Download Majalah Farmasetika
Sumber Gambar : Media Indonesia

Pakar UGM : Disinfektan Beresiko Kanker, Basmi Virus COVID-19 di Permukaan Benda

farmasetika.com – Akhir-akhir ini masyarakat banyak menggunakan disinfektan untuk langsung digunakan ketubuh manusia melalui disinfectant chamber atau bilik disinfektan dengan maksud untuk membunuh virus corona baru penyebab wabah COVID-19.

Para pakar dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan bahwa disinfektan berbahaya bila digunakan langsung ke tubuh manusia, disinfektan digunakan untuk permukaan benda mati. Berbeda dengan antiseptik seperti hand sanitizer yang bisa digunakan ke tangan.

Melalui situs resmi Fakultas Farmasi UGM (1/4/2020), Endang Lukitaningsih dkk jelaskan perbedaan antara antiseptik dan disinfektan.

Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa, untuk mengurangi kemungkinan infeksi, sepsis atau pembusukan (putrefaction). Beberapa antiseptik adalah germisida sejati, yang mampu menghancurkan mikroba (bakteriosidal), sementara yang lain bersifat bakteriostatik dan hanya mencegah atau menghambat pertumbuhannya. Antiseptik sering digunakan misalnya untuk membersihkan luka, mensterilkan tangan sebelum melakukan tindakan yang memerlukan sterilitas (contohnya: povidon iodin, kalium permanganat, hydrogen peroksida, alkohol). Hand sanitizer pada umumnya adalah mengandung antiseptik, seperti alkohol 60-70%. Kadar bahan aktif pada antiseptik jauh lebih rendah daripada disinfektan.

Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme (misalnya pada bakteri, virus dan jamur kecuali spora bakteri) pada permukaan benda mati, seperti furniture, ruangan, lantai,  dll. Disinfektan tidak digunakan pada  kulit maupun selaput lendir, karena berisiko mengiritasi kulit dan berpotensi memicu kanker. Hal ini berbeda dengan antiseptik yang memang ditujukan untuk disinfeksi pada  permukaan kulit dan membran mukosa.

Karakteristik virus penyebab COVID-19

Sejak Covid-19 pertama kali dilaporkan oleh WHO di Wuhan China pada akhir Desember 2019, saat ini telah menyebar ke lebih dari 180 negara termasuk Indonesia. Semua negara berupaya mempersempit penyebaran virus Covid-19 yang ditransmisikan antar manusia melalui droplet.

Virus sangat berbeda dengan bakteri dalam hal ukuran yaitu 40-160 nm, memiliki struktur berupa tonjolan glikoprotein dan membrane protein berbentuk amplop yang memiliki kemiripan struktur dengan virus SARS-CoV hingga 75-90%. Struktur gen pada Covid-19 juga mirip dengan SARS-CoV (>80%). Covid-19 akan inaktif jika terkena sinar ultraviolet dan suhu tinggi serta disinfektan yang bersifat lipofil (larut lemak) yaitu : eter, etanol, klorin, asam peroksi asetat dan kloroform.

Covid-19 akan berkembang biak dalam tubuh manusia dalam masa inkubasi 3-7 hari bahkan hingga 14 hari. Sepanjang daya tahan tubuh manusia yang terinfeksi cukup, maka Covid-19 akan mati dengan sendirinya (self limiting disease).

Bahan disinfektan yang bisa membasmi COVID-19

EPA (Environmental Protection Agencies), suatu badan perlindungan lingkungan, telah merilis sejumlah 351 sediaan yang dapat digunakan sebagai disinfektan untuk membunuh virus termasuk human Coronavirus lengkap dengan waktu kontak yang efektif. Di bawah ini akan dikaji mekanisme dan efek dari beberapa disinfektan yang sering digunakan, yaitu etanol, sodium hipoklorit, hidrogen peroksida, ammonium kuarterner, dan sebagainya.

Baca :  Vaksin Merah Putih Masuk Uji Klinis Fase 3 dengan 4050 Sukarelawan

Etanol dengan konsentrasi minimal 60% sudah diketahui dapat melarutkan bagian lipid atau lemak dari dinding virus sehingga virus akan rusak. Karena etanol juga mampu larut dengan air, maka sangat menguntungkan karena dapat melarutkan virus yang amplopnya bersifat larut air (non-lipophilic virus).

Bahan golongan klorin (contohnya klorin dioksida, sodium hipoklorit, asam hipoklorit) dapat membunuh virus dengan jalan masuk menembus dinding virus dan akan merusak bagian dalam virus. Klorin adalah cairan/bahan yang mudah menguap, sehingga memiliki risiko mengganggu pernafasan bila terhirup dan menimbulkan sesak nafas sampai iritasi paru-paru, sesuai banyaknya klorin yang terhirup.

Benzalkonium klorida, salah satu golongan surfaktan kationik yang saat ini banyak digunakan pada cairan disinfektan, juga mampu merusak dinding virus. Apabila terhirup juga dapat menimbulkan bahaya dalam pernafasan dan beberapa orang dapat mengalami reaksi alergi atau kambuhnya asma.

Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan senyawa oksidator kuat yang dapat merusak dinding virus dan mampu merusak material di dalamnya. Penggunaan hidrogen peroksida secara berlebihan akan menyebabkan iritasi hingga rusaknya kulit. Penggunaan bersama-sama antara hidrogen peroksida (1%) dengan peracetic acid (0,08%) juga efektif untuk merusak dinding virus. Informasi ini semua dapat ditemukan dalam website Centers for Disease Control and Prevention (9).

Lenntech juga menyebutkan gas ozon sebagai alternatif disinfektan yang dapat membunuh bakteri. Sejatinya ozon merupakan gas toksik bagi manusia yang dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan mulut kering, batuk, sakit kepala dan rasa tercekik. Oleh karena itu, pemakaian ozon harus dilengkapi dengan monitor untuk memantau konsentrasi ozon di udara. Dosis aman ozon di udara adalah kurang dari 0,3 ppm dengan durasi maksimal 15 menit. Udara harus dijaga kelembabannya, karena adanya molekul air dapat menyebabkan terbentuknya radikal hidroksida (-OH radikal) dan dapat juga berikatan dengan nitrogen udara yang selanjutnya membentuk asam nitrat yang bersifat korosif. Karena itu, penggunaan ozon sebagai disinfektan harus mempertimbangkan kelembaban udara (harus kering), kadar ozon, durasi paparan, dan dilakukan pada ruangan tertutup.

Bagaimana dampak penyemprotan disinfektan ke lingkungan atau manusia?

Beberapa senyawa di atas, ditujukan untuk disinfektan artinya untuk diaplikasikan pada permukaan benda-benda mati agar berkurang jumlah kontaminan virus atau mikroorganisme yang menempel. Lalu apakah dapat diaplikasikan seperti halnya kegiatan penyemprotan disinfektan secara langsung kepada manusia (secara langsung maupun lewat bilik disinfeksi) atau pada lingkungan?

Baca :  Vaksinasi COVID-19 Selama Kehamilan Tidak Beresiko Lahir Prematur

Tentu tidaklah baik dan dan masih diragukan manfaatnya. Risiko yang diterima oleh manusia sebagai target yg disemprot sangat besar seperti efek samping yang terjadi pada kulit, mata dan pernafasan, karena tidak terkontrol berapa jumlah yang terpapar. Di samping itu, bahaya di kemudian hari juga harus dipertimbangkan. Semua bahan kimia yang tumpah atau sengaja dibuang ke lingkungan, baik lewat udara, air atau tanah akan mengalami pergerakan yang saling bertautan. Ketika disinfektan disemprotkan ke udara, maka dia akan jatuh ke tanah bila ada hujan turun, maka ada sebagian yang terbawa melalui air hujan atau meresap ke dalam tanah.

Disinfektan ini sebagian besar adalah berspektrum luas, artinya  tidak hanya membunuh virus Covid-19 yang disasar, tetapi juga dapat membunuh mikroorganisme lain yang seharusnya ada di lingkungan, misalnya yang diperlukan mengurai sampah. Hal ini akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Bahkan, mikrorganisme yang bertugas menguraikan bahan kimia disinfektan tadi juga ikut mati dan punah, sehingga disinfektan akan lebih lama berada di lingkungan.

Bila demikian, maka sisa disinfektan yang ada di tanah maupun air, akan dapat terserap oleh tanaman dan mengikuti rantai makanan yaitu ke hewan kecil pemakan tanaman, hewan besar dan ke manusia. Bila disinfektan ini mampu berikatan dengan lemak pada tubuh pemangsanya, maka akan terjadi penumpukan dalam tubuh. Manusia sebagai pemakan tumbuhan dan hewan barangkali akan mengakumulasi paling banyak lagi. Di samping itu, bahan disinfektan juga dapat mengubah sifat genetik dari mikroba yang terpapar dan tidak mati, menjadi mikroba yang bermutasi, sehingga keseimbangan lingkungan menjadi kacau.

Sebagai contoh, benzalkonium klorida di alam, dapat terdeposit dalam tanah dan akan mampu terlarut kembali dan diserap oleh tanaman (11). Klorin juga demikian, akan mampu berinteraksi dengan senyawa aromatic benzene membentuk poly chlorinated benzene (PCB) yang memiliki waktu tinggal di alam sangat lama bahkan hitungan tahunan karena sulit untuk diurai.

Berdasarkan kajian di atas, maka perlu mendudukkan kembali fungsi disinfektan yaitu diperuntukkan pada benda mati (perabotan, lantai, lemari, permukaan meja, gagang pintu, dll) dan tidak dikenakan langsung pada manusia. WHO juga menyatakan bahwa penyemprotan alkohol maupun disinfektan akan membahayakan manusia dan tidak akan efektif membunuh virus.

Sumber :

Cara Penggunaan Disinfektan yang Tepat untuk Mencegah Penyebaran Covid-19. https://farmasi.ugm.ac.id/id/cara-penggunaan-disinfektan-yang-tepat-untuk-mencegah-penyebaran-covid-19/

Share this:

About farmasetika.com

Farmasetika.com (ISSN : 2528-0031) merupakan situs yang berisi informasi farmasi terkini berbasis ilmiah dan praktis dalam bentuk Majalah Farmasetika. Di situs ini merupakan edisi majalah populer. Sign Up untuk bergabung di komunitas farmasetika.com. Download aplikasi Android Majalah Farmasetika, Caping, atau Baca di smartphone, Ikuti twitter, instagram dan facebook kami. Terimakasih telah ikut bersama memajukan bidang farmasi di Indonesia.

Check Also

Pendefinisian Nomenklatur Pelayanan Kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

Majalah Farmasetika – Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145 …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.