Majalah Farmasetika – Oliceridine (Olinvyk ™) merupakan agonis μ opioid baru yang dikembangkan oleh Trevena, Inc. sebagai pengobatan nyeri akut sedang hingga berat (Travena, 2020).
Morfin dan Fentanil, salah satu agonis opioid yang saat ini digunakan memiliki mekanisme mengaktifkan jalur protein G dan β-arrester.
Oliceridine merangsang pensinyalan protein G tetapi secara nyata kurang manjur dibandingkan morfin untuk perekrutan β-arrester. Atas dasar bahwa yang terakhir telah terbukti berkontribusi pada efek samping terkait opioid dan redaman respons analgesik, dipostulasikan bahwa agonis bias protein G dapat memberikan analgesia yang efektif dengan lebih sedikit efek samping terkait opioid (DeWire, et al, 2013).
Pada penatalaksanaan klinis pengobatan nyeri akut yang sedang hingga parah, analgesik opioid sering digunakan dalam perencanaan terapi. Namun, efek samping dari penggunaan analgesik opioid sangat tinggi jika dibandingkan dengan efek farmakologinya sehingga mengurangi efektivitasnya.
Oleh karena itu, dikembangkan senyawa generasi baru dari opioid yang dapat secara selektif berikatan dengan reseptor sehingga dapat mengurangi efek samping, contohnya adalah oliceridine.
Oliceridine disetujui oleh FDA pada tanggal 7 Agustus 2020 sebagai obat pereda nyeri akut yang cukup parah pada orang dewasa. Sebelum disetujui oleh FDA, Oliceridine melalui beberapa tahap pengujian seperti uji pra klinik dan uji klinik.
Oliceridine mempunyai efikasi analgesik 3-10 kali lebih kuat daripada morfin pada model analgesik tikus. Selain itu, pengujian pada mencit, oliceridine menyebabkan konstipasi, disfungsi gastrointestinal, dan depresi pernapasan yang lebih sedikit dibandingkan dengan morfin pada dosis tunggal.
Depresi pernapasan (pCO2 > 50 mmHg) pada morfin terjadi ketika dosisnya dinaikkan menjadi 4 kali dosis analgesik sedangkan oliceridine tidak ada perubahan ketika dilakukan kenaikan dosis 8 kali dosis analgesik (DeWire, et al, 2013). Pada uji tail-flick, oliceridine menunjukkan efek analgesik 4 kali lipat lebih kuat daripada morfin, dengan toleransi dan hiperalgesia induksi opioid yang lebih rendah daripada morfin setelah 4 hari pemberian dosis.
Penelitian pada model tikus mengenai efek oliceridine versus morfin pada pemulihan dari fraktur tibialis, oliceridine tidak memperburuk allodynia atau gangguan gaya berjalan setelah fraktur tibialis, sedangkan morfin secara signifikan mengganggu pemulihan dari sensitisasi nosiseptif dan gaya berjalan setelah fraktur tibialis (Liang, et al, 2019).
Selain uji praklinik, oliceridine telah melalui uji klinik. Dilakukan tiga fase uji klinik, pada fase 1 dilakukan pengujian untuk mengetahui interval QT, metabolisme dan ekskresi oliceridine. Puncak rata-rata interval QT terkoreksi kecepatan individu adalah 11,7 ms (diamati pada 9 jam) dan batas atas interval kepercayaan 90% untuk interval QT terkoreksi kecepatan individu rata-rata adalah <10 ms selama 18 dari 24 elektrokardiogram yang diperoleh.
Volume distribusi rata-rata oliceridine adalah 90-120 L dengan pengikatan pada protein plasma sebesar 77%. Oliceridine dimetabolisme di hati oleh cytochrome P450 (CYP) 3A4, CYP2D6, CYP2C9 dan CYP2C19. Sekitar 70% metabolit inaktif oliceridine diekskresikan melalui urin dan sisanya melalui feses. Pada fase 2 dilakukan pengujian pada pasien dengan rasa sakit akut sedang hingga parah. Pasien diberikan oliceridine secara acak dengan loaded doses 1,5 mg dan controlled dose 0,1 mg atau 0,35 mg melalui intravena . Pada penelitian ini diketahui bahwa oliceridine dengan dosis 0,1 mg dan 0,35 mg dapat mengurangi skor rata-rata terhadap rasa sakit yang diderita sebesar 2,3 dan 2,1 poin. Pada fase 3 dilakukan pengujian dengan metode double blind untuk menguji efikasi oliceridin pada pasien dengan rasa sakit akut sedang hingga parah setelah operasi ortopedi bunionectomy dan operasi abdominoplasty (APOLLO-1 dan APOLLO-2).
Pada pengujian APOLLO-1 dan APOLLO-2 didapatkan hasil bahwa oliceridine dengan dosis 0,1 mg; 0,35 mg; dan 0,5 mg memiliki efek analgesik yang tidak lebih rendah dibandingkan dengan morfin (Markham, 2020).
Dosis yang dianjurkan adalah 0.35 – 0.5 mg. Dosis bolus tambahan yang dapat diberikan adalah 0,75 mg. Dosis bolus tambahan dapat diberikan 1 jam setelah pemberian dosis awal, dan setiap jam setelahnya sesuai kebutuhan. Dosis harian kumulatif tidak boleh melebihi 27 mg hal ini dikarenakan dosis harian total lebih dari 27 mg dapat meningkatkan risiko perpanjangan interval QT dan dosis tunggal yang lebih besar dari 3 mg tidak boleh diberikan (Markham, 2020).
Oliceridine mempunyai efek yang sama dengan morfin dan potensinya lebih tinggi dari morfin. Oliceridine berikatan dengan reseptor mu dengan afinitas nanomolar yang rendah dan menghambat akumulasi cAMP di dalam sel HEK293 (Neto et al, 2020).
Berdasarkan hasil uji klinis APOLLO 1 dan 2, Oliceridine memberikan efek yang merugikan seperti hipotensi, hipoksia, mual, hipoventilasi, penurunan saturasi oksigen, peningkatan kadar alanine aminotransferase, peningkatan kadar aminotransferase aspartat, perpanjangan interval QT pada elektrokardiogram dan urtikaria (Markham, 2020).
Saat ini penggunaan olinvyk diindikasikan pada orang dewasa untuk penanganan nyeri akut yang cukup parah dan membutuhkan analgesik opioid intravena serta untuk yang pengobatan alternatifnya tidak memadai.
Saat ini bentuk sediaan dari obat olinvyk adalah intravena dengan controlled substance schedule pending. Dengan bentuk sediaan tersebut digunakan di rumah sakit dan penggunaanya yang terkontrol, sehingga dapat meminimalisir penyalahgunaan dan kecanduan olinvyk (Lambert dan Girolamo, 2020).
Olinvyk memiliki khasiat sebagai agonis opioid pada reseptor μ. Morfin dan fentanil memiliki aktivitas yang sama dengan Olinvyk.
Morfin dan fentanil mengaktivasi protein G dan jalur β-arrestin. Olinvyk juga dapat menstimulasi protein G tetapi lebih ampuh dalam mengaktivasi jalur β-arrestin daripada morfin.
Olinvyk disebut sebagai G protein-biased agonists yang bekerja sebagai analgesik yang efektif dengan efek samping yang lebih sedikit daripada morfin. Uji klinik fase IIb menunjukkan bahwa prevalensi terjadinya efek obat yang tidak diinginkan secara signifikan lebih rendah pada pemberian Olinvyk (Markham, 2020).
Sumber
DeWire, S. M., Yamashita, D. S., Rominger, D. H. et al. 2013. A G protein-biased ligand at the μ-opioid receptor is potently analgesic with reduced gastrointestinal and respiratory dysfunction compared with morphine. J Pharmacol Exp Ther. Vol. 344 (3): 708-717
Lambert, D dan Giromalo, C. 2020. Approval of oliceridine (TRV130) for intravenous use in moderate to severe pain in adults. BJA Anaesth. Vol. 125 (6): e473-e474.
Liang, D.Y., Li, W.W., Nwaneshiudu, C., Irvine, K.A., Clark, J.D. 2019. Pharmacological characters of oliceridine, a μ-opioid receptor G-protein-biased ligand in mice. Anesth Analg. Vol. 129(5): 1414-21.
Markham, A. 2020. Oliceridine: First Approval. Drugs, 80(16) : 1739-1744. DOI : 10.1007/s40265-020-01414-9.
Neto, J.. A.; Costanzini, A.; De Giorgio, R.; Lambert, D.G.; Ruzza, C.; Calò, G. 2020. Biased versus Partial Agonism in the Search for Safer Opioid Analgesics. Molecules Vol. 25, 3870.
Trevena Inc. Trevena announces FDA has set PDUFA date of August 7, 2020 for oliceridine [media release]. 17 November 2020. https://www.treve na.com/.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…