Download Majalah Farmasetika
rapbn 2017
pic : suara.com - Menakar Anggaran Kesehatan dalam RAPBN Tahun 2017

Menakar Anggaran Kesehatan dalam RAPBN Tahun 2017

Cukupkah Alokasi Anggaran RABPBN 2017 Untuk Bidang Kesehatan?

Lalu muncul pertanyaan cukupkah anggaran kesehatan dalam RAPBN Tahun 2017? Ditengah masih banyaknya persoalan dibidang kesehatan, maka alokasi anggaran kesehatan merupakan salah satu kunci penting dalam pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh seluruh komponen Bangsa Indonesia agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan dan sinergi antar program dan sektor baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga sektor swasta. Kesinambungan dan sinergi memerlukan upaya yang tidak mudah. Terlebih pada era desentralisasi saat ini dimana setiap pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan.

Kesinambungan dan sinergi pembangunan kesehatan yang optimal adalah mata rantai bagi keberlangsungan pembangunan nasional. Pembangunan nasional kita hanya akan maju bila ditopang oleh sumber daya manusia yang sehat sehingga akan produktif secara sosial dan ekonomis. Secerdas apapun seseorang manakala derajat kesehatannya menurun, maka akan mengganggu optimalisasi kerja dan produktifitasnya.

Upaya Promotif dan Preventif sebagai Strategi Tepat Kemenkes RI dalam Pembangunan Kesehatan Secara Nasional

Dalam forum Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) yang diselenggarakan pada Bulan April 2016, Kementerian Kesehatan RI telah menggariskan bahwa salah satu strategi yang digunakan dalam pembangunan kesehatan secara nasional adalah melalui pengalokasian anggaran terutama untuk kegiatan yang bersifat promotif dan preventif.

Upaya promotif lebih mengedepankan promosi kesehatan dan upaya preventif yang lebih mengedepankan kegiatan pencegahan terhadap penyakit. Adapun upaya kuratif adalah upaya pengobatan terhadap suatu penyakit dan upaya rehabilitatif adalah upaya mengembalikan bekas penderita kedalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat.

Baca :  Kemenkes Tetapkan 62 Bahan Baku Sediaan Farmasi Produksi Dalam Negeri

Mengedepankan upaya promotif dan preventif pada hakikatnya sejalan dengan paradigma baru yang biasa dikenal sebagai paradigma sehat yaitu paradigma kesehatan yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dulu kita kenal istilah ”mencegah lebih mudah daripada mengobati”. Istilah ini sangat tepat diimplementasikan ditengah terbatasnya anggaran kesehatan pemerintah.

Ditinjau dari sisi biaya yang dibutuhkan pun, upaya promotif dan preventif juga lebih murah daripada upaya kuratif dan rehabilitatif. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa biaya pengobatan untuk penyakit malaria diperkirakan sekitar Rp. 20.000,- per bulan, sementara biaya pengobatan untuk penyakit diabetes mellitus diperkirakan sekitar   Rp. 600.000,- per bulan. Perbedaan angka yang cukup besar ini menjadi salah satu bukti lebih mudah dan murahnya upaya promotif dan preventif dibandingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Pola penyakit dewasa ini telah bergeser dari pola penyakit infeksi dan menular yang disebabkan oleh kuman dan virus menjadi pola penyakit yang tidak menular dan bersifat degeneratif (tidak diturunkan) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes mellitus, gagal ginjal dan lain sebagainya. Penyakit tidak menular ini umumnya disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, seperti konsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi dan kurang serat, perilaku merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan narkoba dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut ditambah lagi dengan perilaku yang serba kompetitif dan meningkatkan stres, menaikkan tekanan darah serta kurangnya aktifitas olahraga.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 2011 dan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir menyebutkan bahwa kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara berkembang mencapai angka 60 %. Sehingga WHO memperkirakan pada Tahun 2020 penyebab kematian akibat penyakit tidak menular akan mencapai angka 73 % dari seluruh penyebab kematian. Kondisi ini sebaiknya menjadi peringatan dini bagi pemerintah dalam penentuan prioritas program pembangunan kesehatan.

Baca :  Pemerintah Umumkan Biaya Tes Swab Mandiri COVID-19 Maksimal 900 Ribu Rupiah

Beberapa upaya promotif dan preventif yang dapat dilakukan antara lain penyuluhan kesehatan, imunisasi dasar, pengelolaan faktor resiko penyakit dan penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penyebarluasan informasi PHBS kepada masyarakat melalui berbagai forum dan kesempatan adalah upaya yang lebih mudah dan murah dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Meskipun saat ini sudah ada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan kesehatan, namun melihat adanya pergeseran pola penyakit dan juga ditopang data dari WHO dan hasil Riskesdas, pemerintah baik pusat dan daerah mau tidak mau harus menguatkan komitmen untuk lebih memprioritaskan upaya promotif dan preventif dalam pembangunan kesehatan.

Terlebih alokasi anggaran dalam RAPBN Tahun 2017 yang hanya sebesar 3,08 % dari total anggaran yang ditetapkan. Sehingga walaupun belum mencapai alokasi anggaran yang ideal dan sesuai amanat undang-undang, diharapkan pembangunan kesehatan tetap dapat mencapai tujuan mulianya yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Referensi : berbagai sumber

Download/unggah artikel ini dalam bentuk pdf

Share this:

About Decky Ferdiansyah

Decky Ferdiansyah, S.Si, Apt. Seorang praktisi dan pemerhati kesehatan yang bekerja sebagai PNS di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung. Lulus sebagai Apoteker pada Tahun 2004 dari Universitas Padjadjaran Bandung. Tercatat sebagai anggota Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Provinsi Lampung. Menyukai aktivitas membaca dan menulis. Saat ini sedang menempuh Program Pascasarjana Studi Pembangunan di Institut Teknologi Bandung

Check Also

Pendefinisian Nomenklatur Pelayanan Kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

Majalah Farmasetika – Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145 …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.