Download Majalah Farmasetika
ebola
pic : freedigitalphotos.net

Inmazeb, Kombinasi Antibodi Monoklonal Pertama untuk Ebola Disetujui FDA

Majalah Farmasetika – Penyakit Ebola yang diakibatkan oleh virus ebola menjadi salah satu penyakit infeksi mematikan semenjak pertama kali ditemukan pada tahun 1976.  Virus Ebola ini termasuk ke dalam ke dalam famili virus filoviridae.

Mengenal virus Ebola

Terdapat 5 strain virus yang sudah diidentifikasi yaitu Zaire ebolavirus (EBOV), Sudan ebolavirus (SUDV), Tai Forest ebolavirus (TAFV), Bundibugyo ebolavirus (BDBV) dan Reston ebolavirus (RESTV), 3 dari strain dikaitkan dengan wabah yang pernah terjadi EBOV, SUDV dan BDBV dimana EBOV merupakan yang paling mematikan.

Virus Ebola yang menurut beberapa ilmuwan bersumber awal dari kelelawar buah Afrika, dapat menyerang sistem imun dari korban yang terinfeksi. Hal tersebut dapat memicu respon peradangan yang tinggi pada berbagai sistem organ mengingat virus ini dapat tersebar dengan baik melalui cairan tubuh. Peradangan yang tak terkendali dapat memicu pendarahan pada beberapa pembuluh darah yang terlibat di sekitar area infeksi sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kematian.

Pengobatan yang tersedia dalam menangani kasus pasien Ebola sebelumnya masih berfokus pada mengatasi berbagai komplikasi yang ditimbulkan akibat virus Ebola. Namun demikian, pengobatan yang bersifat kuratif terhadap virus penyebab Ebola belum mampu menunjukkan efektivitas yang memuaskan.

Penemuan vaksin Ebola

Penemuan vaksin virus Ebola mengalami hambatan yang sangat sulit karena percobaan laboratorium yang sangat sulit untuk dilakukan dan tingginya tingkat evolusi dari virus tidak dapat menjamin kebertahanan vaksin di periode infeksi selanjutnya.

Meski begitu pengembangan vaksin tidak berhenti begitu saja, vaksin saat ini yang telah disetujui oleh European Medicines Agency dan Food and Drug Administration, telah digunakan secara luas dalam wabah EBOV di kongo, dengan hasil awal yang menjanjikan (kemanjuran 97,5% untuk vaksin dengan onset penyakit lebih dari 10 hari setelah vaksinasi, dan 88,1% untuk semua orang dengan EVD, terlepas dari waktu onset penyakit. Selain itu, penemuan anti virus Ebola masih banyak dilakukan, salah satunya adalah Remdesivir yang menargetkan enzim transkriptor RNA (RNA-Dependent RNA Polymerase) sebagai terget terapinya. Namun demikian, belum ada temuan atau hasil uji yang menunjukkan efektivitas yang baik dalam menangani infeksi akibat virus Ebola.

Baca :  Ilmuwan Pantau Potensi Bahaya Vaksin COVID-19 Terkait Antibody-Dependent Enhancement

Mengenal Inmazeb

Pada bulan Oktober 2020 ini, FDA (Food and Drug Administration) telah menyetujui penggunaan Inmazeb sebagai obat Ebola pertama. Inmazeb merupakan sediaan parenteral (injeksi inravena)  yang mengandug kombinasi tiga jenis antibodi monoklonal, yakni atoltivimab, maftivimab, dan odesivimab-ebgn.

Ketiga antibodi yang terkandung dalam Inmazeb ini menargetkan protein permukaan (glikoprotein) yang terdapat pada virus ebola galur Zaire (Zaire Ebolavirus) sebagai target terapinya. Melalui mekanisme ini, proses pengenalan sel inang oleh virus akan terhambat. Virus yang tidak memasuki sel inang tidak akan dapat melakukan proses reproduksi sehingga infeksi virus akan terhambat.

Berbeda halnya dengan Remdesivir yang sama-sama diujicobakan untuk menghambat virus Ebola, Inmazeb menghentikan siklus infeksi virus pada tahap awal dimana virus belum memasuki sel inang. Sedangkan Remdesivir yang menargetkan enzim transkriptor RNA virus hanya menghambat infeksi virus setelah virus memasuki sel inang. Selain itu, Inmazeb juga memiliki kelebihan dibanding Remdesivir, yakni obat tidak harus memasuki sel inang, sedangkan Remdesivir hanya dapat beraksi jika berhasil memasuki sel inang yang terinfeksi.

Proses/Hasil Uji Klinis

Uji klinik dilakukan mulai sejak Agustus 2018 di Republik Demokratik Kongo yang melibatkan 322 subjek uji. Proses uji klinis dilakukan terhadap 322 pasien, meliputi 145 pasien pria dan 177 pasien perempuan. Seluruh pasien kemudian dipilih secara acak ke dalam kelompok uji yang diberikan Inmazeb dan kelompok kontrol yang diberikan obat pembanding (meliputi ZMAPP (chimeric monoclonal antibody) dan remdesivir). Hasil uji menunjukkan bahwa pemberian Inmazeb memberikan efek penurunan risiko kematian. Pada kelompok uji (Inmazeb), pasien yang mengalami kematian setelah 28 hari pengamatan adalah sebesar 34% sedangkan pada kelompok uji sebesar 51%.

Baca :  Vaksin Baru dari Merck 100% Efektif Untuk Virus Ebola

Profil keamanan Inmazeb menunjukkan beberapa efek samping ringan, meliputi demam, kedinginan, peningkatan denyut jantung, napas menjadi cepat, dan muntah. Sedangkan efek samping berat yang kemungkinan terjadi adalah reaksi alergi terhadap obat yang diberikan. Selain itu, penggunaan Inmazeb bersamaan dengan pemberian vaksin berisi virus hidup harus dihindari karena dapat menurunkan efektivitas vaksin.

Prospek di Masa Depan

Dosis pemberian yang direkomendasikan adalah 50 mg dari masing-masing komponen antibodi (atoltivimab 50 mg, maftivimab 50 mg, dan odesivimab-ebgn 50 mg) per kilogram berat badannya. Dosis diberikan dalam pemberian injeksi intravena tunggal. Adapun penggunaan Inmazeb saat ini diindikasikan bagi pasien yang terdeteksi mengalami infeksi Ebola akibat virus galur Zaire. Penggunaan Inmazeb terhadap galur virus Ebola lain belum diketahui.

Sumber:

https://www.fda.gov/drugs/drug-approvals-and-databases/drug-trials-snapshots-inmazeb

Klik untuk mengakses 761169s000lbl.pdf

https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/fda-approves-first-treatment-covid-19

https://en.wikipedia.org/wiki/Remdesivir

Briand S, Bertherat E, Cox P, Formenty P, Kieny MP, Myhre JK, Roth C, Shindo N, Dye C: The international Ebola emergency. N Engl J Med 2014, 371:1180–1183.

Feldmann, H., Sprecher, A., & Geisbert, T. W. (2020). Ebola. New England Journal of Medicine, 382(19), 1832-1842.

Leroy EM, Kumulungui B, Pourrut X, Rouquet P, Hassanin A, Yaba P, Délicat A, Paweska JT, Gonzalez JP, Swanepoel R: Fruit bats as reservoirs of Ebola virus. Nature 2005, 438:575–576.

Share this:

About Randy Rassi Prayoga

Check Also

ibuprofen

Kesulitan dalam Pemberian Paracetamol dan Ibuprofen Tanpa Resep kepada Anak-anak Dapat Mengakibatkan Kesalahan Dosis

Majalah Farmasetika – Hasil studi menunjukkan bahwa lebih dari 40% pengasuh melakukan kesalahan dosis saat …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.