Majalah Farmasetika – Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) Jakarta bersama mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia resmi menggugat Panitia Nasional Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (PN UKAI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta.
Mereka meminta Surat Keputusan atau SK Komite Farmasi Nasional (KFN) yang menjadi dasar pembentukan PN UKAI dibatalkan lantaran tak memiliki dasar hukum. Selain itu, ada dugaan korupsi proyek PN UKAI yang didirikan serta dijalankan secara ilegal serta diduga memanipulasi seluruh peraturan pemerintah yang ada terkait dengan uji kompetensi apoteker.
Selain merugikan ribuan apoteker, PN UKAI diduga korupsi
“PN UKAI diduga telah melakukan tindakan yang merugikan ribuan calon apoteker yang dianggap gagal dalam uji kompetensi tersebut,” kata tim kuasa hukum mereka, Anton Sudanto, Kamis (17/11) dikutip dari suaramerdeka.com.
Selain itu, kata dia, ada dugaan korupsi proyek PN UKAI yang diduga didirikan serta dijalankan secara ilegal dan diduga memanipulasi seluruh peraturan pemerintah yang ada terkait dengan uji kompetensi apoteker.
Yakni penarikan uang mahasiswa dan perguruan tinggi yang jumlahnya diperkirakan mencapai belasan triliun rupiah.
“Ini dilakukan seolah-olah atas dasar mandat negara. Dugaan korupsi ini diduga bukan sekadar cerita isapan jempol belaka,” kata Anton.
Manipulasi peraturan pemerintah
Dugaan manipulasi peraturan pemerintah yang digunakan Komite Farmasi Nasional (KFN) dalam mengeluarkan SK yang menjadi dasar pembentukan PN UKAI, kata Anton, mulai dari PP 51 Tahun 2009 pasal 37, Permenkes 889 No. 322 Tahun 2011 pasal 10, 11 dan 26, sampai Permendikbud No. 2 Tahun 2020.
Ketentuan itu semua, dijadikan dasar dari pembentukan berdirinya PN UKAI, oleh KFN maupun alasan dari PN UKAI sendiri.
“Padahal secara jelas tertulis pada seluruh peraturan pemerintah maupun Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tersebut, tidak satu pun yang memberikan kewenangan kepada KFN maupun badan apa pun untuk mengadakan uji kompetensi kepada para calon apoteker yang telah menyelesaikan pendidikan profesinya sebagai apoteker,” tutur Anton.
Uji kompetensi oleh PN UKAI tak perlu dilakukan
Hal ini, lanjut Anton, sesuai Permenkes 889 No.322 tahun 2011 pasal 10 (1), yang berbunyi “Dinyatakan telah lulus uji kompetensi setelah menyelesaikan pendidikan profesi dan dapat diberikan sertifikasi apotekernya secara langsung”
“Sehingga tidak perlu melalui uji kompetensi yang dilakukan oleh PN UKAI,” kata Anton.
Menurut Anton, rusaknya sistem hukum dan bobroknya moral para penegak hukum menjadi akar masalah buruknya pengawasan di semua bidang.
Termasuk tragedi kemanusiaan pada generasi muda calon apoteker dan dugaan dari korupsi proyek PN UKAI yang sangat memalukan dunia pendidikan kefarmasian ini.
“Ini juga merupakan pembangkangan dilakukan PN UKAI kepada peraturan-peraturan negara yang sah,” kata dia.
PN UKAI ilegal
PN UKAI sendiri, lanjutnya, dibentuk oleh KFN yang berdasarkan undang-undang sudah bubar dan tidak ada lagi. Terlebih di dalam undang-undang sendiri, kata Anton, tidak ada tugas KFN membentuk lembaga untuk melakukan uji kompetensi bagi calon apoteker.
“Sehingga keberadaan PN UKAI jelas adalah lembaga ilegal,” ujarnya.
“Sehingga dengan aksi yang dilakukan hari ini, kami berharap pemerintah melalui pihak-pihak terkait berani membongkar dan menindak oknum kekuasaan yang telah melanggar hukum dan menggunakan PN UKAI sebagai lembaga untuk kepentingan pribadi,” imbuhnya.
Unjuk rasa di Kemenkes dan PP IAI
Setelah melakukan proses gugatan, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Korban UKAI Indonesia serta Aliansi Apoteker dan Apoteker Peduli Negeri (AAPN) melakukan aksi demo di depan PTUN, kemudian dilanjutkan ke Kementrian Kesehatan (Kemenkes), dan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI). Demo ini bertujuan untuk meminta tindak lanjut dari proses yang telah dilakukan.
Sumber
UTA ’45 Jakarta bersama Mahasiswa Gugat SK PN UKAI ke PTUN, Dinilai Tak Punya Dasar Hukum https://jakarta.suaramerdeka.com/nasional/pr-1345704011/uta-45-jakarta-bersama-mahasiswa-gugat-sk-pn-ukai-ke-ptun-dinilai-tak-punya-dasar-hukum