Farmasetika.com – Lembaga Independen Pemantau Obat dan Makanan Indonesia (LIPOMI) dan Permerhati Keamanan dan Mutu Obat dan Makanan Indonesia membuat petisi berjudul “Mari Kita Tolak Kemenkes Ambil Alih Kewenang Izin Edar Obat dari BPOM” melalui situs Change.org pada tanggal 1 Desember 2019. Petisi ini ditujukan untuk Kementrian Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Presiden Joko Widodo.
Seperti tertulis dalam petisinya, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto memaksa mengambil alih kewenangan Izin Edar obat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan alasan untuk mempercepat pengeluaran izin edar untuk menekan harga obat dan mendorong investasi industri farmasi.
“kami MENDESAK agar Menkes Terawan membatalkan rencana pengambil-alihan kewenang izin edar obat dari BPOM karena sesat logika dan cacat secara yuridis maupun politis. Kami meminta Presiden Jokowi untuk mengingatkan Menkes untuk fokus pada urusan mereformasi birokrasi di Kemenkes, penataan SDM pelayanan kesehatan nasional, perbaikan sarana layanan kesehatan di seluruh tanah air, percepatan penurunan tingkat tengkes (stunting) dan pembenahan layanan BPJS.” tulis petisi yang dibuat akun Rizki Teknisos.
“Kami menduga wacana pengambilalihan fungsi pre market control ini adalah atas hasil lobi segelintir pelaku usaha nakal yang terganggu dengan upaya pembenahan Badan POM dalam peningkatan pengawasannya semesta terhadap mutu, kasihat dan keamanan obat-obat yang beredar. Karena tindakan pemalsuan obat adalah tindakan kejahatan kemanusiaan. Lebih membahayakan lagi adalah iming-iming sesat fikir Menkes yang menjanjikan akan memberikan izin edar obat hanya dalam 1-3 hari. Betapa mengerikannya jika kita terpaksa harus mengkonsumsi obat-obatan yang tidak melalui due process untuk mendapatkan izin edar seperti yang harus dilakukan secara hati-hati oleh Otoritas Obat dan Makanan di luar negeri. Sudah bisa dipastikan pelaku Industri Obat dan Pelaku Usaha Obat dan Makanan kita akan dirugikan dengan Ketidakbijakan Menkes Terawan ini karena negara tujuan ekspor produk obat-obatan yang tidak melewati Due Process yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia WHO.” lanjutnya.
Petisi ini juga meminta Presiden Jokowi untuk konsisten dengan kebijakan awal memperkuat institusi Badan POM dalam melakukan pengawasan sampai ke level kabupaten dan kota, bahkan kecamatan. Hanya BPOM yang punya unit layanan berupa balai-balai POM di 33 Provinsi dan Loka-loka di 40 kota dan kabupaten di seluruh tanah air. Sementara Kemenkes sudah tidak punya unit vertikal lagi di Provinsi, Kota dan Kabupaten karena sudah diserahkan ke Pemda.
Netizen yang mulai menandatangani petisi ini pun memberikan berbagai komentar
“Saya peduli dengam keamanan peredaran obat dibawah tenaga ahli y profesional dan alat kelengkapan yang memedai tersebar diseluruh indonesia dengan prosedur yang benar.. dikaji dievaluasi dan diuji..karna sejatinya obat adalah racun jika tdk dikendalikan dengan benar” tulis Vita Rahmayani (1/12/2019).
“Masalah obat mahal bukan karena BPOM tapi praktek komisi dari pabrik farmasi ke para dokter….praktek seperti itu yg harus dihentikan!!!” tulis akun Budiyanto.
“Masalah obat mahal bukan terkait dengan perizinan tetap biaya entertain dan iklan yg mahal. Perizinan juga TDK bs disederhanakan Krn menyangkut mutu, keamanan dan kemanfaatannya.” komentar Herianto Baan.
“Kewenangan teknis seyogyanya dipegang oleh Badan independen. Kalau mau lebih baik lagi, libatkan swasta dalam prosesnya.” tulis Ardi Poeloengan
Dan banyak komentar lainnya di petisi yang beralamat di https://www.change.org/p/mari-kita-tolak-kemenkes-ambil-alih-kewenang-izin-edar-obat-dari-bpom/