko Rhabdomyolysis” melalui situs e-meso.pom.go.id.
Sehubungan dengan adanya informasi keamanan obat terbaru yang diperoleh dari WHO UMC-Signal, BPOM menyampaikan informasi untuk tenaga kesehatan profesional sebagai upaya meningkatkan kehati-hatian bagi tenaga kesehatan profesional dalam penggunaan obat tersebut untuk pasien.
Informasi keamanan ini merupakan hasil analisis laporan kasus efek samping obat (ESO) dari WHO Global database diantaranya Interaksi Antara Rosuvastatin dan Ticagrelor Mengakibatkan Risiko Rhabdomyolysis.
Rosuvastatin diindikasikan untuk pengobatan hiperkolesterolemia pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak berusia enam tahun atau lebih dengan hiperkolesterolemia primer (tipe IIa terrnasuk heterozygous familial hypercholesterolemia) atau dislipidemia campuran (tipe IIb) sebagai tambahan diet jika respon saat diet tidak cukup dan perawatan non-farrnakologis lainnya (misalnya olahraga, pengurangan berat badan) yang tidak memadai.
Ticagrelor, diberikan bersama dengan asam asetilsalisilat dindikasikan untuk pencegahan kejadian atherothrombotic pada pasien dewasa dengan sindrom koroner akut atau dengan riwayat infark miokard dan berisiko tinggi menyebabkan kejadian atherothrombotic.
Pada bulan September 2016, Uppsala Monitoring Centre (UMC) WHO melakukan pendeteksian signal yang berfokus pada interaksi obat terhadap WHO global data base (VigiBase), dan terdapat 5 laporan kasus yang menunjukkan adanya interaksi antara ticagrelor dan rosuvastatjn yang mengakibatkan kejadian efek samping rhabdomyolysis.
Usia pasien dari 5 kasus rhabdomyolysis tersebut adalah 4 pasien lansia (70 hingga 82 tahun) dan 1 pasien 46 tahun, dan semua berjenis kelamin laki-laki.
Rhabdomyolysis merupakan efek samping yang telah diketahui pada penggunaan statin, Faktor risiko terjadinya efek samping pada penggunaan rosuvastatin adalah pasien lanjut usia (70 tahun keatas) dan atau pasien yang memiliki gangguan ginjal dan hati. Sedangkan pada penggunaan ticagrelor, belum terdapat informasi adanya kejadian rhabdomyolysis dalam literatur.
Kasus yang diidentifikasi dalam VigiBase terkait dengan kemungkinan interaksi antara statin (rosuvastatin) dan penghannbat trombosit agregasi trombosit (ticagrelor), yang menyebabkan terjadinya rhabdomyolysis karena terdapat peningkatan konsentrasi plasma statin.
Penjelasan interaksi tersebut adalah bahwa ticagrelor mengubah fungsi sehingga meningkatkan konsentrasi rosuvastatin yang kemudian dapat menyebabkan rhabdomyolysis saat konsentrasi kritis rosuvastatin dalam plasma tercapai.
Rosuvastatin terutama dieliminasi melaiui ekskresi empedu, dan hanya 10% ekskresi di ginjal. Pasien menjelaskan bahwa sebelum kejadian rhabdomyolysis, pasien mengalami mual beberapa hari setelah penggunaan ticagrelor, yang merupakan efek samping yang telah diketahui dari obat ini.
Kondisi ini dapat memicu gagal ginjal akut, yang kemudian ditengarai menyebabkan memburuknya fungsi ginjai ditandai dengan meningkatnya kreatinin, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi rosuvastatin, yang dapat memicu rhabdomyolysis, yang selanjutnya juga dapat merusak fungsi ginjal. Setelah dilakukan penghentian kedua obat tersebut gejala rhabdomyolysis berkurang atau hilang dan pasien membaik.
Interaksi itu mungkin dapat terjadi pada kondisi pasien yang lain, tidak hanya pada pasien dengan gangguan ginjal akibat penggunaan ticagrefor, tapi juga dapat disebabkan oleh polimorfisme farmakogenomik karena bisa mengarah ke konsentrasi rosuvastatin yang lebih tinggi
Kasus yang dilaporkan dapat dilihat sebagai signal adanya interaksi antara ticagrelor dan rosuvastatin terutarna pada pasien berisiko tinggi (pasien lansja, gangguan ginjal, polfmorfisme farmakogenomik, dan juga interaksi dengan ezetimibe).
Hingga bulan Oktober 2017 Badan POM RI sebagai Pusat Farmakovigilans Nasional menerima dua laporan terkait penggunaan rosuvastatin bersamaan dengan ticagrelor, namun tidak terdapat risko rhabdornyolysis pada penggunaannya.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan kepada sejawat tenaga kesehatan profesional. Badan POM RI merasa perlu untuk menyampafkan informasi ini. Apabila dalam praktik klinik sehari-hari, para tenaga kesehatan profesional menerima adanya keluhan interaksi obat yang mengakibatkan rhabdomyolysis atau efek samping lainnya pada pasien, dihimbau agar melaporkan efek samping tersebut kepada Badan POM RI menggunakan form kuning MESO atau dapat melaporkan secara online melalui Subsite http://e-meso.pom.go.id ke Badan POM RI.
Sumber :
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…