Download Majalah Farmasetika

Mengenal Formulasi Krim Milk Cleanser

Majalah Farmasetika – Larutan merupakan campuran dari dua atau lebih zat dalam suatu fase yang sama. Akan tetapi, beberapa zat tidak dapat bersatu antara satu sama lain.

Masalah tersebut dapat diatasi dengan pembuatan emulsi, yaitu dengan penambahan emulsifier.

Penambahan emulsifier tersebut juga perlu dilakukan dalam jumlah yang pas untuk mengoptimalkan pembuatan suatu emulsi, sehingga kedua fase dapat bersatu dan juga tidak mengurangi kualitas dari emulsi tersebut.

Apa itu milk cleanser?

Pada kali ini, akan dibahas mengenai formulasi atau pembuatan dari sediaan milk cleanser.

Milk cleanser adalah krim yang mirip dengan susu yang digunakan pada kulit untuk membersihkan wajah dengan cara mengangkat sisa-sisa riasan dan juga minyak yang menempel pada wajah dan tidak dapat terangkat oleh sabun biasa (Buang et al., 2019).

Milk cleanser termasuk ke dalam jenis emulsi minyak dalam air. Salah satu tujuan dari pembuatan milk cleanser adalah untuk menjaga kenyamanan pengguna saat mengaplikasikan milk cleanser pada kulit karena apabila minyak diaplikasikan langsung terhadap kulit akan membuat kulit terasa lengket dan tidak nyaman.

Apa itu sediaan emulsi?

Selain itu, jenis emulsi ini mudah dicuci dengan air dan tidak meninggalkan noda apabila terkena pakaian (Aulton &Taylor, 2013).

Emulsi adalah campuran yang terdiri dari dua atau lebih cairan yang tidak dapat bersatu dan membentuk dua fase atau lapisan karena perbedaan sifat kepolarannya, seperti air dan minyak, sehingga dibutuhkan penambahan zat pengemulsi atau disebut juga emulsifying agent.

Formulasi krim milk cleanser

Komponen utama emulsi terdiri dari fase terdispersi, yaitu zat cair yang dilarutkan dalam fase pendispersi dan terbagi menjadi butiran-butiran kecil, fase pendispersi, yaitu cairan yang berperan sebagai pelarut atau bahan dasar dari suatu emulsi, dan zat pengemulsi (emulgator). Selain itu, emulsi juga terdiri dari eksipien (zat tambahan) lainnya, seperti corrigen, zat pengawet, dan zat antioksidan.

Umumnya, emulsi dibagi menjadi dua berdasarkan jenis zat cair yang digunakan dalam pembuatan emulsi, yaitu minyak dalam air (o/w atau m/a) dan air dalam minyak (w/o atau a/m).

Pada emulsi minyak dalam air, minyak berperan sebagai fase yang terdispersi dalam air. Contoh dari emulsi minyak dalam air adalah milk cleanser, mayonnaise, susu, dan santan.

Berbeda halnya dengan emulsi air dalam minyak, minyak berperan sebagai fase pendispersi dan air sebagai fase terdispersi. Contoh dari emulsi air dalam minyak adalah minyak ikan, margarin, dan mentega.

Zat pengemulsi atau emulsifying agent adalah bahan aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka cairan dengan cara membentuk lapisan film pada sekitar zat yang terdispersi sehingga mencegah bersatunya partikel zat terdispersi dan membentuk dua lapisan berbeda yang disebut koalesensi.

Baca :  Sudah Amankah Krim Pemutih Wajah Anda?

Zat pengemulsi terbagi menjadi emulsifier alami dan emulsifier sintetis. Zat pengemulsi alami biasanya dapat diperoleh dari bahan alam yaitu tanaman, hewan atau mikroba dengan cara eksudat, ekstraksi dan fermentasi. Contoh emulsifier alami adalah gum arab, gum pati, gum tragakan, xanthan gum.

Zat pengemulsi sintetis merupakan hasil sintesis bahan kimia. Contoh emulsifier sintetis adalah sabun, tween (ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak), dan span.

Zat pengemulsi yang umum digunakan pada formulasi milk cleanser adalah jenis surfaktan, yaitu Span dan Tween, serta Triethanolamine.

Surfaktan adalah bahan aktif permukaan yang memiliki gugus hidrofil dan lipofil, sehingga surfaktan dapat berada pada permukaan cairan maupun antarmuka cairan.

Triethanolamine digunakan sebagai produk antara dalam pembuatan surfaktan, tetapi juga dapat berperan sebagai solven, pendapar, dan humektan.

Selain zat pengemulsi, terdapat eksipien pendukung yang digunakan dalam formulasi emulsi, diantaranya yaitu corrigen, zat pengawet, dan zat antioksidan.

Corrigen terbagi menjadi lima jenis, yaitu corrigen actionis yang berfungsi untuk memperbaiki kerja sediaan, corrigen saporis yang berfungsi untuk memperbaiki rasa sediaan, corrigen odoris yang dapat memperbaiki aroma sediaan, corrigen colouris untuk memperbaiki warna sediaan, dan corrigen solubilis untuk memperbaiki kelarutan sediaan.

Corrigen yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan milk cleanser, diantaranya corrigen odoris seperti oleum rosae (pengaroma mawar), oleum citri (pengaroma jeruk), propilen glikol, dan sebagainya.

Dalam pembuatan sediaan emulsi, diperlukan penambahan zat pengawet untuk mencegah timbulnya mikroba atau jamur.

Contoh zat pengawet yang banyak digunakan dalam formulasi emulsi, diantaranya metil paraben, propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, benzalkonium klorida, dan sebagainya.

Adapun zat antioksidan diperlukan untuk menunda atau mencegah reaksi oksidasi seperti perubahan warna, aroma, dan tekstur.

Selain itu, antioksidan juga dapat melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas, meningkatkan produksi kolagen, mengurangi garis halus dan kerutan, serta mengurangi jerawat maupun bintik hitam.

Antioksidan dibagi menjadi antioksidan alami (banyak terdapat dalam bahan pangan) dan sintetis (hasil sintesis reaksi kimia).

Contoh antioksidan alami adalah vitamin A, vitamin C, vitamin E, dan polifenol. Adapun contoh antioksidan sintetis seperti butyl hidroksi anisol (BHA), butyl hidroksi toluene (BHT), tokoferol, dan propil galat.

Antioksidan yang banyak digunakan dalam sediaan emulsi, diantaranya adalah asam askorbat, α-tokoferol, propil gallat, asam gallat, dan asam sitrat.

Kestabilan emulsi

Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perbedaan berat jenis kedua fase, sifat kohesi fase terdispersi, ukuran dan persentase padatan yang terdapat di dalam emulsi, temperatur, viskositas fase pendispersi, dan tegangan antarmuka kedua fase.

Baca :  Fenomena Termodinamika Pengaruhi Kestabilan Sediaan Emulsi

Dalam memilih produk sediaan emulsi yang beredar di pasaran, tentunya dapat dilakukan dengan menentukan kualitas suatu sediaan emulsi, dilihat apakah sediaan tersebut mengalami kerusakan atau tidak.

Sediaan emulsi yang stabil tidak akan mengalami kerusakan. Kerusakan sediaan emulsi dibedakan menjadi lima, yaitu creaming, flokulasi, koalesens, dan inversi fase.

  1. Creaming merupakan kerusakan tampilan emulsi yang pasti terjadi apabila zat terdispersi memiliki bobot jenis yang lebih besar dari zat pendispersinya. Namun, kerusakan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pengocokan agar kembali seperti semula.
  2. Flokulasi terjadi karena partikel zat terdispersi yang saling berdekatan akibat lemahnya gaya potensial zeta (tolak-menolak antar partikel), tetapi flokulasi dapat dicegah dengan penambahan koloid pelindung (mucilago) dan dapat diatasi dengan pengocokan.
  3. Koalesens adalah peristiwa bergabungnya tetesan zat terdispersi karena kurangnya surfaktan dan membentuk tetesan baru dengan diameter yang lebih besar. Peristiwa ini bersifat irreversible dan akan menyebabkan terjadinya cracking yaitu pemisahan fase emulsi. Koalesens diawali dengan pergerakan antar droplet yang saling mendekat, perubahan bentuk droplet, pembentukan lapisan film antar droplet, penipisan lapisan film dan diakhiri dengan rusaknya lapisan film.
  4. Inversi fase dapat menyebabkan perubahan tipe emulsi. Kerusakan tersebut terjadi karena jumlah fase terdispersi hampir sama dengan fase pendispersi.

Selain itu, kita pun harus pandai dalam menjaga stabilitas emulsi agar tidak mengurangi fungsi dari sediaan emulsi tersebut, sehingga diperlukan pengetahuan yang dapat diperoleh dari leaflet produk maupun dari apoteker mengenai cara penyimpanan maupun cara penggunaan sediaan yang baik, seperti melakukan pengocokan terlebih dahulu agar campuran terhomogenisasi, menyimpan dalam wadah tertutup rapat, pada suhu ruangan, tidak terkena sinar matahari, dan memerhatikan tanggal kadaluarsa.

Sumber :

Aulton, M. E. dan Taylor, K. M. G. 2013. Aulton’s Pharmaceutics: The Design and Manufacture of Medicines Fourth ed. London: Churcihill Livingstone Elsivier.

Buang, A.; Suherman B.; dan Agung Ayu G. H. 2019. Uji Efektivitas Antibakteri Sediaan Susu Pembersih (Milk cleanser) Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Propionibacterium acne Penyebab Jerawat. Majalah Farmasi Nasional. Vol 16 (1): 37-47.

Hairunnisa. 2020. Tersedia secara online di https://farmasetika.com/2020/04/28/mengenal-emulgator-zat-pemersatu-minyak-dan-air-dalam-sediaan-kosmetik/ [Diakses padaL 18 Mei 2020].

Ratnasari, L. 2019. Emulsi dan Tipe-tipe Emulsi dalam Sediaan Farmasi. Tersedia secara online di https://farmasetika.com/2019/07/13/emulsi-dan-tipe-tipe-emulsi-dalam-sediaan-farmasi/ [Diakses pada: 17 Mei 2020.

Rowe, R. C.; P. J. Sheskey; dan M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press.

Share this:

About Mutiara Syuhada

Check Also

Peranan Natrium Karboksimetil Selulosa dalam Sediaan Suspensi

Majalah Farmasetika – Suspensi adalah suatu sediaan cair yang mengandung bahan obat berupa partikel padat …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.