Download Majalah Farmasetika

Pentingnya Peran Apoteker dalam Pemetaan Suhu Penyimpanan Obat di PBF

Majalah Farmasetika – Obat merupakan bahan atau paduan bahan berupa senyawa kimia atau produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan untuk manusia.

Obat dan kestabilannya

Sebagai senyawa kimia ataupun produk biologi, obat memiliki kestabilan fisika-kimia yang harus dipertahankan agar tetap dapat memberikan efek yang baik dan optimal ketika dikonsumsi. Penyimpanan obat pada kondisi yang tepat merupakan hal penting dalam mempertahankan kestabilan tersebut.

Menurut Leon Shargel dalam bukunya yang berjudul Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, faktor lingkungan seperti paparan oksigen, ekspos cahaya, suhu, dan kelembaban dapat mempengaruhi mutu dan kestabilan obat. Pengemasan produk dapat mencegah paparan oksigen dan cahaya, namun tidak dapat melindungi dari efek perubahan suhu (Shargel, 2016).

Jenis suhu untuk penyimpanan obat

Setiap produk obat memiliki spesifikasi suhu penyimpanan untuk mempertahankan kestabilan senyawa obat terhadap suhu tersebut. Dalam Farmakope Indonesia Edisi V, suhu penyimpanan obat dibedakan menjadi (Depkes RI, 2014):

  • Suhu beku (kurang dari 2° C)
  • Suhu dingin (2°-8° C)
  • Suhu sejuk (8°-15° C)
  • Suhu kamar (15°-30° C)
  • Suhu hangat (30°-40° C) 

Fasilitas pengadaan dan penyaluran obat harus memiliki sarana dan prasarana yang dapat mempertahankan serta mendukung kestabilan obat sesuai dengan suhu penyimpanannya. Tidak terkecuali untuk distributor farmasi atau Perusahaan Besar Farmasi (PBF).

Gudang penyimpanan obat di PBF

Kegiatan dari PBF adalah mendistribusikan obat kepada fasilitas pelayanan kefarmasian serta melakukan penyimpanan obat dalam gudang penyimpanan sebelum didistribusikan. Gudang harus dapat mempertahankan suhu ruangannya agar selalu berada dalam rentang suhu penyimpanan obat. 

Gudang termasuk dalam aspek Bangunan dalam pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan telah diatur bahwa gudang PBF harus terkualifikasi dan tervalidasi sebagai sarana penyimpanan yang baik. 

Pentingnya kegiatan pemetaan suhu

Kualifikasi dan validasi gudang dilakukan dengan melakukan pemetaan atau mapping suhu. Yang dimaksud dari mapping suhu adalah kegiatan memantau bagaimana perubahan atau fluktuasi suhu yang terjadi di gudang dengan memonitor suhu pada beberapa titik ruangan. Mapping suhu dilakukan karena akan selalu terjadi perubahan suhu di dalam gudang dan berpotensi melewati rentang suhu penyimpanan obat.

Kegiatan mapping suhu akan memberikan data mengenai titik minimum dan titik maksimum ruang gudang. Titik minimum adalah titik dimana trend atau kecenderungan suhu dilokasi tersebut lebih rendah dari titik lain. Sedangkan titik maksimum adalah titik dimana kecenderungan suhu lebih tinggi dari titik lain. 

Selain itu, fungsi mapping suhu adalah mengetahui letak dari titik kritis. Titik kritis merupakan titik dimana terjadi fluktuasi suhu yang ekstrim dengan perubahan dapat mendekati batas atau rentang suhu penyimpanan ruang tersebut. Pada titik kritis ini akan dipasang termometer atau alat pemantau perubahan suhu. Beberapa faktor yang menyebabkan fluktuasi suhu dalam gudang :

  • Musim dan cuaca
  • Pergantian hari (pagi, siang, dan malam)
  • Dimensi atau ukuran gudang 
  • Aliran udara dalam ruangan
  • Aktivitas di dalam dan tata letak rak serta barang dalam ruang
  • Tipe atap dan tembok 
  • Lokasi dan jumlah dari pengatur suhu ruang 
Baca :  Menkes : Jaga Suplai Obat dan Layanan Kefarmasian Ikuti Protokol Cegah COVID-19

Mapping dilakukan dengan meletakkan sensor pemantau suhu yang akan merekam perubahan suhu setiap waktu yang ditentukan. Setiap sudut, sisi, dan titik dalam gudang akan menunjukkan fluktuasi suhu yang berbeda-beda, sehingga sensor diletakkan di berbagai titik dalam gudang. Kegiatan dilakukan selama 7 hari dengan pengambilan data suhu setiap 1 jam pada setiap titik. Secara umum, sensor diletakkan pada setiap sudut dan sisi ruang dengan layout sebagai berikut

Pada layout, terdapat 9 lingkaran yang mewakili sensor. Suhu yang dipantau adalah suhu di sekitar produk sehingga posisi sensor pada layout di atas adalah diletakkan di rak penyimpanan produk. Setiap sensor diletakkan pada 9 titik tersebut dan mencakup bagian atas dan bawah rak sehingga secara keseluruhan terdapat 18 sensor pada 18 titik dengan tambahan 1 sensor di luar ruangan sebagai kontrol terhadap suhu di lingkungan sekitar gudang (BPOM, 2019). 

Selain layout di atas, penentuan jumlah dan peletakkan sensor juga mempertimbangkan dimensi ukuran dari gudang (panjang, lebar, dan tinggi). Untuk sisi gudang (bagian panjang atau lebar bangunan), sensor diletakkan setiap 5 – 10 meter. Sedangkan untuk tinggi gudang, jika tinggi gudang kurang dari 3,6 meter, maka sensor diletakkan pada bagian atas dan bawah rak. Jika tinggi gudang lebih dari 3,6 meter, maka sensor diletakkan pada again atas, tengah, dan bawah. Sensor yang digunakan harus terkalibrasi dan tervalidasi sehingga menunjukkan hasil yang terpercaya dan tidak bias. 

Peran Apoteker dalam Mapping Suhu

Dari uraian di atas, mapping suhu merupakan suatu hal penting dalam penyelenggaraan kegiatan distribusi oleh PBF yang prosesnya tidak luput dari tantangan dalam eksekusinya. Terlebih lagi, proses tersebut dilakukan terhadap produk obat yang membutuhkan pengetahuan dan kompetensi terkait bidang perobat-obatan. Disinilah peran penting dari seorang apoteker dalam proses mapping suhu. Profesi apoteker memiliki kompetensi dalam formulasi produksi sediaan farmasi dan pengelolaan serta penyimpanan sediaan farmasi. Apoteker memahami karakter fisiko-kimia serta kestabilan dari macam-macam obat serta paham mengenai regulasi yang berlaku, sehingga apoteker dapat merancang, mengevaluasi, dan mengeksekusi kegiatan mapping suhu secara komprehensif dan tepat. 

Kegiatan yang dilakukan Apoteker dalam suatu PBF pada proses mapping suhu adalah :

  1. Melakukan pemilihan sensor yang baik dan tepat serta melakukan kalibrasi dan validasi terhadap sensor tersebut
  2. Membentuk tim mapping suhu dan menyelenggarakan pelatihan atau training mengenai proses kegiatan, operasional, serta tugas yang perlu dilakukan. Apoteker akan menjadi trainer dari kegiatan training tersebut.
  3. Melakukan pengkajian atau studi gudang, meliputi dimensi ruangan dan tata letak interior yang akan direalisasikan
  4. Menentukan lokasi sensor 
  5. Memperoleh data dari pemantauan suhu dan mengunduh data tersebut
  6. Menganalisa dan mengkaji interpretasi data yang dihasilkan
  7. Membuat kesimpulan dari kegiatan
  8. Jika kesimpulan yang didapatkan yakni gudang belum layak dijadikan penyimpanan suhu demikian, maka dibuat saran dan melakukan evaluasi untuk mapping selanjutnya
  9. Jika kesimpulan yang didapat bahwa gudang telah layak, maka dilanjutkan dengan penentuan letak sensor titik kritis
Baca :  Cara Penanganan Penyimpangan Suhu Ruangan Dingin di PBF

Titik kritis dapat berupa titik minimum atau titik maksimum tergantung dari ruang penyimpanan. Untuk penyimpanan obat suhu sejuk dan suhu kamar, maka titik kritis ruang adalah titik maksimum. Untuk penyimpanan obat suhu dingin, titik kritis adalah titik mendekati atau bahkan lebih rendah dari batas bawah, sehingga titik kritis ruang suhu dingin adalah titik minimum.

Contoh produk yang disimpan pada ruang suhu dingin atau suhu beku adalah Cold Chain Product (CCP). Yang dimaksud CCP adalah produk yang sangat sensitif terhadap suhu dan membutuhkan penyimpanan di suhu beku atau suhu dingin. Contoh dari CCP adalah protein dan peptide serta produk biologi seperti, vaksin, enzim, mikroorganisme dan antibodi monoklonal. Sifatnya yang sensitif membuat produk CCP harus selalu berada dalam suhu penyimpanan optimal baik dalam proses penerimaan, penyimpanan dan pengiriman. Proses pengiriman menggunakan cold bag yang dilengkapi dengan ice pack untuk mempertahankan suhu dingin atau suhu beku. 

Simpulan

Dengan demikian, mapping suhu merupakan proses kualifikasi dan validasi dari aspek bangunan yang meliputi pemantauan suhu di berbagai titik ruangan. Mapping suhu dilakukan agar setiap produk disetiap sisi dan sudut ruang terjaga dan terjamin mutu dan kestabilan obatnya melalui suhu yang tetap berada dalam rentang penyimpanan.

Apoteker sangat dibutuhkan dalam kegiatan mapping suhu karena apoteker mempunyai kompetensi mengenai penyimpanan dan pendistribusian obat yang baik serta wawasan mengenai kestabilan dan karakter fisiko kimia setiap obat serta pemahaman tentang regulasi yang berlaku.

Sumber :

Badan POM RI. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribudi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI.

BPOM. 2017. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.

BPOM. 2019. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.

Shargel, L., Andrew, B.C & Sussanna, W.U. 2016. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New. York: McGraw-Hill Companies.

Share this:

About Marcellino

Check Also

Peran Penting Apoteker dalam Pelatihan Penerapan CDOB dan CDAKB di PBF

Majalah Farmasetika – Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.