Farmasetika.com – Rubrik Opini. Sama seperti teman sejawat lainnya, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) nomor 3 Tahun 2020 terkait klasifikasi dan perizinan rumah sakit membuat saya kaget dan mati gaya dalam beberapa hari..
Dalam pikiran saya, bagaimana bisa PMK tersebut tidak sejalan dengan regulasi lainnya yang ada.
Seperti kita ketahui, dalam Praktek pelayanan kefarmasian, kita menjalankan praktek berdasarkan PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan Farmasi, PMK 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian dan SNARS standar PKPO.
Jika kita telaah satu satu, sepertinya hanya PMK no 3 yang tidak sejalan dengan regulasi diatas.
Mari kita lihat PMK 72 tahun 2016.
Pada Pasal 3 (1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan meliputi standar:
- Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
- Pelayanan farmasi klinik, meliputi
pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran riwayat penggunaan Obat; rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
Sekarang kita bandingkan dengan PMK no 3 tahun 2020 dimana pada pasal Pasal 25 berbunyi :
“Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) merupakan pelayanan kefarmasian yang menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Maka menurut PMK no 3 tahun 2020, pelayanan Farmasi Klinis tidak termasuk pelayanan kefarmasian.
Bagaimana Dampaknya bagi pelayanan kefarmasian di RS
- Adanya regulasi yang tidak sejalan, akan membuat standar pelayanan kefarmasian tidak seragam di RS. Dengan adanya PMK no 3, maka Pelayanan Kefarmasian dapat dilaksanakan dengan melakukan pengelolaan persediaan farmasi saja.
- Dengan dasar PMK no 3, maka kegiatan pelayanan Farmasi klinis pada ayat 1 PMK 72 tahun 2016, bukan merupakan standar pelayanan Farmasi di RS
- Kegiatan Pemantauan terapi, pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, Pelayanan Informasi obat merupakan rangkaian kegiatan yang masuk dalam pelayanan medis. Jika PMK no 3 memasukan pelayanan Farmasi menjadi pelayanan non Medis, artinya kegiatan yang disebut diatas boleh bila tidak dilaksanakan
Berdasarkan dampak yang timbul dan pengaruh pelaksanaan PMK no 3 terhadap pelayanan kesehatan secara menyeluruh di RS, maka menurut saya, sebaiknya :
- Pihak terkait dapat meninjau kembali kategori Pelayanan Farmasi dari non medis menjadi medis
- Meninjau kembali cakupan pelayanan kefarmasian, dengan mengembalikan dan mencantumkan pelayanan kefarmasian mencakup pelayanan persediaan dan pelayanan Farmasi klinis
- Mengajak Organisasi Profesi, KARS, dan Praktisi juga Akademisi, untuk mendengar pendapat dan perspektif dari tinjauan berbagai aspek agar PMK dapat disusun sesuai dan sejalan dengan regulasi lainnya dan Standar yang ada.
Saya bukan ahli dalam bidang regulasi.
Saya hanyalah praktisi yang membutuhkan regulasi dan standar yang jelas untuk menjadi acuan dalam pelayanan kefarmasian di Rumah sakit.
Karena..
Pelayanan Kefarmasian, merupakan salah satu unsur dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh..
Pelayanan Kesehatan tidak akan pernah lepas dari pelayanan kefarmasian, termasuk didalamnya pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan Farmasi Klinik.
Semoga PMK no 3 tahun 2020 dapat ditinjau kembali.
Oleh: Lusy Noviani, Apoteker Praktisi di salah satu Rumah Sakit di Jakarta