Majalah Farmasetika – Covid-19 muncul pertama kali di Wuhan, Cina dan menyebar dengan cepat hampir ke seluruh negara di dunia. Pemakaian Sarilumab sebagai obat Covid-19 muncul karena pemakaian tocilizumab, antibody monoclonal, yang merupakan inhibitor interleukin-6 untuk mengobati pneumonia Covid-19.
Namun, peningkatan pemakaian tocilizumab ini menyebabkan habisnya stock tocilizumab, sehingga digantikan dengan sarilumab yang analog dengan tocilizumab yang mempunyai aktivitas sebagai penghambat IL-6, dimana diperkirakan bahwa IL-6 dapat berperan dalam mendorong respon inflamasi yang terlalu aktif di paru-paru pasien yang sakit parah atau kritis dengan COVID-19.
Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 yang dimulai pada awal tahun 2020, kini telah menyebar ke hampir semua negara di dunia, dengan lebih dari 4,88 juta kasus dan lebih dari 322.000 nyawa hilang. Muncul pertama kali di Wuhan, Cina, kemudian dengan cepat menyebar ke Eropa. Italia dengan cepat menjadi pusat penyebaran, dengan lebih dari 226.000 kasus dan 32.000 kematian. Secara keseluruhan, sekitar 80% pasien COVID-19 menunjukkan gejala ringan atau tidak sama sekali. Sekitar 14% mengembangkan pneumonia berat, membutuhkan rawat inap, sementara sisanya menjadi sakit kritis, membutuhkan masuk ke unit perawatan intensif (ICU).
Sejarah Penemuan Sarilumab sebagai Obat Covid-19
Hasil penelitian terhadap 21-pasien uji coba Cina didapatkan bahwa pasien COVID-19 mengalami penurunan demam yang cepat dan 75 persen pasien (15 dari 20) telah mengurangi kebutuhan oksigen tambahan dalam beberapa hari setelah menerima tocilizumab (reseptor antibody IL-6).
Berdasarkan hasil tersebut, China kemudian memperbarui pedoman pengobatan COVID-19 dan menyetujui penggunaan inhibitor tocilizumab IL-6 untuk mengobati pasien dengan penyakit parah atau kritis. Karena terbatasnya stok tocilizumab di pasaran, maka digunakan alternative lain yang mempunyai efek kinerja seperti tocilizumab, dalam hal ini adalah sarilumab.
Sarilumab dengan nama dagang Kevzara adalah antibodi monoklonal manusia terhadap reseptor interleukin-6 (IL-6). Regeneron Pharmaceuticals dan Sanofi mengembangkan obat untuk pengobatan rheumatoid arthritis (RA), yang mana obat ini menerima persetujuan FDA AS pada 22 Mei 2017 dan persetujuan Badan Obat Eropa pada 23 Juni 2017.
Peneliti menganggap serangan Covid-19 sebagai hasil dari badai sitokin karena terlalu aktifnya sel-sel kekebalan, yang dimediasi oleh sitokin kunci IL-6. Akibatnya, antibodi monoclonal anti-IL-6 tocilizumab disetujui dan digunakan untuk mengobati pneumonia COVID-19 yang parah. Namun, karena stok obat tersebut cepat menghilang ketika permintaan meningkat, maka digunakan inhibitor IL-6 lain yang disebut Sarilumab, yang juga merupakan obat yang disetujui FDA untuk rheumatoid arthritis (RA).
Pada bulan Maret 2020, Institut Fewellstein Kesehatan Northwell mengumumkan studi tentang “antibodi manusia yang dapat mencegah aktivitas” IL-6 untuk pengobatan COVID-19. Penelitian saat ini bertujuan untuk mengeksplorasi efek dari penggunaan Sarilumab pada pasien dengan pneumonia berat yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Hasil yang dipilih adalah untuk mengevaluasi efek Sarilumab dalam kasus-kasus ini, sehubungan dengan peningkatan fungsi paru-paru dan pencegahan masuk ke ICU, keamanan, dan tindakan biologis dan klinis hipotetis.
Mengenal Sarilumab
Sarilumab adalah antibodi IgG1 rekombinan manusia yang mengikat kedua bentuk reseptor interleukin 6 (IL-6R), sehingga menghambat pensinyalan yang dimediasi IL-6. IL-6 dikenal sebagai sitokin pleiotropik yang mengaktifkan sel-sel kekebalan (sel T dan B), serta hepatosit untuk pelepasan protein fase akut seperti CRP, serum amiloid A dan fibrinogen. Metabolisme Sarilumab belum ditandai. Karena merupakan antibodi monoklonal, diperkirakan terdegradasi menjadi peptida kecil dan asam amino.
Proses/Hasil Uji Klinis
Pada 16 Maret 2020, Sanofi dan Regeneron mengumumkan inisiasi uji coba fase 2/3 terhadap sarilumab sebagai inhibitor IL-6 (Kevzara). Komponen uji coba yang berbasis di Amerika Serikat akan dimulai di New York. Percobaan multicenter, double-blind, fase 2/3 memiliki desain adaptif dengan dua bagian dan diharapkan untuk mendaftarkan hingga 400 pasien.
Bagian pertama akan merekrut pasien dengan infeksi COVID-19 yang parah di sekitar 16 tempat di AS, dan akan mengevaluasi efek sarilumab pada demam dan kebutuhan akan oksigen tambahan. Bagian kedua, uji coba akan mengevaluasi peningkatan hasil jangka panjang, termasuk mencegah kematian dan mengurangi kebutuhan ventilasi mekanik, oksigen tambahan, dan / atau rawat inap.
Berdasarkan analisis uji coba fase 2, desain fase 3 yang sedang berlangsung dimodifikasi pada tanggal 27 April 2020, untuk memasukkan hanya sarilumab dosis tinggi (400 mg) atau plasebo pada pasien kritis (yang membutuhkan ventilasi mekanik atau oksigenasi aliran tinggi atau ICU). Sarilumab ini diberikan secara intravena dengan dosis tunggal atau multidosis. Dosis tambahan dapat diberikan jika pasien memenuhi kriteria yang ditentukan protokol.
Pasien yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 juga menerima kombinasi lopinavir / ritonavir atau kombinasi darunavir / ritonavir (masing-masing 70% dan 25%), hidroksi kloroquin (94%), azitromisin (55%), dan heparin profilaksis (75%). Pasien diuji fungsi paru-paru, kebutuhan oksigen, dan tes darah, termasuk kadar IL-6 plasma.
Hampir 90% pasien adalah laki-laki, dan usia rata-rata adalah 66 tahun, 62% hingga 64% kelebihan berat badan atau memiliki satu atau lebih kondisi medis yang ada bersama. Sepertiga dari mereka hanya menerima satu dosis Sarilumab.
Dari total 53 pasien, 74% dirawat di bangsal medis dan 26% di ICU. Dua pertiga dari kelompok pertama memiliki dosis tunggal, sementara sekitar 93% dari mereka di ICU membutuhkan dua dosis. Dosis tambahan dapat diberikan jika pasien memenuhi kriteria yang ditentukan protokol. Studi ini mencakup 53 pasien rawat inap dengan pneumonia berat yang terkait dengan SARS-CoV-2, antara 23 Maret dan 4 April 2020. Setiap pasien ditindaklanjuti selama 14 hari atau lebih. Setiap pasien menerima 400 mg Sarilumab dengan dosis kedua jika kondisi klinisnya memburuk atau gagal membaik.
Dari 14 pasien di ICU, dua pertiga dipulangkan ke bangsal medis dalam waktu 12 hari setelah pemberian Sarilumab. 90% dari kelompok ini mengalami peningkatan sehingga tidak membutuhkan oksigen tambahan pada kontak terakhir. Dari lima pasien yang tersisa di ICU, tidak ada yang meninggal dalam periode ini. Kematian keseluruhan setelah pemberian obat adalah 6%.
Dampak Buruk
Abnormalitas laboratorium primer yang telah dilaporkan dengan pengobatan sarilumab adalah peningkatan enzim hati yang bersifat sementara dan / atau reversibel yang tampaknya tergantung pada dosis dan kejadian neutropenia dan trombositopenia yang jarang terjadi. Risiko untuk infeksi serius (mis., Tuberkulosis [TB], patogen bakteri lain) telah dilaporkan hanya dalam konteks penggunaan sarilumab jangka panjang.
Prospek Masa Depan
Keberhasilan penggunaan antibody monoclonal (Sarilumab) dalam mengambat interleukin-6 dalam mengatasi infeksi Covid-19, membuka peluang digunakannya antibody monoclonal analog yang mempunyai peran sebagai interleukin-6 blocker, akan semakin memperkaya jenis obat yang dapat digunakan dalam pengambatan Covid-19.
Kesimpulan
Penghambatan IL-6R adalah strategi pengobatan yang berhasil untuk pneumonia SARS-CoV-2 yang parah dan Sarilumab adalah alternatif yang valid dan aman dalam armamentarium terapeutik penyakit ini tanpa algoritma pengobatan standar yang ditetapkan.
Daftar Pustaka
https://www.drugbank.ca/drugs/DB11767
https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04315298?term=sarilumab&cond=Covid19&cntry=US&draw=2&rank=2
https://www.medscape.com/answers/2500114-197456/what-is-the-role-of-the-il-6-inhibitor-sarilumab-kevzara-in-the-treatment-of-coronavirus-disease-2019-covid-19
https://www.contagionlive.com/news/sarilumab-clinical-trials-for-patients-with-severe-covid19
https://www.covid19treatmentguidelines.nih.gov/immune-based-therapy/interleukin-6-inhibitors/
https://www.thepharmaletter.com/article/phase-ii-iii-trial-to-test-kevzara-as-covid-19-treatment
https://en.wikipedia.org/wiki/Sarilumab#History
Penulis : Suzana Meidwi R, Progam Studi Magister Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran