Majalah Farmasetika – Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana obat yang Anda konsumsi sampai ke apotek dengan aman dan tetap berkualitas? Di balik proses tersebut, ada sistem ketat yang diterapkan oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) untuk memastikan obat yang beredar aman, asli, dan sesuai standar. Salah satu aturan penting yang menjadi panduan utama PBF di Indonesia adalah Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Peraturan BPOM No. 6 Tahun 2020.
PBF bertanggung jawab dalam mendistribusikan obat dari pabrik hingga ke apotek, rumah sakit, atau fasilitas kesehatan lainnya. Agar kualitas obat tetap terjaga selama perjalanan, PBF harus mematuhi prinsip-prinsip CDOB, terutama dalam aspek operasional. Aspek ini mencakup semua tindakan mulai dari penerimaan, penyimpanan, hingga pengiriman obat ke pelanggan. Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana implementasi aspek operasional CDOB di salah satu PBF di Kota Bandung.
1. Memastikan Pemasok dan Pelanggan Terpercaya
Langkah awal dalam menjaga kualitas obat adalah memastikan bahwa pemasok dan pelanggan memiliki izin resmi dan memenuhi standar yang berlaku. PBF hanya boleh menerima obat dari industri farmasi atau distributor lain yang sudah memiliki izin BPOM.
Proses kualifikasi pemasok di PBF dilakukan secara ketat untuk mencegah masuknya obat palsu atau substandar ke dalam rantai distribusi. Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam menilai pemasok adalah:
- Reputasi dan legalitas pemasok.
- Jenis obat yang berisiko tinggi dipalsukan.
- Penawaran harga yang tidak wajar atau di bawah standar pasar.
Dengan proses ini, PBF dapat memastikan bahwa hanya obat berkualitas dan terdaftar yang akan sampai ke tangan konsumen.
2. Proses Pengadaan yang Terkontrol
Pengadaan obat di PBF dilakukan secara sistematis dan terkontrol menggunakan sistem komputerisasi. Setiap bulan, PBF melakukan pemesanan obat berdasarkan perkiraan kebutuhan (forecasting) yang disetujui oleh manajemen pusat.
Barang yang dipesan akan dikirim ke pusat distribusi (Distribution Center) sebelum didistribusikan ke berbagai cabang. Dengan sistem ini, PBF dapat memastikan ketersediaan obat sesuai kebutuhan dan menghindari kekurangan atau kelebihan stok.
3. Penerimaan Obat: Pemeriksaan Ketat di Setiap Tahap
Begitu obat tiba di PBF, proses penerimaan dilakukan dengan teliti. Setiap kiriman diperiksa untuk memastikan:
- Kesesuaian nama obat, nomor batch, dan tanggal kedaluwarsa.
- Keutuhan kemasan dan kondisi fisik obat.
- Keselarasan antara dokumen pengiriman (Surat Jalan) dan barang yang diterima.
Jika obat memerlukan penanganan khusus, seperti obat dengan suhu rendah (2-8°C), maka segera disimpan di ruang pendingin (chiller) yang sesuai. Proses ini didokumentasikan secara lengkap untuk memastikan traceability (jejak asal-usul produk) jika di kemudian hari diperlukan penarikan kembali (recall).
4. Penyimpanan Obat: Menjaga Kualitas di Setiap Suhu
PBF memiliki beberapa jenis ruang penyimpanan sesuai kebutuhan obat:
- Ambient Room: Suhu di bawah 30°C untuk penyimpanan umum.
- Cool Room: Suhu 18-23°C untuk produk tertentu yang memerlukan suhu sejuk.
- Chiller: Suhu 2-8°C untuk produk sensitif seperti vaksin atau insulin.
Sistem penyimpanan ini menggunakan prinsip First Expired, First Out (FEFO), yaitu mengutamakan distribusi obat yang masa kedaluwarsanya paling dekat. Selain itu, PBF rutin melakukan stock opname setiap tiga bulan untuk memastikan jumlah stok di gudang sesuai dengan catatan sistem.
5. Pemisahan Obat Khusus dan Produk Bermasalah
Obat-obatan tertentu, seperti psikotropika dan prekursor, disimpan di ruang khusus dengan akses terbatas. Ruangan ini dilengkapi dengan pengamanan ekstra, termasuk dua kunci berbeda yang dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab (APJ) dan petugas lain yang berwenang.
Selain itu, obat yang rusak, kedaluwarsa, atau dikembalikan (retur) dipisahkan di ruang khusus. Pemisahan ini penting untuk mencegah penyebaran obat yang tidak layak edar ke masyarakat.
6. Pemusnahan Obat yang Tidak Layak Edar
Obat yang tidak memenuhi standar kualitas akan dimusnahkan sesuai prosedur yang diatur dalam CDOB. PBF bekerja sama dengan pihak ketiga yang memiliki izin resmi dalam proses pemusnahan ini. Seluruh proses pemusnahan didokumentasikan dengan berita acara untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
7. Dari Pesanan ke Pengiriman: Proses yang Akurat dan Aman
Ketika apotek atau rumah sakit memesan obat, PBF memproses pesanan tersebut melalui sistem komputerisasi. Pesanan harus diverifikasi untuk memastikan:
- Pelanggan memiliki izin resmi.
- Jenis dan jumlah obat sesuai ketentuan.
- Tidak ada indikasi penyalahgunaan, terutama untuk obat dengan potensi disalahgunakan.
Setelah diverifikasi, pesanan akan disiapkan oleh tim gudang menggunakan dokumen Sales Order (SO). Barang kemudian dikemas sesuai jenisnya, terutama untuk produk rantai dingin yang memerlukan pengemasan khusus menggunakan ice pack di dalam box styrofoam.
Pengiriman dilakukan dengan kendaraan yang sesuai standar CDOB, termasuk pemeriksaan suhu selama perjalanan untuk produk yang memerlukan pendinginan.
Kesimpulan
Implementasi aspek operasional dalam CDOB di PBF di Kota Bandung menunjukkan betapa ketatnya pengawasan terhadap distribusi obat. Mulai dari kualifikasi pemasok, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, hingga pengiriman—semua dilakukan sesuai prosedur untuk memastikan keamanan dan kualitas obat sampai ke tangan konsumen.
Sistem ini menjadi benteng penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap obat-obatan yang mereka konsumsi, sekaligus mencegah peredaran obat palsu atau ilegal di pasar.
Referensi
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2020. Peraturan BPOM RI No.6 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI.