Farmasetika.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kemenkes RI, Dinkes Prov DKI Jakarta, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) POLRI, dan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) pada 21 Oktober 2019 menggelar diskusi, sebagai tindak lanjut rilis berita dari Badan POM terkait Penjelasan Lebih Lanjut Ranitidin yang tercemar N-Nitrosodimethylamine (NDMA) ini. Cemaran tersebut dalam jangka panjang berisiko memicu kanker.
Berdasarkan hasil diskusi yang diterima Majala Farmasetika, turut hadir Dita Novianti (Kemenkes RI), Dhimas Prasetyo (Bareskrim), M Huda (Bareskrim), Ani Ruspitawati (Dinkes Prov DKI Jakarta), Andreas Bayu Aji (GP Farmasi), Muhamad Yamin (PP IAI), Tri Asti Isnariani (BPOM), dan Umar Faroq (BPOM).
Diskusi ini menghasilkan 5 kesepakatan diantaranya :
- Status peredaran ranitidin saat ini adalah suspend dimana ranitidin dihentikan sementara produksi, distribusi, dan pelayanannya. Industri Farmasi tidak memproduksi, PBF tidak mensistribusikan, dan Apotek tidak melakukan penyerahan kepada pasien untuk sementara waktu (statua quo)
- Bareskrim POLRI akan mengeluarkan Surat Telegram (ST) untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai ST/300/X/Res. 5.1/2019/BARESKRIM pada 10 Oktober 2019 bahwa status ranitidin saat ini adalah status quo, maka pengawasan dilakukan oleh BPOM beserta UPTnya.
- Jika terindikasi unsur Pidana terkait penyimpangan ranitidin, maka PPNS BPOM bersama POLRI dapat berkoordinasi untuk melakukan tindakan hukum.
- Kemenkes dan Dinkes akan mensosialisasikan dan melakukan pembinaan kepada sarana pelayanan kesehatan mengenai penghentian sementara pelayanan ranitidin.
- IAI dan GPFI akan mensosialisasikan dan melakukan pembinaan kepada anggotanya mengenai penghentian sementara produksi, distribusi, dan pelayanan ranitidin.