Majalah Farmasetika – Kementrian Pertanian Republik Indonesia merilis akan memproduksi masal kalung ‘antivirus” corona akan diproduksi secara masal pada Agustus 2020.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengklaim kalung buatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan ini mampu mematikan COVID-19.
“Kami yakin bulan depan sudah dicetak, diperbanyak,” ucap Syahrul dalam konferensi pers di Kementerian PUPR, Jumat (4/7/2020) dikutip dari tirto.id.
Ahli Farmakologi, Prof. Zullies Ikawati, mengomentari terkait produk ini melalui wawancara eklusif di TV One (4/7/2020).
“Mungkin yang perlu dijelaskan kepada masyarakat adalah bahwa bentuk kalung anticorona itu bukanlah seperti kalung yang kita bayangkan, namun semacam “aksesori aromaterapi”, yang bukan cuma dikalungin, tetapi digunakan dengan cara dihirup-hirup, dengan aturan tertentu (misal berapa kali sehari). Jadi prinsipnya adalah semacam menggunakan inhaler begitu, yang dibuat dalam bentuk kalung, mungkin biar ngga jatuh-jatuh dan gampang ilang.” jelas Guru Besar dari Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada ini.
“Hal yang perlu diperhatikan adalah klaim efek antivirusnya, yang masih perlu dibuktikan. Perlu dipastikan apakah dosis yang berefek sebagai antivirus yang digunakan pada uji in vitro dapat tercapai ketika digunakan dalam aromaterapi atau dengan cara dihirup-hirup. Apalagi disebutkan juga di media bahwa dengan memakai kalung anticorona tersebut selama 15 menit, dapat membunuh 42% virus; jika dipakai 30 menit dapat membunuh 80% virus corona. Angka-angka itu didapat dari mana? Jika itu dari hasil uji invitro tentunya tidak pas, karena cara pemaparannya berbeda. Selain itu, klaim antivirus merupakan klaim yang tinggi, yang tidak bisa digunakan untuk sediaan herbal dengan kategori jamu.” terang Prof. Zullies.
Zullies menjelaskan melalui akun facebook pribadinya bahwa Kalung nanti akan berisi eucalyptus oil (sejenis minyak kayu putih). Eucalyptus oil sendiri sudah banyak diteliti dan memiliki efek anti virus, termasuk pada virus corona. Sejauh ini memang belum dicoba langsung dengan virus SARSCoV-2, namun karena mirip, maka diduga bisa juga utk antivirus COVID-19.
“Minyak kayu putih sebagai pelega pernafasan, menghangatkan badan, menyamankan tenggorokan, memang sudah dipakai bertahun-tahun secara empiris oleh masyarakat. Jadi sebagai terapi simptomatik COVID, it’s OK. Mungkin akan lebih bijak untuk berhati-hati menyatakan klaim antivirus ketika sudah akan digunakan pada manusia. Memposisikan minyak kayuputih sebagai terapi supportif Covid-19 sudah sangat baik. Saya sendiri suka meneteskan minyak kayuputih pada tissue yg saya pasang di masker. Harumnya khas, hangat dan melonggarkan nafas. Tapi apakah masih bisa berefek sebagai antivirus dengan dosis yg terhirup, saya tidak bisa menjawabnya.” tegas Prof. Zullies.
Pernyataan Prof. Zullies dibenarkan oleh Dr. Indri Dharmayanti, peneliti utama virologi molekuler dari Balitbangtan.
“Saya setuju dengan Prof. Zullies, ini media berlebihan. Untuk diklaim suatu obat perlu proses yang sangat panjang, setelah uji in vitro maka dilanjutkan dengan uji in vivo, dan klinis. Saat ini produk ini masih dalam tahap pengembangan dan akan dipasarkan dengan status sebagai Jamu mengarah ke obat kuasi” ujar Dr. Indi ketika Live di TV One bersama Prof. Zullies.
Penelusuran di Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Obat kuasi adalah obat yang telah lama dikenal dan digunakan untuk keluhan ringan dan tidak memiliki bukti efek farmakologi dengan kandungan bahan tunggal atau pun kombinasi. Tata cara registrasi obat kuasi sama dengan registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan.
Sumber ;