Majalah Farmasetika – Presiden Jokowi mengingatkan mengenai tuberkulosis (TBC) sebagai penyakit menular selain COVID-19 di Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Penyakit TBC bukan saja menjadi masalah di Indonesia tetapi juga di dunia. Saat ini Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah pasien TBC[1].
Setiap tahunnya 92.700 orang meninggal akibat penyakit TBC di Indonesia
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan ada sekitar 1,7 juta orang yang meninggal akibat TBC di dunia per tahun, sedangkan di Indonesia diperkirakan ada 92.700 orang meninggal akibat TBC setiap tahunnya, atau sekitar 11 orang meninggal karena TBC per jam-nya.
Pemerintah Amerika Serikat melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) telah bermitra dengan Kementerian Kesehatan melalui program Tuberculosis Private Sector (USAID TBPS) untuk mencapai eliminasi TBC di tahun 2030.
Kegiatan USAID TBPS bertujuan untuk meningkatkan sumbangsih sektor swasta, termasuk apotek, dalam upaya eliminasi TBC di Indonesia. Berdasarkan kajian mengenai kualitas layanan TBC oleh Asik Surya et al (2017), 52% pasien TBC mencari pengobatan awal di apotek/toko obat/layanan berbasis komunitas lainnya[2]. Oleh karenanya, peningkatan kapasitas tenaga kefarmasian dalam penanggulangan TBC sangat strategis dalam upaya peningkatkan penemuan kasus dan kualitas layanan/pengobatan.
Pengobatan TBC di masa pandemi COVID-19
Dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai respon atas pandemi COVID-19, kunjungan pasien TBC maupun terduga TBC ke dokter diperkirakan berkurang, dan mengalihkan kebutuhan pengobatan mereka ke apotek. Sejak diberlakukannya PSBB, apotek tidak banyak menerima resep dari pasien TBC baru, namun, seperti dilaporkan oleh beberapa apoteker di kota Medan dan Jakarta Selatan, pasien masih tetap mencari pengobatan baik untuk TBC maupun untuk mencari obat pereda gejala mirip TBC atau COVID-19 ke apotek.
“Selama (pandemi) COVID-19 ini, resep berkurang drastis karena mungkin pasien menghindari ke dokter. Jadi buat dapet resep TBC itu biasanya resep pengulangan, gak ada yang baru yang bener-bener dari dokter,” tutur salah seorang apoteker.
Sebagai penyakit yang juga menyerang saluran pernapasan, pasien dengan COVID-19 atau TBC dapat menunjukkan gejala awal yang mirip. Dengan perilaku pengobatan dimana pergi ke apotek adalah pilihan sebelum ke dokter atau ke klinik/rumah sakit, tenaga kefarmasian merupakan garda terdepan dalam menapis gejala serta merujuk pasien yang memiliki gejala mirip TBC atau COVID-19. Oleh karena itu, dengan mengetahui perbedaan gejala TBC dan COVID-19, tenaga kefarmasian dapat memberikan rekomendasi yang tepat kepada pasien.
Dukungan IAI dan PAFI
Data USAID TBPS menunjukkan bahwa tidak sedikit tenaga kefarmasian telah melaksanakan fungsi edukasi kepada pasien yang datang ke apoteknya, serta mampu memberikan rekomendasi yang sesuai kondisi pasien, termasuk jika perlu merujuk pasien ke layanan yang sesuai. Dalam menjangkau pasien di masa pandemi ini, tenaga kefarmasian banyak menerapkan sistem online dalam aktivitasnya.
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) telah melakukan banyak edukasi kepada apoteker secara online dan menggalang penyediaan relawan apoteker. Demikian pula Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) ikut terlibat dalam penyediaan relawan tenaga teknis kefarmasian (TTK).
Ketua Umum PAFI, apt. Maryani Hadi, S. Farm., MKM. mengungkapkan bahwa kegiatan-kegiatan yang terkaitan
dengan penanggulangan TBC masih berjalan seperti biasa dengan beberapa perubahan, seperti pengantaran obat ke rumah atau perubahan jadwal pengambilan obat.
Beberapa apoteker di Jakarta Selatan juga telah menerapkan sistem online, sehingga pasien dapat menginformasikan kebutuhan obatnya via whatsapp, dan pasien cukup datang untuk menyerahkan resep dan mengambil obat dan pembayaran dilakukan melalui transfer. Tujuannya adalah agar pasien tidak perlu berlama-lama menunggu di apotek.
“[Sistem tersebut] ternyata membantu mereka untuk menghindari kerumunan. Mereka berterima kasih sama aku karena memudahkan mereka untuk dapat obat,” ujar salah satu apoteker di Jakarta Selatan.
Sistem online juga dapat digunakan dalam memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya. Seperti yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi sebuah Rumah Sakit di Solo,
“Biasanya kita follow up pasien lewat whatsapp. Apalagi kalo dia masih rutin rawat jalan, ya kita KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)-nya tetap lewat whatsapp call selama COVID ini.”
Walau banyak kegiatan yang dialihkan ke sistem online, himbauan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi tetap harus diperhatikan dan dijalankan.
“Harus menjaga protap-protap yang diberlakukan, baik dalam melaksanakan pekerjaan, baik dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), jangan lupa mencuci tangan, kalo misalnya keluar harus memakai masker, ketika melakukan pekerjaan harus memakai APD (Alat Pelindung Diri), dsb.,” kata apt. Maryani Hadi, S. Farm., MKM., Ketua Umum PAFI.
Beliau juga berharap agar para TTK tetap semangat, tetap menjaga kesehatan, tetap mengkonsumsi makanan yang sehat dan vitamin yang diberikan.
“Sehingga, walaupun takut kerja di tengah wabah corona seperti ini, ketika kesehatan mereka terjamin dan bekerja dengan riang dan semangat, kita bisa terlepas dari wabah corona dan sama-sama menjalankan pekerjaan kefarmasian dengan baik.,” imbuhnya.
Di kesempatan yang berbeda, apt. Lilik Yusuf Indrajaya, SE., S.Si., MBA., Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia menyampaikan harapannya agar apoteker bersedia memberikan nomor telepon kepada pasien agar mudah dihubungi, dan dapat mengecek jadwal pengambilan obat pasien serta membantu bila ada efek samping yang terjadi. Dia juga menambahkan bahwa apoteker dapat menjadi garda terdepan dalam menemukan kasus TBC, melalui deteksi dini terkait gejala TBC serta berperan aktif dalam koalisi TBC dengan profesi lain untuk menunjang Indonesia bebas TBC 2030.
Untuk menunjang peran strategis tenaga kefarmasian dalam penanggulangan TBC di masa pandemi COVID-19 ini, diperlukan peningkatan pengetahuan tenaga kefarmasian. USAID TBPS saat ini tengah melakukan kegiatan kampanye dan edukasi online kepada TTK mengenai informasi penting terkait TBC, termasuk penanggulangan TBC di masa pandemik COVID-19, melalui aplikasi SwipeRx[3].
Artikel ini dibuat atas dukungan yang baik dari rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat/ United States Agency for International Development (USAID). Isi menjadi tanggung jawab mClinica dan tidak mencerminkan visi USAID atau pemerintah Amerika Serikat.
[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200430124453-20-498828/belajar-dari-corona-jokowi-ingatkan-tbc-di-ri-ke-3-terbesar [2] https://academic.oup.com/jid/article/216/suppl_7/S724/4595551 [3] Untuk mengunduh aplikasi (iPhone) di https://apps.apple.com/id/app/swiperx/id1146367948 atau (Android) di https://play.google.com/store/apps/details?id=com.swiperx