Makin dipertegas, mengenai syarat dan prosedur administrasi pendirian pun sepenuhnya menjadi hak individual seseorang berjabatan Apoteker (PMK Nomor 9 Tahun 2017, Pasal 13).
Dinyatakan secara eksplisit bahwa “Apoteker” dapat mendirikan “Apotek” dengan “modal sendiri” dan atau modal dari pemilik modal baik “perorangan” maupun “perusahaan”. Ada jarak yang cukup jauh antara Apoteker dengan Pemilik Modal. Beberapa frasa penting memisahkannya.
Apoteker harus mampu membuat definisi secara komprehensif atas modal yang akan dipergunakan untuk mendirikan Apotek sebelum “kebutuhan modal” tersebut “ditawarkan” kepada “calon pemilik modal”. Ini bukanlah hal yang mudah. Apoteker harus membuat rumusan secara utuh, tidak hanya penyiapan modal utk keperluan fisik, namun juga non fisik. Hal ini membawa ke suatu pemahaman bahwa Apoteker dipaksa utk menjadi enterpreuneur Apotek dalam arti sesungguhnya.
Dalam perumusan Apotek, beberapa Apoteker dapat berkolaborasi sehingga dengan demikian akan mampu membenamkan banyak karakter dan nilai-nilai dasar Apotek. Apotek dengan “Gaya Lama” yang bercorak dominan bisnis akan dapat bergeser setapak demi setapak apabila kolaborasi Apoteker berhasil merumuskan “Tata Nilai Baru” yang lebih ramah terhadap substansi profesi.
Masalah pentingnya adalah, siapakah yang bertanggungjawab terhadap dorongan Apoteker agar dapat berkolaborasi? Dan bagaimana pula suatu mekanisme dapat disusun agar “tata hubungan” Apoteker dengan pemilik modal yang hanya akan berkomunikasi dalam perspektif hubungan permodalan saja ? Jawaban sudah ada, jelas dan terang benderang.
Pemerintah dalam PMK Nomor 9 Tahun 2017 sudah tanpa ragu menyerahkan mekanisme birokrasional pendirian Apotek hanya melalui dan oleh Apoteker. Tidak ada lagi keterlibatan pemodal dalam tata urutan pengajuan Pendirian Apotek.
Kini tinggal “Kita Sendiri” yang menjadi “Penentu”.
Sumber :