farmasetika.com – Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), menjelaskan Penguatan Signal Interaksi Obat Ciprofloxacin dan Enalapril Terhadap Kerusakan Ginjal Akut melalui situs e-meso.pom.go.id.
Sehubungan dengan adanya informasi keamanan obat terbaru yang diperoleh dari WHO UMC-Signal, BPOM menyampaikan informasi untuk tenaga kesehatan profesional sebagai upaya meningkatkan kehati-hatian bagi tenaga kesehatan profesional dalam penggunaan obat tersebut untuk pasien.
Informasi keamanan ini merupakan hasil analisis laporan kasus efek samping obat (ESO) dari WHO Global database diantaranya terkait Interaksi ciprofloxacin dan enalapril mengakibatkan peningkatan risiko gangguan ginjaI akut.
Di Indonesia siprofloxacin diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitlf siprofloxacin seperti infeksi saluran kemih termasuk prostatitis, uretritis dan servisitis gonore infeksi saluran cema, termasuk demam tifoid yang disebabkan oleh S.thypil, infeksi saluran nafas, kecuali pneumonia akibat streptococcus, infeksi kulit dan jaringan lunaki infeksi tulang dan sendi.
Sedangkan Enalapril merupakan Angiostensin Converfing Enzyrne (ACE) inhibitor yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan mengobati gagai jantung. ACE inhibitor menurunkan produksi Angiostensin II.
Terdapat informasi baru dari Buletin Signal yang dikeluarkan oleh WHO Uppsala Monitoting Centre (UMC) pada April 2017, dimana terdapat deteksi signal yang berfokus pada interaksi obat pada penggunaan kombinasi ciprofloxacin dan enalapril dengan kejadian Acute Kidney injury (AKI).
Berdasarkan laporan yang diterima VigiBase hingga 14 September 2016, terdapat 16 laporan yang mencantumkan siprofloxacin dan enalapril sebagai obat yang dicurigai atau berinteraksi menyebabkan AKI. Jumlah laporan penggunaan dalam kombinasi ini adalah 15 laporan dengan dua laporan yang dicurigai. Uppsala Monitoring Centre (UMC) menilai ketidakproporsionalan laporan untuk interaksi obat pada VigiBase adalah 2,38 dan 1,56 untuk batas bawah dengan rentang kepercayaan 95%.
Dari 16 laporan tersebut terdapat delapan pasien dan delapan pasien wanita. Rentang usia adalah 42 — 97 tahun dengan median 77,5 tahun. Enam pasien mempunyai latar betakang chronic-renal failure (CRF). Pada delapan pasien, ciprofloxacin diindikasikan untuk infeksi saluran urin, cystifis atau pro-statitis, empat pasien diantaranya menderita CRF.
Waktu awal munculnya AKI pada penggunaan ciprofloxacin yang dicatat pada 13 pasien adalah 0 – 43 hari dengan median 5,5 hari. Sebagian besar pasien menggunakan ciprofloxacin selama dua minggu atau kurang. Penggunaan enalapril lengkap tercatat pada enam pasien, empat pasien merupakan pengguna jangka panjang dan dua pasien jangka pendek.
Dua pasien lainnya juga pengguna jangka panjang yang tidak diketahui awal mulai penggunaan obat. Penilaian laporan kasus individual pada lima pasien lainya, menunjukkan adanya alasan lain yang lebih mendekati sebagai penyebab terjadinya AKI dibandingkan dengan efek nefrotoksik ciprofloxacin dengan enalapril yaitu penggunaan dronedarone terkait KGA, sindrom Lyell’s yang disebabkan oleh allopurinol atau sedikit mirip dengan ciprofloxacin, sepsis, pancytopenia, dan AKI dengan berbagai antibiotik, AKI setelah penggunaan berbagai antibiotik untuk kemoterapi terkait infeksi, efek kombinast metamizol (NSAID) yang ditambahkan pada furosemid dan enalapril.
Enalapril digunakan dalam jangka panjang pada sembilan pasien dan siprofloxacin digunakan dalam waktu singkat pada 11 pasien. Obat yang dicurigai bersamaan dengan enalapril dan ciprofloxacin tercatat 10 dari 11 laporan, termasuk NSAID dan diuretik. Dan semua kasus terdapat satu kasus serius. Sedikitnya terdapat lima pasien masuk rumah sakit dan empat pasien mengalami perpanjangan rawat inap di rumah sakit. Setelah obat yang dicurigai dihentikan, sepuluh pasien sembuh dan satu meninggal karena gagal jantung delapan hari kemudian.
Terdapat tiga laporan kasus dengan penggunaan metformin yang juga merupakan obat yang dicurigai tetapi obat ini digunakan selama dua bulan dan terlihat tidak mernpengaruhi. Pasien dengan CRF dan menggunakan bisoprolol juga dicurigai selama beberapa bulan, tetapi penurunan ginjal tidak ditandai sebagai efek samping obat ini. Pasien sembuh dari AKI ketika ketiga obat dihentikan.
Pasien yang menggunakan omeprazole yang diketahui menyebabkan nefritis intestisial. sembuh ketika enalapril dan siprofloxacin dihentikan dan omeprazole dilanjutkan.
Hal penting dari 11 laporan kasus yang disampaikan tersebut dengan pengecualian pasien yang menggunakan metformin dan omeprazole adalah kerusakan ginjal yang berkaitan dengan penggunaan enalapril. Tujuh pasien menggunakan diuretik dan dua pasien lainnya menggunakan NSAID, tiga pasien mengalami diare dan atau muntah dan empat dengan kondisi jantung.
Lima pasien berumur lebih dari 80 tahun, dengan catatan dimana empat dari pasien lanjut usia ini mempunyai dua atau lebih faktor risiko sebagai tambahan karena usia mereka terhadap penggunaan enalapril terkait kerusakan ginjal. Oleh karena itu, jika terdapat efek ciprofloxacin ketika digunakan bersamaan dengan enalapril, ini merupakan bukti yang paling jelas pada pasien yang rentan atau berisiko.
The VigiBase case report menggambarkan AKI terjadi segera setelah ciprofloxacin diresepkan pada pasien yang menggunakan enalapril. Efek sarnping ini dapat saja disebabkan oleh ciprofloxacin atau infeksi. Namun, evaluasi terhadp tiga laporan menunjukkan efek gabungan. Banyaknya data yang belum lengkap seperti tidak adanya deskripsi patologi pada laporan VigiBase, serta belum adanya mekanisme yang potensial untuk rnengamati interaksi obat, belurn dapat memastikan adanya interaksi penggunaan bersamaan obat golongan fluoroquinolon dan enalaphl.
Hingga bulan Oktober 2017. Badan POM sebagai Pusat Farmakovigilans Nasional betum pemah menerima laporan terjadinya AKI pada penggunaan ciprofloxacin dan enalapril.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan kepada tenaga kesehatan profesional, Badan POM amerasa perlu untuk menyampaikan informasi ini. Apabila dalam praktik klinik sehan-hari, para tenaga kesehatan profesional menerima adanya keluhan efek samping berupa perubahan status klinis yang dapat meningkatkan risiko kerusakan ginjal dalarn penggunaan obat ciprolloxacin dan enalapril, dihimbau agar melaporkan kejadian tersebut kepada Badan POM dengan menggunakan formulir kuning NIESO atau secara online pada subsite e-meso (http://e-meso.pom.goid).
Sumber:
- Uppsala Monitoring Centre – WHO Collaborating Centre for Intemational Drug Monttoring. 2017. signal. Analyses of reports the WHO gtobat database of individual case safety reports. VigiBase. April 2017, “‘
- Data Badan POM RI