Majalah Farmasetika – Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengakui temuan para ilmuan terkait penularan COVID-19 bisa melewati transmisi udara (airborne) walaupun tanpa terdapatnya tindakan atau prosedur medis yang menghasilkan aerosol. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) memberikan pernyataan resmi terkait hal ini (11/7/2020).
WHO keluarkan panduan baru transmisi SARS-CoV-2
Menurut rilis pernyataan dari PDGI, pada tanggal 9 Juli 2020, WHO mengeluarkan panduan terbaru terkait cara transmisi SARS-CoV-2. Perbedaan signifikan penularan airborne dan droplet yaitu airborne dapat menular pada jarak > 1 meter sedangkan droplet < 1 meter dan airborne bertahan lama diudara sedangkan droplet tidak bertahan lama di udara.
Hal tersebut tentu sangat berimplikasi terhadap cara pencegahan dan pengendalian terhadap COVID-19 karena transrnisi airbone dan droplet sangat berbeda.
Penelitian COVID-19 menular lewat udara
Penelitian-penelitian eksperimen sebelumnya menunjukkan penularan airborne terjadi ketika terjadi tindakan yang menghasilkan aerosol. Setelah tindakan nebulizer dengan tenaga finggi jet, satu penelittan eksperimen menunjukkan RNA virus SARS-CoV-2 berada di sampel udara dalam aerosol selama 3 jam dan penelitian lain menunjukkan 16 jam dan masih ditemukan virus yang masih bisa bereplikasi jika masuk ke dalam sel. Hal tersebut dilakukan secara eksperimen yang menginduksi aerosol yang tidak terjadi pada kondisi batuk pada manusia secara normal.
Selain itu, penelitian yang dilakukan di lingkungan fasilitas kesehatan tempat pasien COVID-19 dirawat, tetapi tidak dilakukan prosedur yang menghasilkan aerosol dilaporkan keberadaan RNA SARS-CoV-2 di sampel udara, namun di penelitian lain yang sama baik di fasilitas kesehatan maupun non fasilitas kesehatan tidak ditemukan keberadaan RNA SARS-CoV-2.
Dalam sampel yang ditemukan virus, kuantitas virus yang terdeteksi dalam jumlah yang sangat kecil dalam volum udara yang besar dan satu studi menemukan virus tersebut di sampel udara dalam kondisi ketidakmampuan menemukan virus yang masih bisa bereplikasi.
Beberapa laporan klinis petugas kesehatan yang terpapar COVID-19, dalam kondisi yang tidak dilakukan prosedur menghasilkan aerosol, ditemukan tidak terdapatnya transmisi nosokomial ketika pencegahan dan pengendalian kewaspadaan kontak dan droplet dilakukan secara benar, termasuk menggunakan masker medis sebagai komponen alat pelindung diri. Hal tersebut menunjukkan tidak ada transmisi aerosol. Studi lebih lanjut diperlukan.
Pada kondisi di lingkungan diluar fasilitas medis, beberapa kejadian luar biasa berkaitan dengan ruangan tertutup/indoor yang padat, dipikirkan kemungkinan terdapatnya transmisi secara aerosol atau airbome, kombinasi dengan transmisi droplet, contohnya pada acara paduan suara, restauran atau kelas fitnes.
Hal ini didasari penelitian dari Miller (2020) yang dilakukan pada anggota paduan suara, 53 dari 61 orang paduan suara tertular diruang tertutup padahal kondisi cuci tangan dilakukan dan jarak fisik diberlakukan. Selain itu, penelitian Li (2020) di sebuah restoran dilaporkan 10 orang dari 3 keluarga yang berbeda tertular COVID-19, tidak ada kontak erat antara 3 keluarga tersebut.
Pada acara tersebut, transmisi aerosol dalam jarak pendek, pada lokasi indoor spesifik, seperti kondisi yang ramai dan ruangan ventilasi yang kurang adekuat dalam waktu yang lama dengan seseorang yang terinfeksi kemungkinan dapatterjadi. Namun, invesfigasi detail terhadap klaster ini dapat juga disebabkan oleh transmisi droplet dan benda benda sekitar, serta kontak erat dari sebagian kecil kasus ke banyak orang (kondisi superspreading), terutama jika kebersihan tangan tidak dilakukan dan masker tidak digunakan serta ketika jarak fisik tidak dipertahankan.
Oleh karena itu, WHO menyatakan kemungkinan terdapatnya penularan secara airborne pada kondisi ruang tertutup (indoor), ramai dan ventilasi yang kurang baik. Namun, WHO belum menyatakan secara pasfi jika COVID-19 menular secara airborne.
Himbauan PDPI terkait penularan COVID-19 melalui udara
Dengan terdapatnya risiko penularan secara airborne, terutama pada ruangan tertutup, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menghimbau:
1. Masyarakat tetap waspada dan tidak panik.
2. Menghindari keramaian baik itu tempat tertutup maupun tempat terbuka.
3. Menggunakan masker dimana saja dan kapan saja bahkan dalam ruangan.
4. Menciptakan ruangan dengan ventilasi yang baik (jendela dibuka sesering mungkin)
5. Tetap menjaga kebersihan tangan serta hindari menyentuh wajah sebelum cuci tangan
6. Tetap menjaga jarak pada aktivitas sehari-hari.
Keterangan tertulis ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDGI, DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR.