Download Majalah Farmasetika

Faktor C Rekombinan (rFC) Bisa Gantikan Uji Endotoksin Standar LAL

Majalah Farmasetika – Di membran luar bakteri Gram negatif, terdapat endotoksin yang dikenal sebagai lipopolisakarida (LPS). Jika masuk ke dalam darah manusia, senyawa ini akan memicu sistem imun tubuh sehingga menimbulkan radang, demam, atau bahkan kegagalan organ. Oleh sebab itu, diperlukan pengujian untuk mendeteksi endotoksin pada peralatan medis dan sediaan-sediaan injeksi.[1]

Pada umumya, uji endotoksin mengandalkan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang diekstrak dari darah kepting ladam kuda (Limulus polyphemus dan Tachypleus tridentatus). Ini telah menjadi standar selama berpuluh-puluh tahun, sama seperti yang tercantum di Farmakope Indonesia Edisi VI. Namun, ada pula metode lain, yaitu dengan Faktor C rekombinan (rFC, recombinant Factor-C).[1][2]

Sumber gambar: Tindall, B; Demircioglu, D; Uhlig, T. (2021) Recombinant bacterial endotoxin testing: a proven solution. BioTechniques Vol. 70, No. 5. Lisensi CC BY-NC-ND 4.0.

Pada LAL, endotoksin akan memicu reaksi berantai mulai dari aktivasi Faktor C yang kemudian mengaktivasi Faktor B, menimbulkan penggumpalan, sampai akhirnya menghasilkan sinyal yang bisa terdeteksi, seperti adanya kromofor atau kekeruhan.

Sementara itu, metode rFC mengambil jalan pintas dengan menggunakan Faktor C sebagai pemicu langsung sehingga reaksinya lebih singkat. Jalur yang lebih singkat ini membuat metode rFC memiliki spesifisitas yang lebih tinggi karena ia tidak terpengaruh oleh jalur β-glukan yang bisa menghasilkan positif palsu pada reaksi LAL.[3]

Metode rFC pertama kali dikembangkan oleh Jeak Ling Ding, C. Chai, A. W. M. Pui, dan Bow Ho di Singapura pada 1997. Mereka mengklon DNA yang mengode Faktor C (cDNA CrFC21) pada kepiting ladam kuda Carcinoscorpius rotundicauda, merekayasanya, dan memasukkannya ke sel Saccharomyces cerevisiae sehingga kultur S. cerevisiae itu menghasilkan rFC yang mampu berikatan dengan endotoksin bakteri Gram negatif.[4] Ini kemudian dikembangkan lagi dengan sel inang berbeda, seperti Pichia pastoris dan akhirnya pada sel Sf9 (Spodoptera frugiperda IPLB-Sf-21-AE) yang dipatenkan dan sekarang patennya telah kedaluawarsa. [5][6]

Menurut paten itu, cDNA CrFC21 diklon ke vector ekspresi baculovirus yang kemudian ditransformasi ke E. coli, dikulturkan, hingga akhirnya DNA rekombinan itu dimasukkan ke sel Sf9 untuk dikultur lagi. Setelah itu, sel-sel Sf9 dipanen, dibilas, disentrifugasi, dan dimurnikan dengan kromatografi filtrasi gel sampai didapatkan rFC yang dapat digunakan untuk pengujian endotoksin, salah satunya dengan fluorometri.

Protein rFC dicampurkan dengan Tris-HCl, diinkubasi dengan sampel, ditambahkan substrat fluorimetri Boc-Val-Pro-Arg-MCA dan diinkubasi lagi, ditambahkan asam asetat untuk menghentikan reaksi, lalu akhirnya dibaca dengan spektofotometer.[6]

Terdapat berbagai penelitian tentang keterpercayaan deteksi endotoksin dengan rFC. Pada 2010, ditemukan bahwa uji rFC memiliki batas bawah deteksi yang dapat diterima dan memberikan hasil yang serupa dengan uji LAL untuk penilaian endotoksin di udara.[7]

Dilakukan pembandingan uji endotoksin berbasis rFC dengan uji berbasis LAL rutin jangka panjang dari tahun 2014 hingga 2019.

Metode rFC memenuhi semua kriteria keberterimaan yang ditentukan uji endotoksin bakteri kompendial dan memiliki perolehan kembali yang lebih mendekati 100% daripada metode LAL.[8]

Pada 2020, uji endotoksin berbasis rFC telah dicantumkan dalam Farmakope Eropa dan Farmakope Tiongkok.[9]

Selain kualitasnya yang sudah terbukti, metode rFC pun dapat menjadi alternatif LAL yang menarik di masa depan, mengingat populasi kepiting ladam kuda semakin menurun, seperti Tachypleus tridentatus yang sudah termasuk spesies terancam tingkat genting (EN).[10]

Daftar Pustaka

  1. Ding, J.L.; Ho, B. (2010) Endotoxin Detection – from Limulus Amebocyte Lysate to Recombinant Factor C. In: Wang X., Quinn P. (eds) Endotoxins: Structure, Function and Recognition. Subcellular Biochemistry, vol 53. Springer, Dordrecht. https://doi.org/10.1007/978-90-481-9078-2_9. Diakses 7 September 2021 dari https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-90-481-9078-2_9
  2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020) Farmakope Indonesia Edisi VI. Hlm. 1890.
  3. Tindall, B; Demircioglu, D; Uhlig, T. (2021) Recombinant bacterial endotoxin testing: a proven solution. BioTechniques Vol. 70, No. 5. DOI: https://doi.org/10.2144/btn-2020-0165. Diakses 7 September 2021 dari https://www.future-science.com/doi/10.2144/btn-2020-0165
  4. Ding, JL; Chai, C.; Pui, A.W.M.; Ho, B. Expression of full length and deletion homologues of Carcinoscorpius rotundicauda Factor C in Saccharomyces cerevisiae: immunoreactivity and endotoxin binding. Journal of Endotoxin Research. 1997;4(1):33-43. doi:10.1177/096805199700400105. Diakses 7 September 2021 dari https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096805199700400105
  5. Pui, A.W.M.; Ho, B.; Ding, J.L. Yeast recombinant Factor C from horseshoe crab binds endotoxin and causes bacteriostasis. Journal of Endotoxin Research. 1997;4(6):391-400. doi:10.1177/096805199700400602. Diakses 7 September 2021 dari https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/096805199700400602
  6. Ding, Jeak Ling & Ho, Bow. Assays for Endotoxin US6645724B1. Diakses 7 September 2021 dari https://patents.google.com/patent/US6645724B1/en
  7. Thorne, P.S.; Perry, S.S.; Saito R.; et al. Evaluation of the Limulus amebocyte lysate and recombinant factor C assays for assessment of airborne endotoxin. Applied and Environmental Microbiology. 76(15), 4988–4995 (2010). Diakses 7 September 2021 dari https://journals.asm.org/doi/full/10.1128/AEM.00527-10
  8. Piehler, M.; Roeder, R.; Blessing, S.; Reich, J. Comparison of LAL and rFC Assays—Participation in a Proficiency Test Program between 2014 and 2019. Microorganisms. 2020; 8(3):418. https://doi.org/10.3390/microorganisms8030418. Diakses 7 September 2021 dari https://www.mdpi.com/2076-2607/8/3/418/htm
  9. European Pharmaceutical Review. General chapter on the rFC test adopted by the European Pharmacopoeia Commission. Diakses 7 September 2021 dari https://www.europeanpharmaceuticalreview.com/article/113332/general-chapter-on-the-rfc-test-adopted-by-the-european-pharmacopoeia-commission/
  10. Laurie, K.; Chen, C.-P.; Cheung, S.G.; Do, V.; Hsieh, H.; John, A.; Mohamad, F.; Seino, S.; Nishida, S.; Shin, P.; & Yang, M. 2019. Tachypleus tridentatus (errata version published in 2019). The IUCN Red List of Threatened Species 2019: e.T21309A149768986. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2019-1.RLTS.T21309A149768986.en. Diakses 7 September 2021 dari https://www.iucnredlist.org/species/21309/149768986
Share this:

About Adam Prakasa

Saya seorang mahasiswa farmasi di Bandung

Check Also

FDA Setujui Penggunaan IVIG (Bivigam) untuk Pasien Anak Usia 2 Tahun ke Atas dengan Imunodefisiensi Humoral Primer

Majalah Farmasetika – Bivigam awalnya disetujui oleh FDA pada Mei 2019 untuk pengobatan imunodefisiensi humoral …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.