farmasetika.com – Epilepsi merupakan salah satu gangguan sel saraf (neurologik) otak yang ditandai dengan serangan epileptik. Penderita epilepsi dapat terserang kejang secara tiba-tiba tanpa sebab khusus. Kejang bersifat sementara dan berulang. Kejang pada penderita epilepsi terjadi karena aktivitas listrik abnormal yang mengakibatkan kontraksi dan relaksasi otot tak terkendali serta goncangan tubuh yang tidak berirama.
Mengenal Epilepsi
Di Indonesia epilepsi lebih dikenal dengan sebutan ayan atau sawan. Hingga saat ini, masih banyak stigma buruk mengenai epilepsi. Meskipun demikian WHO pada tahun 2012 menyatakan bahwa penderita epilepsi negara berkembang lebih banyak dibandingkan negara maju, 80% dari penderita epilepsi berasal dari negara berkembang. Di Indonesia sendiri 4 hingga 10 dari 1000 orang menderita epilepsi.
International League of Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 mengklasifikasikan epilepsi menjadi empat kelompok berdasarkan bangkitan epileptik, yakni bangkitan parsial (lokal atau fokal), bangkitan umum (tonik, klonik atau tonik klonik, mioklonik, dan atipikal), bangkitan epileptik tidak terklasifikasi dan bangkitan berulang (status epiletikus). Kemudian pada tahun 1989 ILAE kembali mengklasifikasikan epilepsi.
Klasifikasi epilepsi menjadi empat kelompok berdasarkan sindrom yang terjadi, epilepsi dan sindrom localization-related (fokal, lokal,dan parsial), epilepsi dan sindrom generalization atau umum, sindrom spesial dan sindrom yang belum diketahui.
Terapi epilepsi
Karbamazepin menjadi lini pertama pengobatan epilepsi. Karbamazepin berkerja memblok masuknya ion Natrium (Na+) pada voltage-gated sodium channel atau biasa disebut dengan sodium channel blockers.
Gambar 1. grafik potensial aksi sel (sumber: https://faculty.washington.edu/chudler/ap.html)
Normalnya, keadaan intrasel bersifat negatif (-) sedangkan keadaan extrasel bersifat positif (+), masuknya ion Na+ menyebabkan intrasel bersifat positif (+) dan menyebabkan sel aktif, kejadian tersebut disebut dengan depolarisasi. Kemudian sel akan kembali istirahat dengan aksi repolarisasi. Penghambatan pengambilan Na+ oleh karbamazepin mencegah terjadinya depolarisasi sehingga aktivitas listrik pada saraf otak dapat terkontrol.
Inovasi rute pemberian karbamazepin
Pengobatan menggunakan karbamizepin biasa diberikan dalam rute oral. Namun seiring berkembangnya pengetahuan disadari terdapat beberapa klasifikasi epilepsi yang tidak memungkinkan untuk diberikan karbamazepin secara oral, seperti kejang parsial dengan gejala kompleks dan kejang tonik klonik umum. Kejang pasrial dengan gejala kompleks adalah kejang yang mempengaruhi otak serebral sehingga menyebabkan hilang kesadaran. Sedangkan kenjang tonik klonik umum merupakan kejang seluruh tubuh dengan diikuti gerakan menggigit lidah, warna kulit biru dan kehilangan kendali pengeluaran air seni dan tinja.
Keadaan kejang pasrial dengan gejala kompleks dan kejang tonik klonik umum tidak memungkinkan untuk pemberian karbamazepin secara oral. Hal tersebut tentu menjadi tuntutan dunia kesehatan untuk menemukan rute pemberian lain karbamazepin.
Penelitian mengenai pergantian rute pemberian karbamazepin begitu pesat. Peneliti berbodong-bondong mengeluarkan penelitiannya menegai stabilitas karbamazepin dalam berbagai bentuk sediaan. Hingga oktober 2016, perusahaan bioteknologi dan farmasi asal Denmark, Lundbeck mematenkan injeksi karbamazepin dengan nama dagang Carnexiv. Carnexiv digunakan sebagai pengganti karbamazepin oral dalam situasi tertentu. Carnexiv hanya digunakan melalui injeksi intravena (i.v).
Injeksi Carnevix
Formulasi injeksi Carnevix dalam botol 20 mL dosis tunggal mengandung 200mg karbamazepin. Setiap mL mengandung 10 mg karbamazepin, 250 mg betadex sulfobutyl ether sodium, 0,78 sodium phosphate monobasic dihydrate dan NaOH atau HCl sebagai pengatur pH tetap berkisar 6,2. Semua bahan dilarutkan dalam air pto injeksi.
Sama halnya dengan karbamazepin, obat Carnexiv berperan menjadi sodium channel blockers. Penggunaan carnexiv dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti hiponatremia, kelainan irama jantung. reaksi dermatologis, stevens-Johnson sydrome dan anemia. Selain itu, pemberian karbamazepin melalui injeksi memberikan beberapa keuntungan diantranya efek yang lebih cepat dibandingkan rute pemberian oral, hal ini dikarenakan pemberian secara injeksi i.v tidak memerlukan proses disolusi dan absropsi seperti halnya pemberian oral. Pemberian karbamazepin secara i.v menghidari first pass effect, karena rute metabolisme utama karbamazepin adalah dihati melalui CYP3A4.
Daftar Pustaka
Baker, G. A., & Jacoby, A. 2000. The problem of epilepsi, Quality of life in epilepsi: Beyond seizure counts in assessment and perlakuan. Amsterdam: Harwood Academic Publishers.
CanterWatch. 2016. Carnexiv. Tesedia online di https://www.centerwatch.com/drug-information/fda-approved-drugs/drug/100171/carnexiv-carbamazepine [diakses pada 27 Oktober 2019].
Fitrina, Rahayu. 2017. Epilepsi. Tersedia online di http://yankes.kemkes.go.id/read-epilepsi-4812.html [diakses pada 27 Oktober 2019].
Hata M, et al. 2008. An epoxidation mechanism of carbamazepine by CYP3A4. Bioorg. Med. Chem. Vol 16;5134–5148.
Husna, M., & Kurniawan, S. N. 2018. Biomolecular mechanism of anti epileptic drugs. Malang Neurology Journal. Vol 4(1), 38-45.
Marino, S. E., Birnbaum, A. K., Leppik, I. E., Conway, J. M., Musib, L. C., Brundage, R. C., … & Rarick, J. O. 2012. Steady‐state carbamazepine pharmacokinetics following oral and stable‐labeled intravenous administration in epilepsy patients: effects of race and sex. Clinical Pharmacology & Therapeutics. Vol 91(3); 483-488.
Maryanti, N. C. W. 2016. Epilepsi dan budaya. Buletin Psikologi. Vol 24(1); 23-32.
Rxlist. 2017. Carnexiv. Tersedia online di https://www.rxlist.com/carnexiv-drug.htm#description [diakses 27 Oktober 2019].
Scheffer, I. E., Berkovic, S., Capovilla, G., Connolly, M. B., French, J., Guilhoto, L., … & Nordli, D. R. 2017. ILAE classification of the epilepsies: position paper of the ILAE Commission for Classification and Terminology. Epilepsia. Vol 58(4); 512-521.
WHO. 2012. Epilepsi. Tersedia online di https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/epilepsy [diakses pada 27 Oktober 2019].
Penulis : Diena Karfiena Rahma Danti, Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran