Majalah Farmasetika – Polimer implan adalah suatu polimer yang dapat mengirim atau membawa obat untuk menuju ke suatu target dan obat akan terlokalisasi sehingga dapat memberikan efek terapi yang maksimal dengan konsentrasi obat yang lebih rendah dibandingkan sediaan konvensional.
Implan kontrasepsi digunakan mencegah kehamilan dalam waktu jangka panjang dengan sekali pemberian dibawah kulit. Jenis polimer yang dapat digunakan seperti polimer biodegradable/non-biodegradable.
Contoh polimernya polietilen, poliuretan, silikon, polikaprolakton. Sediaan implan kontrasepsi yang tersedia di Indonesia seperti Norplant®, Jadelle®, Sino Implan (II) ®, Implanon NXT®, Nexplanon®. Implan kontrasepsi kedepannya dapat dikembangkan dengan menggunakan konsep implan pembentuk in situ dan polimer biodegradable sebagai pembawa sehingga tidak diperlukan tindakan pelepasan implan.
Definisi polimer implan
Polimer implan adalah suatu polimer yang dapat mengirim atau membawa obat untuk menuju ke suatu target dan obat akan terlokalisasi sehingga dapat memberikan efek terapi yang maksimal dengan konsentrasi obat yang lebih rendah dibandingkan sediaan konvensional[1,2,3].
Sedian implan memberikan jawaban dari kekurangan sediaan-sediaan konvensional, dimana sediaan implan dapat digunakan untuk obat-obatan yang tidak bisa diberikan secara oral/diminum seperti menghindari efek metabolisme pertama, menghindari rusaknya obat ketika kontak dengan cairan asam lambung maupun cairan di usus.
Selain itu, sediaan implan memberikan keuntungan seperti dapat menurunkan efek samping obat, meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan, meningkatkan kadar obat di dalam darah, dapat memberikan terapi dalam jangka waktu yang lama dengan pemberian cukup satu kali dan jika terjadi efek samping obat yang berbahaya, implan bisa dilepas dari tubuh dan efek samping obat dapat dihentikan[3,4,5,6].
Penggunaan implan kontrasepsi telah digunakan oleh jutaan wanita di seluruh dunia dan telah diizinkan lebih dari enam puluh negara. Kemanjurannya yang tinggi dan penerapan yang mudah menyebabkan implan menjadi pilihan utama sebagai kontrasepsi hormonal bagi wanita.
Implan kontrasepsi memiliki tingkat perkembangan yang tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain dan juga memiliki efektivitas yang sangat tinggi dalam mencegah kehamilan yaitu kurang dari 1 per 100 wanita dalam satu tahun.
Di atas 5 tahun, terdapat 2 juta kehamilan yang yang dapat dicegah dengan penggunaan implan kontrasepsi. Saat ini, penggunaan bentuk sediaan kontrasepsi jangka pendek, seperti kontrasepsi oral atau suntik, dialihkan menjadi kontrasepsi implan[7,8]. Penggunaan implan kontrasepsi telah banyak digunakan di berbagai dunia.
Penggunaan implam kontrasepsi di Indonesia
Di Indonesia penggunaan implan sebagai kontrasepsi telah meningkat pesat karena memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan sediaan suntik maupun oral. Implan kontrasepsi yang tersedia terdapat 2 jenis yaitu implan batang tunggal etonogestrel dan implan batang dua levonorgestrel. Profil farmakologi dari kedua implan kontrasepsi tersebut adalah sama.
Implan kontrasepsi batang dua seperti Sino-Implan (II)® dan Jadelle®, sedangkan implan kontrasepsi batang tunggal seperti Implanon®. Kontrasepsi implan sangat efektif dan aman digunakan serta sebagai metode kontrasepsi dengan durasi kerja yang lama[9,10].
Namun, pelepasan implan setelah selesai digunakan menjadi masalah karena membutuhkan tenaga kesehatan. Untuk mengatasi masalah tersebut, implan kontrasepsi dikembangkan dengan menggunakan polimer yang dapat terurai didalam tubuh (Biodegradable) dan dikeluarkan melalui ginjal tanpa proses pembedahan untuk melepaskan implan[11].
Implan Kontrasepsi
Implan kontrasepsi berbentuk batang kecil, dan dipasang di lengan atas secara subkutan. Implan tersebut bisa melepaskan hormon seperti progesteron secara perlahan ke dalam aliran darah dalam jangka waktu lama, berbulan-bulan atau bahkan sampai 5 tahun. Efektivitasnya dapat menurun pada wanita yang memiliki penyakit atau gangguan perdarahan[12]. Implan kontrasepsi sebagai bentuk sediaan jangka panjang yang dapat reversible, sehingga diharapkan dapat mencegah atau menunda kehamilan[13].
Kontrasepsi jangka panjang reversible sebelumnya telah ditetapkan oleh National Institute for Health and Care Excellence sebagai metode kontrasepsi hormonal dimana penggunaannya cukup sekali per siklus. Kontrasepsi hormonalnya seperti copper IUD (Intra Uretin Device (diberikan setiap 5-10 tahun)), implan progestin subdermal (diberikan setiap 3-5 tahun), kombinasi cincin vagina (membutuhkan pemberian setiap 4 minggu), sistem progestin intrauterin (diberikan setiap 3-5 tahun), dan suntik progestin (diberikan setiap 8-13 minggu)[14].
Prevalensi Penggunaan Implan Kontrasepsi
Meskipun sudah ada jutaan implan di seluruh dunia, tetapi prevalensinya masih rendah. Prevalensi penggunaan implan pada wanita yaitu 18% di seluruh dunia, dan prevalensi tertinggi yaitu di India, sekitar 36%[15].
Pada 2010, hanya 2,6% wanita (<30 tahun) menggunakan implan di Prancis[16]. Sementara itu, pada tahun 2008, wanita usia subur di Inggris yang menggunakan implan sebagai kontrasepsi sekitar 1-2%[17]. Negara-negara Columbia, Burkina Faso, Norwegia, Rwanda dan Ethiopia telah berhasil dalam meningkatkan prevalensi penggunaan implan kontrasepsi lebih dari 3% wanita usia subur[15].
Keuntungan Kontrasepsi Implan
Keuntungan implan adalah memiliki efektivitas yang tinggi dan kemudahan penggunaan. Setelah implan dipasang, tidak ada penanganan lanjut hingga obat dilepaskan dari implan. Sebab, implan merupakan teknik kontrasepsi yang cocok bagi wanita yang sulit mengingat waktu pemakaian, seperti pil.
Meskipun implan terlihat jelas di bawah kulit dan meninggalkan bekas luka kecil, penyediaan alat kontrasepsi di rumah tidak diperlukan. Pengguna juga tidak perlu mengisi ulang kontrasepsi. Implan kontrasepsi bebas dari pengaruh estrogen. Wanita dengan kontraindikasi hormon estrogen, sangat tepat menggunakan implan kontrasepsi. Akibatnya wanita yang memiliki kondisi medis tertentu seperti hipertensi, trombotik vena atau adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit trombofilia masih dapat menggunakan metode kontrasepsi ini [18,19].
Wanita yang menggunakan implan bisa mendapatkan kembali kesuburannya dengan cepat, hanya saja perlu 1 bulan pertama setelah pelepasan implan untuk memulihkan siklus ovulasi menjadi normal. Tingkat kehamilan di tahun pertama setelah pengangkatan sama dengan tingkat kehamilan pada wanita yang tidak menggunakan metode implan kontrasepsi. Tidak berdampak pada kesuburan jangka panjang di masa depan.
Selain itu, implan tidak membatasi penggunaan ASI. Implan adalah metode terbaik untuk wanita menyusui. Tidak ada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas ASI, dan bayi tetap dapat tumbuh normal. Manfaat lain dari implan adalah dapat menurunkan banyaknya kehilangan darah pada saat menstruasi, sehingga dapat membantu mencegah anemia[19].
Manfaat implan[20]:
Memiliki kepatuhan yang tinggi pada pasien, lebih sedikit efek samping – pelepasan obat ke dalam tubuh dikendalikan, kontrol yang lebih baik di lokasi target dan konsentrasi obat dalam plasma secara konstan, dosis lebih rendah – obat tidak dimetabolisme sebelum menuju ke target, stabilitas obat meningkat dalam tubuh, alergi obat – jika pasien memiliki alergi atau menunjukkan gejala yang merugikan reaksi terhadap obat tersebut, implan bisa segera dilepas.
Kerugian dari kontrasepsi Implan:
Kerugian utama implan adalah periode yang tidak terjadwal. Meski bagi kebanyakan wanita, implan bisa mengurangi kehilangan darah ketika menstruasi, dalam kasus yang tidak umum bisa memperpanjang periode waktu menstruasi[18]. Ada studi yang mengevaluasi perdarahan setelah implanasi etonogestrel, didapatkan hasil bahwa 22% mengalami amenore, 34% jarang terjadi perdarahan (perdarahan atau bercak), 7% sering terjadi perdarahan, dan 18% adalah perdarahan yang berlebihan[21].
Wanita yang menggunakan implan lebih sering mengeluh tentang kenaikan berat badan[19, 22].
Selain itu, prevalensi akne, dismenore, dan endometriosis meningkat pada wanita dengan implan kontrasepsi. Efek samping lainnya termasuk pusing, sakit kepala, mual, ruam, dan perubahan mood. Dalam kasus yang jarang terjadi, pengguna implan mungkin mengalami sakit kepala parah atau migrain[19].
Jenis Implan Kontrasepsi
- Implan Levonorgestrel (implan LNG)
Implan LNG terdiri dari dua batang yang dimasukkan menggunakan trocar V sekali pakai. Dua produk yang tersedia adalah Sino-Implan (II)® dan Jadelle®. Ukuran batang 2,5 × 43 mm dan masing-masing batang mengandung 75 mg levonogestrel. Silikon tipis (Silastic®) membungkus levonogestrel[9, 23].
- Implan Etonogestrel (implan ENG)
Implanon NXT® / Nexplanon® adalah implan etonogestrel berbentuk batang tunggal (2 × 40 mm) yang dapat dimasukkan dengan mudah karena menggunakan aplikator khusus. Implan etonogestrel sangat efektif dan lebih aman. Namun, membandingkan angka kehamilan antara Implan levonogestrel dan etonogestrel, tidak ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya[24,25].
Farmakologi
Mekanisme kerja implan subdermal yaitu untuk mencegah ovulasi, penetrasi sperma ke dalam lendir serviks, dan implanasi dengan melemahkan endometrium[26]. Etonogestrel dapat menghambat ovulasi pada 97% wanita; kondisi ini bisa dicapai dalam 8 jam sejak pemasangan. Sehingga Artinya, efektivitas dapat dipastikan sejak penyisipan.
Efektivitas implan kontrasepsi progestin dapat dikurangi dengan obat yang bersifat inducer seperti terapi antiretroviral, beberapa antibiotik, dan beberapa obat antiepilepsi[27]. Sebaiknya tidak menggunakan implan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan narkotika untuk jangka panjang.
Pemasangan Impan
Waktu penyisipan
Implan pada wanita digunakan untuk menghindari kehamilan, implanasi implan dapat digunakan kapan saja. Implan sangat efektif digunakan/dipasang selama 5 hari pertama siklus menstruasi, dimulai dari hari pertama menstruasi. Jika wanita yang melakukan implan mengalami gangguan siklus menstruasinya, tes kehamilan harus dilakukan setelah 3 minggu. Implan ini efektif setelah 7 hari jika dipasang pada saat siklus menstruasi. Oleh karena itu, jika wanita tersebut melakukan hubungan seksual, perlu menggunakan alat kontrasepsi lain seperti kondom selama 7 hari setelah pemasangan. Alternatif kontrasepsi lain dapat digunakan dengan hati-hati jika perlu diperpanjang hingga 2 minggu[24].
Jika implanasi ingin dipasang setelah melahirkan, pemasangan implan dapat dilakukan dilakukan setelah 21 hari nifas. Dalam kondisi ini, tidak perlu untuk tindakan pencegahan ekstra seperti wanita dengan menstruasi normal siklus. 15 Wanita yang sedang menyusui hingga 6 bulan setelah persalinan, dapat diasumsikan bahwa wanita tersebut tidak hamil[24].
Teknik penyisipan
Penyisipan awal implan dilakukan dengan anestesi local, hal ini dilakukan agar penyisipan bisa lebih efektif. Pemasangan implan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari pemasangan masuk ke otot atau saraf atau terjadi cedera pembuluh darah. Penggunaan aplikator sebaiknya digunakan dengan kemiringan 30° pada kulit dan setelah itu segera setelah jarum menembus lapisan dermis diturunkan ke posisi horizontal. Setelah jarum menembus kulit, penarikan jarum secara hati-hati. Kemudian sesuaikan kedalaman implan di bawah permukaan kulit. Setelah pemasangan, tenaga kesehatan akan memverifikasi keberadaan implan dengan melakukan pemeriksaan dengan jari/ujung jari/telapak tangan merasakan ukuran dan lokasi. Pastikan bahwa implan telah berhasil dimasukkan ke dalam lengan[24].
Efek Samping Penyisipan
Efek samping setelah pemasangan implan kontrasepsi termasuk memar, nyeri, kemerahan, atau iritasi. Lesi infeksius (selulitis) setelah pemasangan akan tetapi tidak tidak terjadi pada implan etonogestrel, terkadang kasus infeksi luka akibat proses pemasangan implan memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Efek samping yang terjadi setelah implanasi dapat terjadi perubahan pola pendarahan vagina, antara lain tidak adanya menstruasi (amenore), penurunan gairah seks, pusing, perubahan suasana hati, depresi, mual atau nyeri perut dan penambahan berat badan[28].
Tempat Penyisipan
Untuk daerah penyisipan implan, implan etonogestrel (Norplant®) disarankan berada di antara otot lengan atas bagian depan dan otot lengan atas bagian belakang dan samping. Penyisipan dilakukan 8 sampai 10 cm di atas area epikondilus humerus medial (perbatasan lengan atas dan bawah). Untuk penyisipan Implanon NXT® dimasukkan ke dalam lengan atas untuk menghindari pembuluh darah besar dan saraf. Penyisipan dilakukan dengan hati-hati, untuk menghindari risiko kerusakan saraf pada pembuluh darah yang dilakukan dengan penyisipan atau pelepasan implan[24].
Waktu Pelepasan
Setelah 3 tahun setelah pemasangan atau setelah implan selesai, implan harus dilepas karena efektivitas implan berkurang. Proses pelepasan implan yang dilakukan adalah proses bedah kecil yang serupa yang dilakukan seperti pada proses penyisipan implan[28].
Polimer bentuk sediaan implan
Polimer yang digunakan dalam implan secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu polimer non-biodegradable(tidak dapat terurai dalam tubuh) dan biodegradable (dapat terurai didalam tubuh). Polimer non-degradable digunakan karena cenderung memiliki kecocokan dengan bahan yang lainnya dan cocok dengan kondisi di dalam tubuh, dan mekanisme sistem pelepasan obat adalah difusi atau swelling[11,29]. Contoh polimer non-degradable adalah silikon, turunan selulosa, dan akrilik[11].
Polimer ini cocok untuk penggunaan jangka panjang sebagai implan tulang dan gigi[30].
Polimer biodegradable lebih aman digunakan karena dapat terurai dan menghasilkan produk yang tidak beracun bagi tubuh sehingga dapat dibersihkan secara efisien oleh tubuh. Tidak perlu operasi untuk pengangkatan implan setelah pengobatan selesai[11,31].
Implan yang dapat terurai dalam tubuh seperti PLA (Poly Lactic Acid) dan PLGA (Poly Lactic co-Glycolic Acid). Jenis polimer ini banyak digunakan sebagai polimer bedah dan telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administrations) untuk pemberian dengan cara melalui suntikan. Polimer ini juga memiliki kelemahan. Produk hasil uraian yang bersifat asam dapat mengalami reaksi yang tidak diinginkan. Selain itu, biaya implan dengan polimer biodegradable lebih tinggi daripada polimer non biodegradable[32].
Hingga saat ini, beberapa sediaan farmasi yang menggunakan polimer yang dapat terurai didalam tubuh telah disetujui oleh FDA. Sistem ini telah menghasilkan berbagai jenis obat seperti hormon, antitumor, dan antibiotik[33, 34]. Sifat fisikokimia obat merupakan kunci utama untuk menentukan mekanisme pelepasan obat dari implan dengan polimer PLA atau PLGA.
Implan menunjukkan terjadi pelepasan yang besar ketika diawal dan diikuti dengan pelepasan cepat. Beberapa obat yang dibuat dengan implan PLA atau PLGA bertujuan untuk dilepaskan di lokasi target, yang merupakan keuntungan dari pemberian obat dari implan dengan polimer PLA atau PLGA[35]. Beberapa contoh jenis polimer lainnya seperti polietilen, poliuretan, silikon, polikaprolakton, dll.
Pengembangan Implan Kontrasepsi
Implan kontrasepsi pertama dibuat oleh The Population Council dan diizinkan pada tahun 1983 di Finlandia, yaitu Norplant®. Norplant® terdiri dari enam batang, setiap batang mengandung levonorgestrel dengan dosis 36 mg.
Levonorgestrel adalah progestin yang diproduksi secara sintetis yang memiliki kemiripan dengan progesteron alami pada wanita. Pada tahun 2008, produksi Norplant® dihentikan karena adanya produk generasi baru. Produk tersebut adalah implan dua batang (implan Sino (II)® dan Jadelle®) dan implan batang tunggal (Nexplanon®/Implanon NXT® dan Implanon®). Implan baru lebih mudah untuk dimasukkan dan diambil kembali[25, 36].
Pada tahun 1996, Jadelle® disetujui oleh FDA. Jadelle® terdiri dari dua batang, dimana setiap batang mengandung levonorgestrel dengan dosis 75 mg. Pada tahun yang sama, produk serupa (dua batang dan 75 mg levonorgestrel) diperkenalkan di China, yaitu Sino-Implan (II)®. Dua tahun kemudian, Implanon® pertama kali diperkenalkan tetapi pada tahun 2006 FDA baru memberikan persetujuannya. Implanon® mengandung 68 mg etonogestrel dan juga progestin[37, 38].
Implan batang tunggal generasi baru, Implanon NXT®, memiliki kemiripan desain dengan Implanon® tetapi lebih radio-opaque. Radio-opaque adalah gambaran suatu massa/ benda yang menghalangi dari jalannya sinar radiasi sehingga menimbulkan warna putih bukan berwarna hitam.
Karena radio-opacity dari Implanon NXT® lebih tinggi, jika implan dimasukkan terlalu dalam di dalam kulit dan ketika proses pengangkatan, implan sangat sulit dilacak, sehingga harus dengan menggunakan x-ray untuk mendeteksi keberadaan implan. Implanon NXT® juga memiliki trocar, alat yang digunakan untuk memasukkan implan batang[39].
Implan pembentuk in situ merupakan salah satu perkembangan implan terkini. Perkembangan yang pesat dari implan ini dikarenakan beberapa keunggulannya, seperti kemudahan dalam pengaplikasiannya, memperpanjang durasi obat, mengurangi dosis, meningkatkan kepatuhan pasien, dan keuntungan utamanya adalah mengurangi prosedur invasif.
Sebelum penyuntikan, implan dalam keadaan cair, sedangkan setelah disuntikkan ke dalam tubuh, larutan polimer mengeras menjadi keadaan semipadat dan melepaskan obat secara perlahan. Ada beberapa cara dalam proses pemadatan implan, termasuk ikatan silang, penghilangan pelarut, perubahan suhu, pH, dan lain-lain[40, 41].
PLGA adalah polimer biodegradable dan biocompatible (cocok dengan tubuh) yang paling banyak digunakan sebagai pembawa dalam sistem penghantaran obat sustained release. PLGA larut sepenuhnya dalam N-methyl-2-pyrrolidone (NMP) atau pelarut organik lainnya dan mengendap saat disuntikkan ke lingkungan air, dalam hal ini cairan tubuh.
Hal ini dikarenakan pelarut organik berdifusi keluar dan air masuk ke dalam matriks polimer. Baik obat hidrofilik dan obat hidrofobik dapat dengan mudah dilarutkan atau disuspensikan ke dalam larutan PLGA, dan tidak ada penanganan lain yang diperlukan untuk implan in situ, dan sangat cocok untuk pengiriman obat protein dan peptida[40].
Peluang mengembangkan bentuk sediaan implan kontrasepsi
Saat ini, kebanyakan sediaan dirancang relatif mudah dan dibuat menjadi bentuk sediaan oral. Namun demikian, desain ini masih menimbulkan beberapa masalah seperti kepatuhan pasien, kompleksitas desain, serta sistem biaya yang akan mengontrol laju pelepasan obat, dosis, dan pengiriman obat menuju target tertentu.
Pada akhirnya, perlu merancang bentuk sediaan yang tidak mengalami fluktuasi konsentrasi obat di dalam darah karena ketidakpatuhan pasien. Akhirnya, implan bisa mengatasi masalah tersebut. Namun tantangannya adalah bagaimana merancang implan yang lebih efektif dari segi biaya dan nyaman digunakan oleh pasien (non-invasif dan spesifik)[20].
Penerapan implan kontrasepsi membutuhkan skill yang terlatih karena masih bersifat invasif, dimana implan harus dipasang dan dilepas. Implan kontrasepsi generasi baru, Implanon NXT®, memberikan kemudahan dalam mendeteksi tempat implan.
Peluang yang dapat dikembangkan dari implan kontrasepsi antara lain dengan menggunakan konsep implan pembentuk in situ sehingga pemasangan dengan prosedur operasi dapat diganti dengan suntikan. Kemudian harus mengembangkan implan menggunakan polimer biodegradable untuk mengatasi masalah pelepasan implan.
Implan kontrasepsi yang tersedia di Indonesia saat ini seperti Norplant®, Jadelle®, Sino Implan (II) ®, Implanon NXT®, Nexplanon®.
Kesimpulan
Kontrasepsi implan adalah kontrasepsi hormonal yang mengandung progestin dosis rendah yang dimasukkan secara subdermal dengan durasi jangka panjang. Implan kontrasepsi mencegah terjadinya kehamilan dengan cara membuat lendir serviks lebih kental dan mengganggu pembentukan endometrium.
Beberapa manfaat kontrasepsi implan antara lain efektivitasnya yang sangat tinggi. Dengan demikian, implan kontrasepsi banyak diminati oleh masyarakat untuk mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan dan mengendalikan pertumbuhan populasi manusia.
Dan pada akhirnya manfaatnya adalah meningkatkan kualitas hidup. Implan kontrasepsi kedepannya dapat dikembangkan dengan menggunakan konsep implan pembentuk in situ dan polimer biodegradable sebagai pembawa sehingga tidak diperlukan tindakan pelepasan implan.
Daftar Pustaka
- Langer, R. New methods of drug delivery. Science 1990, 249, 1527–1533.
- Rajgor, N.; Bhaskar, V.; Patel, M. Implantable drug delivery systems: An overview. Syst. Rev. Pharm. 2011, 2, 91–95.
- Dash, A.; Cudworth, G. Therapeutic applications of implantable drug delivery systems. Pharmacol. Toxicol. Methods 1998, 40, 1–12.
- Fialho, S.L.; da Silva Cunha, A. Manufacturing Techniques of Biodegradable Implants Intended for Intraocular Application. Drug Deliv. 2005, 12, 109–116.
- Rabin, C.; Liang, Y.; Ehrlichman, R.S.; Budhian, A.; Metzger, K.L.; Majewski-Tiedeken, C.; Winey, K.I.;Siegel, S.J. In vitro and in vivo demonstration of risperidone implants in mice. Schizophr. Res. 2008, 98, 66–78.
- Schlesinger, E.; Johengen, D.; Luecke, E.; Rothrock, G.; McGowan, I.; van der Straten, A.; Desai, T. A Tunable,
- Pleaner M, Morroni C, Smit J, Lince Deroche N, Chersich MF, Mullick S, et al. Lessons learnt from the introduction of the contraceptive implant in South Africa. SAMJ South African Med J 2017;107:933–8.
- Hubacher D, Mavranezouli I, McGinn E. Unintended pregnancy in sub-Saharan Africa: magnitude of the problem and potential role of contraceptive implants to alleviate it. Contraception 2008;78:73–8.
- Steiner MJ, Lopez LM, Grimes DA, Cheng L, Shelton J, Trussell J, et al. Sino-implant (II) a levonorgestrel-releasing two-rod implant: systematic review of the randomized controlled trials. Contraception 2010;81:197–201.
- Mansour D. Nexplanon®: what Implanon® did next. BMJ Sex Reprod Heal. Br Med J Publishing Group 2010;36:187–9.
- Santos A, Sinn Aw M, Bariana M, Kumeria T, Wang Y, Los. Drug-releasing implants: current progress, challenges and perspectives. J Mater Chem B; 2014. p. 1–28.
- NHS Choices. Contraceptive implant; 2014. p. 1–2.
- Cameron ST, Glasier A, Chen ZE, Johnstone A, Dunlop C, Heller R. Effect of contraception provided at termination of pregnancy and incidence of subsequent termination of pregnancy. Int J Obstet Gynaecol 2012;119:1074–80.
- Excellence C. Guideline-LARC guideline consultation table consultation; 2014. 2014. p. 1–25.
- Nations U. World Family Planning; 2017. p. 1–43.
- Moreau C, Bohet A, Hassoun D, Teboul M, Bajos N. Trends and determinants of use of long-acting reversible contraception use among young women in France: Results from three national surveys conducted between 2000 and 2010. Fertil Steril 2013;100:451–8.
- Lader D. Opinions Survey Report No. 41 Contraception and Sexual Heath, 2008/09; 2009. p. 1–105.
- Stoddard A, McNicholas C, Peipert JF. Efficacy and safety of long-acting reversible contraception. Drugs 2011;71:969–80.
- Russo JA, Miller E, Gold MA. Myths and misconceptions about long-acting reversible contraception (LARC). J Adolesc Health 2013;52:S14-21.
- Kleiner LW, Wright JC, Wang Y. Evolution of implantable and insertable drug delivery systems. J Controlled Release 2014;181:1–10.
- Mansour D, Korver T, Marintcheva-Petrova M, Fraser IS. The effects of Implanon® on menstrual bleeding patterns. Eur J Contracept Reprod Heal Care 2008;13:13–28.
- Darney P, Patel A, Rosen K, Shapiro LS, Kaunitz AM. Safety and efficacy of a single-rod etonogestrel implant (Implanon): results from 11 international clinical trials. Fertil Steril 2009;91:1646–53.
- Rowlands S, Searle S. Contraceptive implants: current perspectives. Open Access J Contracept 2014;5:73–84.
- Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare. Introduction: Efectiveness of Contraceptive Method. UK Med Eligibility Criteria Contracept. UK: Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare; 2016. p. 1–7.
- Power J, French R, Cowan FM. Subdermal implantable contraceptives versus other forms of reversible contraceptives or other implants as effective methods for preventing pregnancy. Cochrane Libr. Wiley Online Library; 2007.
- Jacobstein R, Polis CB. Progestin-only contraception: Injectables and implants. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2014;28:795–806.
- Faculty of Sexual and Reproductive Healthcare. Clinical Guidance: Drug Interactions with Hormonal Contraception Drug Interactions with Hormonal Contraception; 2017. p. 1–12.
- Mansour HM, Sohn MJ, Al-Ghananeem A, DeLuca PP. Materials for pharmaceutical dosage forms: molecular pharmaceutics and controlled release drug delivery aspects. Int J Mol Sci 2010;11:3298–322.
- Solorio L, Carlson A, Zhou H, Exner AA. Implantable drug delivery systems. In: Bader RA, Putnam DA. editors. Eng Polym Syst Improv Drug Deliv. First Edit. John Wiley and Sons, Inc; 2014. p. 191–225.
- Fu Y, Kao WJ. Drug release kinetics and transport mechanisms of non-degradable and degradable polymeric delivery systems. Expert Opin Drug Delivery 2010;7:429–44.
- Gad HA, El-Nabarawi MA, El-Hady SSA. Formulation and evaluation of PLA and PLGA in situ implants containing secnidazole and/or doxycycline for treatment of periodontitis. Aaps Pharmscitech 2008;9:878.
- Shuwisitkul D. Biodegradable implants with different drug release profiles. Freie Universitat Berlin; 2011.
- Patel B, Chakraborty S. Biodegradable polymers: emerging excipients for the pharmaceutical and medical device industries. J Excipients Food Chem 2013;4:126-57.
- Dorati R, Conti B, Colzani B, Dondi D, Lazzaroni S, Modena T, et al. Ivermectin controlled release implants based on poly-D,L-lactide and poly-ε-caprolactone. J Drug Delivery Sci Technol 2018;46:101–10.
- Wischke C, Schwendeman SP. Principles of encapsulating hydrophobic drugs in PLA/PLGA microparticles. Int J Pharm 2008;364:298–327.
- Ramchandran D, Upadhyay UD. Implants: the next generation. Popul Reports Ser K Inject Implant; 2007. p. 1–19.
- Fischer MA. Implanon: a new contraceptive implant. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs 2008;37:361–8.
- Hohmann H, Creinin MD. The contraceptive implant. Clin Obstet Gynecol 2007;50:907–17.
- Mansour D. Nexplanon®: what Implanon® did next. BMJ Sex Reprod Heal. Br Med J Publishing Group 2010;36:187–9.
- Liu Q, Zhang H, Zhou G, Xie S, Zou H, Yu Y, et al. In vitro and in vivo study of thymosin alpha1 biodegradable in situ forming poly(lactide-co-glycolide) implants. Int J Pharm 2010;397:122–9.
- Li H, Liu T, Zhu Y, Fu Q, Wu W, Deng J, et al. An in situ-forming phospholipid-based phase transition gel prolongs the duration of local anesthesia for ropivacaine with minimal toxicity. Acta Biomater 2017;58:136–45.