Majalah Farmasetika – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP, diundang di media podcast youtube terbesar di Indonesia, Deddy Corbuzier (24/11/2022). Kepala BPOM menjelaskan beberapa pertanyaan dari Deddy dari mulai terkait teori konspirasi bioterorisme yang mungkin terjadi hingga desakan mundur karena kasus gangguan gagal ginjal akut yang diduga dari obat sirup yang tercemar zat kimia berbahaya yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG).
“Saya mengatakan ini mungkin saja bioterorisme” tanya Deddy Corbuzier.
“Ya sangat bisa, apalagi sekarang adanya penjualan online, bisa masuk ke makanan, kosmetik, dan obat juga. Sangat murah harganya dijual online bagi obat-obat sirup yang sudah kita tarik, dan itu pelarut tercemar dengan konsentrasi yang sangat tinggi sampai 90%, bahan baku didatangkan pemasok dari luar negeri” jawab Kepala BPOM.
“Ini adalah kejahatan, ada satu fasilitas yang ilegal dimana mereka mencampur dan ada pemalsuan, jadi ada Industri Farmasi yang mendapatkan dari pemasok bahan pelarut yang dipalsukan, betul-betul pemalsuan dan kesengajaan, ditempat kejadian ada pelabelan palsu, dengan konsentrasi EG dan DEG dengan konsentrasi 99%” jelas Kepala BPOM.
Deddy kemudian bertanya apakah karena kesengajaan ataukah karena faktor harga yang murah, atau bahkan ini disengaja agar membunuh generasi anak-anak bila berbicara terkait konspirasi.
“Itu saya belum melihat kearah konspirasi, tapi memang bahan tersebut adalah bahan impor, karena belum bisa membuat di dalam negeri, tapi kalau untuk obat, itu harus pharmaceutical grade dibandingkan chemical grade, harganya bisa 10 kali lebih mahal, tapi masuknya untuk bahan baku Badan POM tidak mengawasi ini, kecuali bahan aktif, pelarut ini tidak hanya digunakan oleh industri farmasi sehingga Badan POM tidak dilibatkan” jelas Kepala BPOM.
Kepala BPOM kemudian menjelaskan terkait sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang diberikan ke setiap industri farmasi, di CPOB jelas terdapat ketentuan agar industri farmasi menjaga kualitas dan mutu obat selama proses produksi.
“Jadi berarti ada industri yang lalai?” tanya Deddy.
“Jelas, makanya ada 5 industri farmasi yang kita temukan, mereka harusnya mengecek kualitas mutu bahan baku pelarut sebelum digunakan dalam proses pembuatan obatnya. Saringan terakhir ya ada di Industri Farmasi, tidak bisa BPOM mengawasi setiap hari, tapi kami melakukan inspeksi setiap waktu tertentu” jawab Penny Lukito.
Maturitas industri farmasi juga dijelaskan Kepala BPOM, dimana dari 200 industri farmasi, ada beberapa industri farmasi yang memiliki rapot merah, disitulah BPOM mulai inspeksi berdasarkan catatan yang dimiliki oleh BPOM.
“Kelima industri tersebut yang kami temukan sebetulnya berasal dari data maturitas tersebut” ujar Kepala BPOM.
Kepala BPOM juga menjelaskan mengapa baru saat ini terjadi, hal ini dikarenakan ada gap kelangkaan bahan baku import ketika masa pandemi,
Deddy kemudian bertanya terkait desakan mundur sebagai Kepala BPOM.
“Saya merespon itu dengan senang hati, karena ingin meluruskan, karena dalam sistem pengawasan jaminan mutu obat, ada titik-titik yang belum diberikan kewenangannya kepada BPOM. Kemudian, standar tentang cemaran di produk jadi itu belum ada di Farmakope, juga internasional. Makanya kejadian kita harus jadi blessing ke dunia internasional agar tidak terjadi lagi” jawab Kepala BPOM.
Selengkapnya