farmasetika.com – Multivitamin yang mengandung asam lemak omega-3, eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) terdapat dalam minyak ikan. Kandungan minyak ikan ini merupakan prekursor untuk eicosanoids yang bisa mengurangi peradangan di seluruh tubuh.
Untuk mengoptimalkan penghantaran obat ini diperlukan bentuk emulsi karena akan digabung dengan vitamin larut air lainnya, sehingga dibutuhkan emulsifier.
Emulsifier atau zat pembentuk emulsi adalah suatu zat yang digunakan untuk membantu menjaga kestabilan emulsi minyak dan air. Umumnya emulsifier adalah senyawa organik yang mempunyai dua gugus, baik itu bagian yang bersifat polar atau hidrofilik (yaitu larut dalam air) dan bagian yang bersifat non-polar (yaitu hidrofobik atau lipofilik) sehingga kedua zat (fase air dan minyak) tersebut dapat bercampur. Karena itu, emulsifier cenderung memiliki lebih atau kurang kelarutan dalam air atau minyak.
Emuslifier dan HLB
Gugus nonpolar dari emulsifier akan mengikat minyak (partikel minyak dikelilingi) sedangkan air akan terikat kuat oleh gugus polar emulsifier tersebut. Bagian polar kemudian akan terionisasi menjadi bermuatan negatif, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi bermuatan negatif. Partikel minyak kemudian akan tolak-menolak sehingga dua zat yang pada awalnya tidak dapat larut tersebut kemudian menjadi stabil. Emulsifier yang lebih larut dalam air (dan sebaliknya, kurang larut dalam minyak) umumnya akan membentuk emulsi minyak-dalam-air, sementara emulsifier yang lebih larut dalam minyak akan membentuk emulsi air-dalam-minyak.
Kecenderungan suatu emulsifier untuk ‘berikatan’ dengan air atau minyak tergambarkan pada nilai Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB). Nilai HLB dari emulsifier pertama kali diperkenalkan oleh Griffin pada tahun 1949 dan menjadi metode yang sangat baik dalam pemilihan jenis emulsifier. Beberapa penelitian dan metode telah dikembangkan untuk menentukan nilai HLB (Friberg and Larsson, 1997; Stauffer, 2005).
Nilai HLB dari suatu emulsifier dapat digunakan untuk memprediksi dan membentuk sistem emulsi minyak dalam air (m/a) atau air dalam minyak (a/m). Emulsifier dengan nilai HLB dibawah 8 umumnya untuk menstabilkan emulsi a/m sedangkan nilai HLB antara 8 sampai 18 untuk menstabilkan emulsi m/a (Bos and van Vliet, 2001; Pichot et al., 2010). Untuk menyeimbangkan dan memperbaiki stabilitasnya, dapat digunakan dua emulsifier dengan perbandingan konsentrasi berdasarkan nilai HLB-nya. Nilai HLB campuran kedua emulsifier dinyatakan sebagai HLB butuh untuk mendapatkan sistem emulsi yang stabil.
Peranan Ahli Farmasi Terhadap Kestabilan Sediaan
Untuk mengetahui nilai HLB butuh, metode pengukuran yang biasa dilakukan oleh ahli farmasi adalah dengan melihat pengaruh emulsifier yang berbeda-beda dalam rentang nilai HLB. Nilai HLB butuh berkorespondensi dengan kestabilan emulsi yang paling baik (Salager et al., 2001; McClements, 2005).
Ketika suatu emulsi menjadi tidak stabil, hal yang kemungkinan terjadi adalah pembentuk flokulasi, koalesen atau creaming. Flokulasi dapat terjadi jika globul fase terdispersi bergabung menjadi agregat yang lebih besar. Koalesen adalah lanjutan ketidakstabilan dari flokulasi dimana agregat yang berkumpul semakin banyak dan membesar. Sedangkan creaming adalah terbentuk beberapa lapisan yang dapat terlihat secara langsung, biasanya fase air dan minyak berpisah namun tidak menunjukkan batas pemisahan yang jelas dan tampak seperti gradient.
Pemisahan fase juga dapat terjadi dimana fase yang sebelumnya terdispersi menjadi fase pendispersi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah fase terdispersi atau pendispersi. Jika jumlah fase terdispersi lebih banyak dari fase pendispersi maka kondisi dapat tertukar dimana fase terdispersi akan tampak mendispersi fase yang sebelumnya sebagai pendispersi. Nilai HLB juga dapat mempengaruhi bentuk sistem dispersinya.
Di sinilah peran farmasis dalam menentukan bahan tambahan dan prosedur yang tepat agar bentuk ketidakstabilan dari emulsi dapat dicegah, salah satunya melalui pengaturan nilai HLB.
Faktor Apa yang Harus Diperhatikan
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kestabilan sediaan emulsi, seperti sifat fisika kimia dari tiap bahan tambahannya, prosedur pengolahan dan pembuatannya, serta kondisi penyimpanan.
Contoh sediaan emulsi yang akan dibahas dalam artikel ini adalah multivitamin yang mengandung minyak ikan (seperti scott emulsion). Bentuk emulsi ini adalah sistem emulsi minyak dalam air, sehingga emulsifier yang dipilih haruslah memiliki nilai HLB dalam rentang 8-18. Semakin tinggi nilai HLB dari emulsifier dalam campuran akan semakin memperkecil ukuran globul dari minyak ikan selama proses homogenisasi.
Ukuran partikel globul terdispersi sangat berpengaruh terhadap kestabilan emulsi. Semakin besar ukuran globul semakin besar potensinya untuk bergabung membentuk flokulasi atau terjadi pemisahan fase. Salah satu cara mencegahnya adalah melalui pengecilan ukuran globul menggunakan metode sonikasi.
Lama sonikasi akan mempengaruhi ukuran globul. Contoh pada minyak ikan, semakin lama proses sonikasi maka akan semakin kecil ukuran globulnya. Ukuran terkecilnya diperoleh saat sonikasi selama 10 menit. Lebih dari itu, ukuran globul dari minyak tidak menurun secara signifikan.
Kestabilan minyak juga dapat terganggu dengan adanya oksidan. Maka dari perlunya penambahan zat anti oksidan untuk menjaga minyak ikan dari radikal bebas. Suhu penyimpanan juga berperan penting terhadap kestabilan emulsi agar tidak membentuk flokulasi, koalesen dan creaming. Suhu dapat meningkatkan energi bebas dalam sediaan. Hal ini akan memberi dampak langsung pada peningkatan kecepatan pergerakan molekul dalam sediaan. Intensitas ‘bertabraknya’ antar molekul globul yang terdispersi maka semakin memungkinkan terjadinya penggabungan antar molekul. Arah akhir dari fenomena ini adalah terbentuknya agregat yang lebih besar, menjadi flokulasi, kemudian semakin membesar membentuk koalensen yang berujung pada creaming atau pemisahan fase.
Fotolisis juga menjadi masalah yang umum pada sediaan cair. Ketidakstabilan dapat terjadi akibat terdegradasinya senyawa obat melalui inisiasi oleh energi dari cahaya seperti cahaya matahari. Cahaya matahari pada panjang gelombang UV dapat mengurai senyawa melalui pelepasan elektron terluar dari salah satu ikatan antar atom yang menyebabkan putusnya ikatan tersebut dan menjadikan senyawa obat menjadi fragmen – fragmen yang lebih kecil.
Perbedaan Sediaan Rusak dan Bagus
Sediaan emulsi yang bagus secara kasat mata berupa larutan dengan warna yang homogen atau tidak berbintik-bintik. Memiliki aroma dan rasa yang tidak menyimpang dari aroma dan rasa yang tertera pada label atau kemasan obat. Sedangkan obat yang telah rusak biasanya berubah warna, aroma dan rasanya. Selain itu tidak terjadi pemisahan fase.
Saran Untuk Konsumen
Emulsi sebaiknya tidak disimpan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu ruang (25 oC). Namun tidak berarti stabilitas emulsi akan baik dalam kondisi dingin apalagi beku. Beberapa senyawa obat juga dapat rusak pada penyimpanan di kulkas atau freezer. Jadi sebaiknya lihat kondisi penyimpanan pada kemasan sediaan obat
Untuk beberapa Sediaan emulsi dalam wadah botol jangan disimpan di tempat yang terkena cahaya matahari langsung dan harus tertutup rapat.
Untuk penggunaan sediaan emulsi sebaiknya dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan kembali senyawa obat yang kemungkinan mengendap atau tersebar tidak merata dalam sediaan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan dosis yang tepat dan seragam untuk tiap kali penggunaan obat.
Aturan penggunaan obat sebaiknya dikonsultasikan kepada apoteker, petunjuk penggunaan pada label obat bersifat umum.
Referensi
- Bos M A and Van Vliet T (2001) ‘Interfacial rheological properties of adsorbed protein layers and surfactants: A review’. Adv Colloid Interface Sci, 91, 437–471.
- Cassiday, L. (nd). Emulsi: Membuat campuran minyak dan air. Diperoleh dari https://www.aocs.org/stay-informed/inform-magazine/featured-articles/emulsions-making-oil-and-water-mix-april-2014
- Friberg S E and Larsson K (eds) (1997) Food Emulsions. New York: Marcel Dekker.
- Nejadmansouri, Maryam & Hosseini, Seyed Mohammad Hashem & Niakousari, Mehrdad & Yousefi, Gholamhossein. (2016). Physicochemical properties and oxidative stability of fish oil nanoemulsions as affected by hydrophilic lipophilic balance, surfactant to oil ratio and storage temperature. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects. 506. 10.1016/j.colsurfa.2016.07.075.
- Pan X, Irwin A J, Leonard M and Wel Sby D (2010) ‘Choline and ethanolamine decompose lipid hydroperoxides into hydroxyl lipids’. J Am Oil Chem Soc, 87, 1235–1245.
- Salager J L, Anton R, Andérez J M and Aubry J M (2001) ‘Formulation des microémulsions par la méthode du HLD’. Techniques de l’ingénieur, Génie des procédés, J2, 1–20.
- Stauffer C E (2005) ‘Emulsifiers for the food industry’, in shahidif (ed.), Bailey’s Industrial Oil and Fat Products (6th edn). Hoboken, NJ: Wiley.
Penulis : Abd. Kakhar Umar, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.