Majalah Farmasetika – Dalam rangka menyambut event Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia atau World Antimicrobial Awareness Week (WAAW) yang telah dicanangkan oleh World Health Organization (WHO) pada tanggal 18-24 November 2020, Jagareksa Antibiotik sebagai wadah berkumpulnya komunitas penggiat penggunaan antibiotik yang benar menyelenggarakan Raising Awareness Campaign for Community di sekitaran Titik Nol Yogyakarta dan Pasar Gede Surakarta yang bertujuan untuk mengajak masyarakat agar peduli terhadap penggunaan antimikroba yang juga sekaligus sebagai salah satu upaya dalam pencegahan resistensi antimikroba.
Slogan WAAW 2020 ini berbunyi “Antimicrobials: Handle with Care” dan tema khusus yang diangkat untuk kesehatan manusia adalah “United to Preserve Antimicrobials
Apoteker Sukir Satrija Djati sebagai founder Jagareksa Antibiotik yang juga seorang promotor kesehatan memandang antibiotik ini sebagai berkah luar biasa yang dikaruniakan Tuhan kepada umat manusia, maka dari itu harus dijaga oleh orang-orang luar biasa yang tidak berdiam diri agar resistensi antimikroba tidak terjadi lagi pada anak cucu kita kedepannya.
Jagareksa Antibiotik mengawali perjalanan promosi kesehatan tentang penggunaan antibiotik yang baik benar sejak tahun 2012 .
Dengan slogan yang pertama kali dikenal yakni “ Katakan Tidak Pada Antibiotik Tanpa Resep Dokter dan Indikasi Medis yang Jelas”.
Beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh beliau adalah apotek informatif, kolaborasi dengan masyarakat, kolaborasi dengan anak muda, menginternasional dan mewujudkan community deal (3H, hanya dengan resep dokter, harus dihabiskan, harap tidak berbagi antibiotik). Saat ini Bapak Sukir fokus meningkatkan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang baik dan benar di daerah Yogyakarta dan Surakarta.
Tujuan WHO adakan World Antimicrobial Awareness Week
Tujuan utama World Health Organization (WHO) mengadakan kegiatan World Antimicrobial Awareness Week (WAAW) atau Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan resistensi antimikroba serta mendukung praktik tenaga kesehatan, pembuat kebijakan dalam mencegah munculnya dan penyebaran lebih lanjut terkait penyakit-penyakit resisten terhadap antimikroba.
Antimikroba itu sendiri dapat diartikan sebagai obat antibiotik, antijamur, antivirus, antiprotozoa yang bertindak sebagai agen yang mengatasi infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Resistensi antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR) dapat terjadi ketika bakteri, virus, jamur, dan parasit melawan efek dari obat dan menyulitkan infeksi untuk diobati serta meningkatkan penyebaran penyakit, keparahan penyakit hingga meningkatkan kematian.
Faktor-faktor yang meningkatkan kejadian resistensi antimikroba antara lain seperti, penggunaan obat yang berlebihan pada manusia, hewan, dan tumbuhan juga akses yang buruk terhadap sanitasi air bersih serta kebiasaan higienitas yang rendah.
Menurut WHO yang mengeluarkan rancangan dunia ada beberapa peran tenaga kesehatan khususnya apoteker yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi hal-hal yang dapat memicu resistensi antibiotik.
Pertama, dengan cara meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya resistensi antibiotik.
Kedua, para tenaga kesehatan diminta hati-hati, dalam menulis resep dan atau melayani pelanggan ketika pembelian antibiotik.
Ketiga, dilakukan aksi campaign supaya tidak sakit, seperti pentingnya mencuci tangan dan menutup mulut ketika bersin. Sebagai generasi muda, hal ini dapat dimaksimalkan melalui media sosial sebagai bentuk andil pencerdasan terhadap publik.
Keempat, dibuatnya kebijakan negara yang pro terhadap penggunaan antibiotik, seperti Komite Pengendalian Resistensi Antibiotik (KPRA).
Kelima, eksekusi di lapangan dalam penolakan dan edukasi pembelian antibiotik tanpa resep di apotek.
Jagareksa Antibiotik gelar kampanye di Surakarta dan sekitarnya
Jagareksa Antibiotik bekerja sama dengan Republik Aeng-Aeng dan Mayor Haristanto dalam menyelenggarakan Raising Awareness Campaign for Community di Surakarta, kampanye yang dilaksanakan juga turut didukung oleh mahasiswa farmasi dan apoteker di Surakarta.
Pesan-pesan menarik yang disampaikan dalam kampanye berupa “Pastikan Antimikroba Diperoleh dengan Resep Dokter dan Diserahkan oleh Apoteker”; “Antimikroba Bukan Hanya untuk Kita namun untuk Anak Cucu Juga”; “Orang Hebat Gunakan Antimikroba dengan Cermat”; “Antimikroba Lestari Dunia Berseri”; dan pesan-pesan lainnya terkait penggunaan antimikroba yang benar.
“Surakarta merupakan barometer Indonesia dan Yogyakarta sebagai kiblat penggunaan antimikroba yang benar di Indonesia, jika warga Surakarta dan warga Yogyakarta bisa bijak menggunakan antimikroba maka akan menjadi contoh nyata yang menginspirasi bagi warga kota-kota lain di Indonesia.” ujar Sukir Satrija Djati kepada redaksi melalui aplikasi Zoom.
Selain memberikan pemahaman kepada masyarakat, tentunya kesadaran dalam menggunakan antibiotik secara bijak harus dimiliki oleh para Apoteker yang memiliki label “ahli obat”.
Generasi muda apoteker harapan utama memutus resistensi antibiotik
Sukir Satrija Djati juga menyampaikan bahwa generasi muda Apoteker menjadi harapan utama dalam menghentikan rantai penggunaan antibiotik yang tidak bijak di kalangan Apoteker.
Menurutnya, ibaratkan kertas yang akan diisi dengan tulisan, tentunya akan lebih mudah saat menulis pada kertas yang masih bersih dan hasilnya pun tentu akan lebih indah. Begitupun demikian, mengubah karakter dari para Apoteker yang sudah terjun di dunia kerja tentunya akan lebih sulit dibandingkan memberi bekal kepada para calon Apoteker muda dalam menjaga komitmen untuk “sayang pada antibiotik”.
Oleh sebab itu, menjadi sangat penting bagi instansi pendidikan Apoteker untuk memberikan pemahaman dan wawasan sejak dini mengenai pentingnya penggunaan antibiotik secara bijak sehingga para calon Apoteker dapat memiliki pemahaman yang baik dan mampu menjaga komitmennya untuk “sayang pada antibiotik” hingga masa yang akan datang.