Majalah Farmasetika – Jajaran pengurus Masyarakat Farmasi Indonesia (MFI) menyerahkan draf dan Naskah Akademik RUU Praktik Apoteker ke Badan Legislasi DPR RI pada tanggal 09 Februari 2022. Penyerahan draf RUU ini menjawab proses advokasi yang panjang dengan berbagai stakeholder, organisasi masyarakat dan fraksi-fraksi di DPR RI. Kedatangan Pengurus MFI ditemui langsung oleh Ketua Badan Legislasi DPR RI. Dr. Supratman Andi Agtas, SH., M.H.
Ambil alih RUU Kefarmasian
RUU Praktik Apoteker secara resmi men-take over RUU Kefarmasian pada tanggal 17 Januari 2022. Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya surat pengajuan penyesuaian RUU Kefarmasian yang saat ini tercantum dalam Prolegnas long list 2019–2024 nomor 82 menjadi RUU Praktik Apoteker.
Surat tersebut ditandatangai oleh Drs. H. apt. Chairul Anwar, anggota DPR RI Nomor Anggota 417, pengusul RUU Kefarmasian. “Surat Pengajuan itu sudah diterima resmi Badan Legislatif DPR RI pada tanggal 25 Januari 2022” ungkap Brigjen Pol (P) drs. apt. H, Mufti Djusnir, M.Si (Ketua MFI)
apt. Chairul mengungkapkan bahwa riwayat pengajuan RUU Kefarmasian adalah inisiatif beliau sebagai anggota DPR yang masih memiliki jiwa korsa profesi. Namun dalam perjalanannya, beliau menyadari bahwa apoteker lebih membutuhkan UU Praktik secara spesifik, sehingga memutuskan bergandengan tangan dengan MFI sebagai pengaju RUU Praktik Apoteker untuk memperjuangkannya bersama.
“Perubahan nasib apoteker, tidak bisa diserahkan kepada orang lain. Harus apoteker sendiri yang berjuang” tutur apt. Chairul,
“Sehingga saya ingin menjadi bagian dalam barisan perjuangan tersebut”. lanjutnya sesuai press rilis yang diterima redaksi (11/2/2022)
apt. Chairul yang juga menjabat wakil ketua umum PP IAI yakin MFI mampu mengawal dengan baik advokasi RUU Praktik Apoteker hingga menjadi UU Praktik Apoteker.
Perlu Undang-Undang Profesi Apoteker tersendiri
“Yang diperlukan saat ini untuk meng-golkan UU Praktik Apoteker adalah kesolidan para pejuang profesi bersama seluruh apoteker di Indonesia” pungkasnya.
Hal senada diungkapkan oleh ketua MFI Brigjen Pol (P) drs. apt. H, Mufti Djusnir, M.Si. Menurut mufti, regulasi mengenai profesi Apoteker saat ini belum komprehensif integral, oleh karena itu profesi Apoteker perlu diatur dengan undang-undang tersendiri. Ini berarti regulasi berupa Undang-Undang Praktik Apoteker sangat diperlukan bagi profesi Apoteker karena tanpa ada regulasi secara nasional berupa undang-undang tidak akan ada pengakuan kewenangan yang jelas, perlindungan praktik hingga pengamanan masyarakat dari penyalahgunaan/salah guna obat.
“Apa yang kita kerjakan hari ini bukan untuk MFI, tapi untuk masyarakat dan apoteker selanjutnya setelah kita” Tegas mufti.
Muatan RUU Praktik Apoteker
Secara terpisah, apt. Fidi Setyawan, M.Kes menjelaskan bahwa RUU Praktik Apoteker disusun berdasarkan muatan materi serta landasan sosiologis, filosofis, dan yuridis. Undang-undang praktik apoteker mempunyai urgensitas untuk segera dibentuk secara spesifik dan terpisah dari undang-undang tenaga kesehatan. Materi muatan dari undang-undang Praktik Apoteker harus jelas dan tegas mengatur mengenai ruang lingkup praktik apoteker (pendidikan apoteker, penyelenggaraan praktik, fasilitas praktik, produk sediaan farmasi, peran dan wewenang apoteker, serta hak dan kewajiban apoteker dan masyarakat), kompetensi (registrasi, dan lisensi) serta kelembagaannya yang terdiri dari organisasi profesi, kolegium, dan konsil Apoteker Indonesia.
Berdasarkan materi muatan tersebut, diharapkan undang-undang Apoteker ini mengandung norma yang bersifat perintah terkait dengan pendidikan, kompetensi, pelaksanan praktik dan kelembagaan profesi Apoteker.
“UU tersebut akan meniscayakan praktik Apoteker yang mandiri, kompeten, berkualitas, dan profesional, sehingga perlindungan pada masyarakat benar-benar terjamin” Papar Fidi.
”Yang tak kalah penting, diskriminasi dan kriminalisasi terhadap profesi Apoteker harus diakhiri dengan diwujudkannya Undang-undang Praktik Apoteker”. Tutupnya.