Majalah Farmasetika – Nyeri pasca operasi akut lazim terjadi pada pasien yang mengikuti prosedur pembedahan, yang dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif (nyeri terhadap cedera fisik sebagai bentuk ransangan) dan nyeri inflamasi (respon biologis terhadap adanya ransangan fisik). Jika tidak diobati dengan tepat, maka dapat menimbulkan peradangan kronis pada situs bedah yang akan menyebabkan nyeri kronis.
Contohnya adalah nyeri neuropatik yang berkembang menjadi nyeri kronis karena cedera saraf pasca operasi torakotomi. Pembedahan juga dapat menyebabkan peradangan neurogenik yang akan menyebabkan edema dan berkontribusi terhadap nyeri pasca operasi. Beberapa mekanisme utama, seperti sesitisasi perifer (sensitisasi neuron nosiseptif di sistem saraf perifer), sensitisasi sentral (sensitisasi sumsum tulang belakang dan neuron di sistem saraf pusat), dan aktivasi sel glia merupakan mekanisme yang terlibat dalam transisi dari nyeri akut menjadi kronis.
Saat ini obat yang umum digunakan untuk analgesik pasca operasi adalah opioid atau NSAID. Anestesi lokal juga dapat digunakan untuk memberikan blok nyeri pasca operasi biarpun penggunaannya lebih sering untuk sebelum atau perioperatif.
Opioid adalah salah satu analgesik yang paling kuat tetapi memiliki risiko terkait dengan mekanisme kerjanya. Pasien dapat membangun toleransi terhadap opioid menyebabkan peningkatan dosis sesuai kebutuhan dan meningkatkan risiko ketergantungan dan penyalahgunaan.
Opioid juga terbukti menghasilkan hiperalgesia paradoksal pada manusia. Dalam laporan 2 tahun, pasien mengalami fungsi lutut yang buruk setelah penggunaan opioid pasca operasi lutut. NSAIDs atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs merupakan analgesik yang dapat mengurangi rasa sakit dan mengurangi peradangan di tempat cedera. NSAID adalah inhibitor enzim yang menargetkan siklooksigenase yang bertanggung jawab untuk produksi prostanoid (misalnya tromboksan, prostasiklin, dan prostaglandin).
Opioid dan NSIAD diberikan secara oral yang merupakan metode yang paling umum dan paling sederhana saat ini, namun dengan adanya metabolisme lintas pertama akan mengurangi bioavailabilitas ke site action. Rute pemberian oral juga memiliki potensi dan efek samping karena paparan sistemik serta peningkatan kebutuhan dosis dari waktu ke waktu, dan memungkinkan terjadinya degradasi oleh asam lambung sehingga tidak cocok untuk beberapa bahan aktif.
Penghantaran obat terkontrol memberikan paparan obat yang lebih lokal ketika diberikan, terutama ketika diresapi ke dalam matriks pelepasan terkontrol. Jika matriks ini ditanamkan di tempat cedera, efek terapeutik tetap terlokalisasi pada tempat penyisipan. Sistem pelepasan terkontrol ini meliputi perangkat yang dapat memberikan analgesik melalui beberapa metode seperti rute injeksi, transdermal, atau subkutan (implan).
Rute injeksi memiliki potensi untuk mempertahankan penghantaran obat lokal dan meningkatkan bioavalilabilitas jika digunakan dengan matriks penghantaran obat terkontrol. Namun, rute ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu menimbulkan kemandulan, stabilitas penyimpanan, sifar invasif, dan memerlukan bantuan dokter atau perawat dalam penggunaanya. Sistem penghantaran secara transdermal menghindari degradasi obat oleh gastrointestinal.
Sistem ini bahkan dapat menghilangkan rasa sakit atau nyeri di area tertentu dari 3 jam, 72 jam, hingga 3 bulan. Meskipun metode ini menjanjikan, sebagian besar metode transdermal dibatasi oleh masalah kelarutan obat dan kemampuan bahan aktif untuk melewati sawar kulit. Selanjutnya metode efektif untuk penghantaran obat lokal adalah penggunaan implan. Pemberian implan lebih menjanjikan dibandingkan dengan rute lain karena membuat obat langsung tersedia untuk jaringan lokal tanpa hambatan fisik (kulit).
Pemanfaatan polimer non-biodegradable telah digunakan yang biasanya untuk aplikasi jangka panjang seperti kontrasepsi untuk memberikan pelepasan bahan aktif yang lebih lama dan perlu dilepas setelah melewati periode pelepasan bahan aktif. Sedangkan pada polimer biodegradable, bahan aktif akan dilepaskan langsung ke jaringan dan akan terurai secara hayati yang juga dapat disesuaikan untuk terdegradasi dalam jangka waktu yang lama (misalnya hingga satu bulan) sehingga polimer biodegradable akan menjadi metode yang ideal untuk matriks manajemen rasa sakit.
Saat mengembangkan formulasi pelepasan atau penghantaran obat terkontrol, ada tiga elemen utama yang perlu dipertimbangkan, yaitu kombinasi komponen ke dalam matriks, pemilihan bahan aktif, dan pilihan polimer biodegradable.
Polimer yang dapat terdegradasi dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama: alami dan sintetik. Di antara kedua kelas tersebut, berbagai macam polimer tersedia untuk digunakan dalam matriks penghantaran obat terkontrol untuk manajemen nyeri. Di bawah ini merupakan polimer biodegradable untuk manajemen nyeri terkontrol.
1. Polimer alami
Bahan yang berasal dari alam umumnya dianggap kurang beresiko karena akan terdegradasi menjadi bahan yang dapat dengan mudah dimetabolisme oleh tubuh. Salah satu contoh aplikasinya adalah pengembangan implan kolagen yang mengandung bahan aktif bupivacaine hidroklorida dengan indikasi pereda nyeri akut pasca operasi hingga 24 jam pada orang dewasa.
Implan ini ditempatkan langsung ke dalam situs bedah selama operasi dan melepaskan bahan aktif secara berkelajutan. Dalam ranah penghantaran obat, polimer alam biasanya hanya melepaskan obat secara efektif selama beberapa jam hingga sehari.
Durasi ini dianggap terlalu pendek untuk meningkatkan penyembuhan dan pemulihan pasien setelah pembedahan.
2. Polimer sintetik
Polimer sintetik sering digunakan untuk menghindari komplikasi daya tahan polimer alami dan sering digunakan untuk memperpanjang durasi analgesik pada polimer alami.
Polimer sintetik yang digunakan sebagai analgesik yang terbukti berguna untuk mengatasi nyeri pasca operasi antara lain, poli (anhidrida), poli (orthoester), poli (ester), dan poli (ester amida).
Kontrol yang efektif dari manajemen nyeri memiliki potensi untuk secara signifikan mengurangi kebutuhan opioid dan NSAID setelah prosedur pembedahan. Dengan munculnya matriks pelepasan terkontrol memberikan efek analgesik diperpanjang yang akan berfungsi untuk meningkatkan kenyamanan pasien, kualitas perawatan dan kepatuhan.
Idealnya matriks harus dapat terurai secara hayati dalam periode klasifikasi tertentu, memberikan penghantaran obat yang efektif, melibatkan metode pemberian yang sesuai untuk aplikasi secara spesifik, dan mudah disesuaikan atau dipersonalisasi sesuai pasien.
Referensi:
Brigham, N. C., Ji, R. R., & Becker, M. L. (2021). Degradable polymeric vehicles for postoperative pain management. Nature Communications, 12(1), 1367. https://doi.org/10.1038/s41467-021-21438-3