Download Majalah Farmasetika

Alasan Kuat Mengapa Apoteker di RS Marah dengan Terbitnya PMK No 3/2020

Farmasetika.com – Rubrik Opini. Beberapa pasal di Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (RS) ternyata mengandung proses downgrade layanan kefarmasian dan kemungkinan bisa berdampak terhadap besaran remunerisasi apoteker di RS.

PMK 3/2020 revisi dari PMK 30/2019 yang berpolemik

Perlu di ketahui bahwa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) nomor 3 tahun 2020 terkait Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (RS)merupakan hasil revisi dari PMK nomor 30 tahun 2019 dengan judul yang sama.

PMK 30/19 sendiri sebelumnya sempat menimbulkan polemik dengan beberapa pasalnya oleh beberapa organisasi profesi, termasuk juga Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit Indonesia (HISFARSI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) sehingga harus dibatalkan penerapannya dan direvisi oleh Kemenkes.

Saat itu kita mempersoalkan jumlah komposisi kebutuhan apoteker terkait dengan kelas RS krn bertentangan dengan peraturan yang lain seperti Peraturan Pemerintah 72/2016 dan berakibat pada terganggunya pemenuhan standar PKPO KARS.

PMK 3/2020 awalnya disambut baik

Setelah terbit pmk 3/20, terus terang kami pada awalnya menyambut baik karena kelas RS dikelompokkan berdasarkan jumlah tempat tidur, hal ini berarti sejalan dengan tuntutan kita di HISFARSI dan IAI.

Namun, kegembiraan kami berubah jadi ketersinggunagan yang luar biasa terhadap PMK 3/20 ini terjadi setelah kami membaca pasal-pasal selanjutnya di PMK 3/20 ini, yang HANYA mengeluarkan pelayanan farmasi dari kelompok penunjang medis lainnya (PMK 30/19 pasal 10 ayat 4) dan mengelompokkannya ke kelompok penunjanag non medis (PMK 30/2019 pasal 11). sekali lagi yang dikeluarkan dari kelompok penunjang pelayanan medis lainya itu HANYA Pelayanan kefarmasian saja.
ada apa ini ???

Jika kepindahan Pelayanan Kefarmasian ini juga Bersama-sama dengan jenis pelayanan lainnya yang terkelompok dalam Penunjang Medis Lainnya, mungkin reaksinya tidak akan seheboh ini, atau malah sebaliknya.

Baca :  Kemenkes Jelaskan Alasan Merubah PMK Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

PMK 3/2020 timbulkan permasalahan dan hilangnya regulasi konsideran

Selanjutnya banyak yang bertanya dan berkomentar kenapa kita harus marah dengan PMK 3/20 ini yang mengelompokkan layanan farmasi ke kelompok penunjang non medis?

Bagi teman sejawat yang tidak langsung ikut dalam manajemen memang tidak begitu memahami hal ini, dan mudah saja dininaabobokkan dengan statement-statement yang seolah menyejukkan dengan mengatakan bahwa hal ini tidak mempengaruhi teman-teman apoteker di RS dalam berpraktek.

Tahukah teman-teman, jika yang dilakukan oleh PMK 3/20 ini sebenarnya adalah proses “mendowngrade” farmasi baik sebagai instalasi farmasi maupun apoteker sebagai profesional dalam “kasta” organisasi Rumah sakit.

kok bisa begitu ?
bgmn ceritanya?
(mungkin pertanyaan ini ada dlm benak teman2 apoteker sekalian)

Teman sejawat Apoteker sekalian, tahukah anda ternyata dalam konsideran PMK 3/20 itu ada 1 peraturan yg TIDAK DICANTUMKAN oleh legal drafter nya ( kira2 sengaja atau tidak ya ?)

Peraturan itu adalah PP 77/2015 tentanng pedoman organisasi rumah sakit dalam PP 77/2015 ini pada pasal 6 ayat 1 ditentukan bahwa organisasi RS terdiri dari unsur kepala/direktur RS; unsur pelayanan medis; unsur keperawatan; unsur penunjang medis; unsur adminitrasi umum dan keuangan; komite medis (dan komite lainnya) dan SPI.

Sampe disini sudah paham arah atau akibat dari PMK 3/20 ini dalam proses downgrade pelayanan farmasi / apoteker dlm struktur organisasi RS ???

Apakah teman2 sudah mulai mengerti kenapa kami marah, tersinggung dan galau dengan pemberlakuan PMK 3/20 ?

Downgrade layanan kefarmasian dan remunerisasi apoteker di RS

Jika proses percobaan “downgrade” ini berhasil maka kita akan menunggu kejadian-kejadian selanjutnya yang mulai menimpa teman-teman apoteker di RS dan juga akan meluas kemana-mana seperti yang banyak di tulis oleh teman sejawat Apoteker lainnya.

Baca :  Permenkes No. 31 Th 2016 Terkait Perubahan Registrasi, Izin Praktik dan Kerja Tenaga Kefarmasian

Salah satu yang terlihat didepan mata adalah pengkerdilan kewenagan klinis dari apoteker di rumah sakit yang dengan susah payah kita perjuangkan dan potensi penurunan besaran remunerasi para apoteker di RS seiring dengan penurunan “kasta” pelayanan farmasi yang juga diikuti dengan berkurangnya kewenangan klinis apoteker di rumah sakit.

Ini adalah pemikiran saya pribadi yang mungkin jauh dari kata sempurna karena ketebatasan pengetahuan. Tapi saya berharap tulisan ini bisa memberikan gambaran latar belakang dari kemarahan, ketersinggungan, dan kegalauan kami terhadap pelaksanaan PMK 3/20 sekaligus meluruskan opini yang sekarang diframing seolah-olah apoteker RS itu merendahkan unit pelayanan non medis.

Apt.Sudarsono.,M.Sc
Praktisi Apoteker Rumah Sakit, Ketua PD HISFARSI Bangka Belitung.

Share this:

About Apoteker Sudarsono

Apoteker Klinis di RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang, Pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung,

Check Also

Pendefinisian Nomenklatur Pelayanan Kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

Majalah Farmasetika – Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145 …

One comment

  1. Maria Lylya Rendeng

    Setuju direvisi

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.