Majalah Farmasetika – Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP ini menggantikan beberapa peraturan lama, termasuk PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan PP Nomor 20 Tahun 1962 tentang Lafal Sumpah Janji Apoteker, yang telah menjadi pedoman utama dalam pengaturan profesi apoteker dan industri farmasi di Indonesia.
Pencabutan Peraturan Lama
Dalam Bab XIII Ketentuan Penutup, Pasal 1169, PP 28 Tahun 2024 mencabut dan menyatakan tidak berlaku beberapa peraturan perundang-undangan yang sebelumnya menjadi dasar hukum pelaksanaan berbagai ketentuan di sektor kesehatan. Secara khusus:
- Pasal 1169(c) mencabut PP Nomor 20 Tahun 1962 tentang Lafal Sumpah Janji Apoteker.
- Pasal 1169(j) mencabut PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Pencabutan ini menghapus landasan hukum sebelumnya yang mengatur berbagai aspek penting dalam pekerjaan kefarmasian dan pelaksanaan sumpah janji apoteker.
Pengaturan Baru Mengenai Sumpah Profesi
PP 28 Tahun 2024 memperkenalkan ketentuan baru mengenai sumpah profesi melalui Pasal 593. Dalam pasal ini, ditegaskan bahwa peserta didik yang telah lulus uji kompetensi wajib mengangkat sumpah profesi sebagai bentuk pertanggungjawaban moral kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pelaksanaan sumpah profesi ini diatur oleh penyelenggara pendidikan tinggi tenaga medis dan tenaga kesehatan, dengan ketentuan lebih lanjut yang akan ditetapkan oleh Peraturan Menteri.
Kekhawatiran di Kalangan Apoteker
Pergantian regulasi ini memicu kekhawatiran di kalangan apoteker, khususnya terkait ketidakjelasan peran mereka dalam industri farmasi. Sebelumnya, dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2018, disebutkan dengan jelas bahwa penanggung jawab (PJ) produksi, pemastian mutu, dan kendali mutu haruslah seorang apoteker. Ketentuan ini dijabarkan dalam CPOB 2018 Bab Personalia, poin 2.5, yang menyatakan bahwa posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu.
Namun, dalam CPOB 2024 terbaru, ketentuan ini tidak lagi secara eksplisit disebutkan, menimbulkan ketidakpastian hukum. Terlebih, PP 51 Tahun 2009 yang menjadi payung hukum utama, menyatakan dalam Pasal 9 ayat 1 bahwa industri farmasi harus memiliki tiga apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing untuk bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Dengan berlakunya PP 28 Tahun 2024, aturan ini tidak lagi berlaku, menimbulkan kekhawatiran bahwa jabatan tersebut mungkin dapat diisi oleh non-apoteker di masa mendatang.
Kekhawatiran ini berpusat pada potensi penurunan kualitas dalam proses produksi dan pengawasan obat di industri farmasi. Apoteker, sebagai tenaga profesional yang khusus dilatih dalam pengelolaan obat, memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa produk farmasi diproduksi dengan standar kualitas yang tinggi. Oleh karena itu, klarifikasi lebih lanjut dari pemerintah terkait regulasi yang akan mengatur peran mereka dalam industri farmasi ke depan sangat diperlukan.
Langkah Strategis yang Dapat Dilakukan oleh Apoteker untuk Mengatasi Kekhawatiran Ini
Dalam menghadapi ketidakpastian regulasi yang timbul akibat berlakunya PP 28 Tahun 2024, apoteker dan asosiasi profesi apoteker dapat mengambil beberapa langkah strategis untuk memastikan peran penting mereka dalam industri farmasi tetap diakui dan diatur dengan jelas:
- Advokasi dan Lobi: Apoteker dapat bekerja sama dengan asosiasi profesi dan organisasi terkait untuk melakukan advokasi kepada pemerintah dan lembaga legislatif. Mereka dapat menyampaikan kekhawatiran terkait implikasi regulasi baru ini terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan keamanan pasien, serta pentingnya kehadiran apoteker dalam posisi kunci di industri farmasi.
- Kolaborasi dengan Pemangku Kepentingan: Mengadakan pertemuan dengan pemangku kepentingan lain seperti produsen farmasi, akademisi, dan organisasi kesehatan untuk membangun konsensus tentang pentingnya peran apoteker. Dengan dukungan yang luas, posisi apoteker sebagai penanggung jawab di berbagai aspek industri farmasi dapat diperkuat.
- Kampanye Edukasi Publik: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya peran apoteker dalam memastikan obat-obatan yang aman dan berkualitas tinggi. Dengan meningkatkan kesadaran publik, apoteker dapat memperoleh dukungan dari masyarakat untuk memperjuangkan regulasi yang jelas dan mendukung.
- Penguatan Kompetensi dan Sertifikasi: Apoteker dapat meningkatkan kompetensi mereka melalui pendidikan lanjutan dan sertifikasi profesional. Hal ini tidak hanya memperkuat argumen tentang pentingnya peran apoteker dalam industri farmasi tetapi juga menambah nilai profesional mereka di mata pemerintah dan masyarakat.
- Pengawasan dan Pelaporan: Membentuk tim pengawasan untuk memantau implementasi regulasi baru dan melaporkan setiap penyimpangan atau kekurangan yang mungkin terjadi. Dengan bukti yang kuat, apoteker dapat mengajukan revisi regulasi atau kebijakan yang lebih mendukung.
- Dialog Terbuka dengan Pemerintah: Menginisiasi dialog terbuka dan transparan dengan pemerintah untuk membahas kekhawatiran yang ada dan mencari solusi yang saling menguntungkan. Dengan pendekatan yang konstruktif, apoteker dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk menciptakan regulasi yang mendukung kualitas pelayanan kesehatan.
Dengan langkah-langkah strategis ini, apoteker dapat berkontribusi secara signifikan dalam memastikan bahwa regulasi baru tidak hanya mencerminkan kebutuhan industri farmasi tetapi juga melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat melalui peran apoteker yang jelas dan diakui.
Referensi
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2024 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2023 TENTANG KESEHATAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TAHUN 20 TAHUN 1962 TENTANG LAFAL SUMPAH JANJI APOTEKER
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2024 TENTANG STANDAR CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 34 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK