Majalah Farmasetika – Penelitian terbaru temukan dua obat yang digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis dapat mengurangi rawat inap rumah sakit COVID-19 sebanyak 10 hari, dan menyelamatkan nyawa satu dari 12 pasien perawatan intensif dengan virus corona.
Salah satu pengobatan, tocilizumab, dapat mengurangi risiko kematian relatif sebesar 24% bila diberikan kepada pasien dalam waktu 24 jam setelah memasuki perawatan intensif. Pemerintah Inggris akan mulai menggunakan tocilizumab pada pasien virus corona mulai kemarin (8/1/2021).
Obat lain, sarilumab, juga ditemukan memiliki efek positif pada pasien dengan COVID-19 parah. Selain berpotensi menyelamatkan nyawa, hal itu juga dapat secara drastis mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan pasien dalam perawatan intensif.
Temuan ini berasal dari uji klinis yang disebut REMAP-CAP (Randomized Embedded Multifactorial Adaptive Platform for Community-Acquired Pneumonia), yang belum ditinjau sejawat.
Selama penelitian, 792 pasien COVID-19 dewasa di enam negara menerima pengobatan standar atau tocilizumab atau sarilumab secara intravena, dalam waktu 24 jam setelah dirawat di perawatan intensif.
Setelah memantau kemajuan pasien selama minimal 21 hari, peneliti menemukan bahwa kedua obat arthritis tersebut mengurangi risiko kematian pada pasien virus corona yang parah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sementara kematian di rumah sakit adalah 35,8% untuk pasien yang menerima perawatan standar, itu berkurang menjadi 28% dan 22,2% untuk mereka yang dirawat dengan tocilizumab dan sarilumab, masing-masing.
Jika hasil dari tocilizumab dan sarilumab digabungkan, risiko kematian relatif berkurang 24%, dibandingkan dengan pasien yang menerima perawatan standar.
Metode pengobatan baru melawan virus dapat membantu mengurangi tekanan yang dihadapi rumah sakit secara signifikan karena kasus COVID-19 terus meningkat di seluruh Inggris.
Sumber :
Arthritis drugs could save lives of COVID-19 patients, study finds http://www.pharmafile.com/news/568277/arthritis-drugs-could-save-lives-covid-19-patients-study-finds