Farmasetika.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggelar rapat bersama Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) pada 21 Oktober 2019, sebagai tindak lanjut rilis berita dari Badan POM terkait Penjelasan Lebih Lanjut Ranitidin yang tercemar N-Nitrosodimethylamine (NDMA) ini. Cemaran tersebut dalam jangka panjang berisiko memicu kanker.
Dalam notulensi rapat yang diterima Majalah Farmasetika, Fery Soetikno dan Roy Lembong sebagai perwakilan dari GP Farmasi, sedangkan dari BPOM adalah Tri Asti Isnariani dan L Rizka Andalucia
“Menghentikan sementara/suspend artinya Ranitidin tidak diproduksi, tidak didistribusikan, dan tidak diresepkan. Industri farmasi tidak memproduksi. Pedagang Besar Farmasi tidak mendistribusikan, dan apotek tidak melakukan penyerahan obat tersebut kepada pasien untuk sementara waktu” tertulis dalam sebuah notulensi.
Ranitidin yang disuspend disarana produksi, PBF, dan Sarana Kefarmasian adalah produk legal sehingga pengawasan dilakukan oleh BPOM dan UPTnya.
BPOM memberikan surat kepada industri farmasi yang belum melakukan kajian hingga 18 Oktober 2019 dan mewajibkan industri farmasi tersebut menyerahkan hasil pengujian cemaran NDMA selambat-lambatnya tanggal 31 Oktober 2019.
Industri farmasi berkomitmen akan menyerahkan hasil pengujian cemaran NDMA pada ranitidin selambatnya tanggal 31 Oktober 2019 pukul 16.00 WIB.
“Jika tidak menyerahkan hasil uji sebelum tanggal yang ditetapkan maka akan dilakukan tindak lanjut regulatori. Bagi yang ditemukan Tidak Memenuhi Syarat, ditarik melalui mekanisme Voluntary Recall” menutup hasil kesepakatan rapat.