Majalah Farmasetika –Vaksin COVID-19 dari Sinovac (CoronaVac) sudah didistribusikan ke sejumlah daerah di Indonesia untuk nantinya diberikan kepada kalangan prioritas utama pemberian vaksin.
Ada sebuah alat indikator yang penting yang harus diketahui semua tenaga kesehatan, terutama apoteker yang bertanggung jawab dalam menjaga alur distribusi vaksin ini, yakni Vaccine Vial Monitor (VVM).
Stabilitas vaksin Sinovac perlu dimonitoring selama proses pendistribusian hingga nantinya dipakai karena hal ini akan mempengaruhi efektifitas vaksin tersebut. Salah satu cara untuk memonitoring stabilitas vaksin adalah dengan menggunakan VVM.
Mengenal Vaksin Vial Monitor (VVM)
Vaksin Vial Monitor (VVM) adalah komponen pemantau berbentuk label bergambar yang dilekatkan pada vaksin. Monitor ini akan mencatat paparan panas kumulatif yang berlebihan.
Efek dari kombinasi waktu dan suhu mengakibatkan monitor berangsur-angsur berubah warna dan tidak akan berubah lagi pada suhu yang tinggi.
Latar Belakang Penggunaan VVM
Pendistribusian vaksin ke daerah pedalaman yang letaknya sulit untuk dijangkau menimbulkan masalah dalam penyediaan fasilitas penyimpanan rantai dingin selama perjalanan dan penyimpanan di daerah tersebut.
Padahal vaksin merupakan produk biologis yang harus senantiasa diletakkan pada suhu dingin demi menjaga kestabilan dan potensinya. Hal ini mengakibatkan terjadi keraguan terhadap potensi vaksin yang diperkirakan menurun akibat paparan suhu luar.
Ketentuan WHO pun mengatur bahwa semua sediaan vaksin multidosis harus dibuang pada akhir kunjungan tanpa menimbang jumlah sisa vaksin dalam botol karena dikhawatirkan kestabilannya sudah terpengaruh oleh suhu sekitar. Faktor ini mengakibatkan tingginya angka pembuangan vaksin pada saat itu.
Sebelum muncul inovasi VVM, data menunjukkan bahwa setiap tahun dari sekitar 3,5 milyar dosis vaksin program imunisasi dunia dengan anggaran 150 juta US dolar terdapat 1 milyar dosis yang dibuang. Artinya lebih dari seperempat dosis vaksin program imunisasi dunia dibuang setiap tahunnya.
Hal inilah yang melatarbelakangi penggunaan VVM sebagai pemantau stabilitas vaksin dari suhu di sekitarnya sehingga stabilitas vaksin dapat diketahui dengan jelas tanpa mengira-ngira. Penggunaan VVM terbukti dapat menurunkan jumlah dosis vaksin yang dibuang sehingga menghemat biaya.
Sejarah penggunaan VVM
Sejarah Penggunaan VVM
VVM saat ini sudah digunakan secara masif dalam sediaan vaksin. Sebelumnya teknologi ini telah diuji coba secara luas pada 12 negara berkembang selama lebih dari 15 tahun.
Pada tahun 1995 VVM digunakan pada vaksin polio di beberapa provinsi negara Tanzania dan Vietnam, hasilnya terjadi pengurangan angka pembuangan vaksin. Selanjutnya pada 1996 VVM kembali digunakan pada vaksin polio sumbangan UNICEF untuk beberapa negara dilanjutkan dengan penggunaan pada vaksin campak yang merupakan vaksin sensitif kedua setelah polio.
Pemakaian VVM terus diperluas hingga vaksin DPT, TT, dan Hepatitis B. Hasilnya menunjukkan kinerja baik sehingga pada Mei 1996 terbit ketentuan baru bahwa vaksin polio (OPV), DPT, DT, TT, dan Hepatitis B yang memakai VVM selama tanda pada komponen menunjukkan bahwa vaksin masih dapat digunakan maka vaksin tersebut tidak perlu dibuang dan dapat disimpan pada suhu 0-8 derajat celcius.
Hal ini berlaku hingga kadaluarsa vaksin tersebut. Ketentuan baru ini diperkirakan menurunkan 30% angka pembuangan vaksin dan menghemat anggaran hingga 30 juta US dolar.
Fungsi dan cara kerja VVM
Fungsi dan Cara Kerja VVM
Label VVM bekerja setelah ditempelkan pada vaksin.
Lokasi penempelan untuk vaksin cair yaitu di atas lapisan label khusus pada bagian badan sementara untuk vaksin freeze dried diletakkan di bagian atas tutup atau pada leher ampul. VVM tersusun dari material yang sensitif terhadap paparan panas secara kumulatif berlebihan, karakteristiknya berbeda untuk setiap jenis vaksin.
Adapun bagian label, terdiri dari gambar lingkaran berwarna yang pada bagian tengahnya berisi gambar segiempat berwarna putih yang lebih terang dibandingkan warna lingkarang di sekitarnya.
Kondisi stabilitas obat ditunjukkan oleh terjadinya perubahan warna pada bagian segi empat yang diakibatkan oleh paparan suhu tinggi. Paparan ini menurunkan potensi vaksin sehingga pada kondisi tertentu harus dibuang karena tidak layak digunakan.
Semakin rendah paparan suhu tinggi pada vaksin maka semakin lambat proses perubahan warna, sebaliknya semakin tinggi paaran suhu maka semakin cepat perubahan warna terjadi.
Berikut ini merupakan petunjuk pembacaan kondisi vaksin melalui keadaan VVM:
- Kondisi A : warna segi empat lebih terang dari warna gelap di sekelilingnya (warna lingkaran) menunjukkan vaksin dapat digunakan
- Kondisi B : Warna segi empat sudah mulai berwarna gelap namun masih lebih terang dari warna gelap di sekelilingnya menunjukkan vaksin harus segera digunakan dengan catatn kondisi vaksin belum kadaluarsa.
- Kondisi C : warna segi empat sama dengan warna gelap di sekelilingnya menunjukkan bahwa vaksin tidak boleh digunakan.
- Kondisi D : warna segi empat lebih gelap dibanding dari warna gelap disekelilingnya menunjukkan vaksin tidak boleh digunakan.
Maka dapat disimpulkan vaksin dapat digunakan selama label VVM berada pada kondisi A dan B. Adapun untuk vaksin yang tidak habis pada pelayanan statis di fasilitas pelayanan kesehatan maka dapat digunakn untuk pelayanan hari berikutnya dengan syarat belum kadaluarsa, tidak terendam air, sterilitas terjamin, disimpan dalam suhu 2 hingga 8 derajat celcius, dan label VVM dalam kondisi A atau B.
Sumber :
https://www.who.int/immunization_standards/vaccine_quality/What%20is%20VVM%20and%20how%20does%20it%20work.pdf?ua=1