Download Majalah Farmasetika
Ginjal
pic : freedigitalphotos.net

Obat-Obat Ini Perlu Penyesuaian Dosis Pada Penderita Gangguan Ginjal

Majalah Farmasetika (V1N6-Agustus 2016). Penyakit ginjal kronis dan disfungsi renal dapat memengaruhi eliminasi obat melalui ginjal dan menyebabkan konsentrasi obat menjadi subterapeutik atau supraterapeutik, yang kemudian dapat menurunkan efikasi atau meningkatkan toksisitas.

Dengan menggunakan persamaan Cockroft-Gault atau the Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) untuk memperkirakan klirens kreatinin (CrCl) dapat membantu mendapatkan dosis yang tepat untuk obat-obat yang diekskresikan melalui ginjal. Karena pasien-pasien lanjut usia cenderung mengalami penurunan fungsi ginjal, mempertimbangkan faktor klirens kreatinin sangat penting saat menentukan dosis obat yang dieliminasi melalui ginjal.

Kerusakan ginjal dapat memengaruhi klirens metabolit obat aktif, berpotensi menyebabkan akumulasi. Fungsi ginjal yang berubah juga dapat memengaruhi interval pendosisan obat-obat yang dieliminasi melalui ginjal.

Beberapa obat yang memerlukan penyesuaian dosis pada penderita gangguan ginjal antara lain alopurinol, lithium, acyclovir, amantadine, fexofenadine, gabapentin, metoklopramind, ranitidin, rivaroxaban, dan fesoterodine. Beberapa antimikroba yang banyak digunakan yang memerlukan penyesuaian dosis pada penderita gangguan ginjal antara lain cephalexin, amoksisilin, cefuroxime, ciprofloxacin, klaritomisin, levofloxacin, nitrofurantoin, piperacillin/tazobactam, tetrasiklin, serta trimetoprim/sulfametoksazol.

Sekitar setengah dari orang dewasa berusia 30 hingga 64 tahun diperkirakan pernah mengalami penyakit ginjal kronis selama masa hidupnya. Pada pasien dengan laju filtrasi glomerular (GFR) <60 mL/menit/1,73 m2, MDRD lebih baik digunakan dibandingkan persamaan Cockroft-Gault dalam memperkirakan GFR untuk membantu menentukan penyesuaian dosis.

Pasien-pasien penyakit ginjal kronis memerlukan penyesuaian dosis untuk beberapa obat, meliputi obat-obat antihipertensi, agen hipoglikemik, analgesik, dan golongan statin. Penentuan stadium penyakit ginjal kronis bergantung pada hasil GFR pasien.

Diuretik

Diuretik tiazid dianggap sebagai pengobatan first-line untuk pasien dengan hipertensi dan penyakit ginjal kronis (hanya jika Scr <2,5 mg/dL atau CrCl >30 mL/menit). Diuretik loop juga banyak digunakan untuk mengobati hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronis, tetapi diuretik hemat kalium harus dihindari karena mekanisme kerjanya (mengekskresikan kelebihan cairan dan mempertahankan kalium) bersifat detrimental terhadap kesehatan pasien ini.

Baca :  Antibiotik Fluoroquinolone Miliki Efek Samping Parah untuk Pasien Penyakit Ginjal Kronis Lanjut

Antihipertensi

Inhibitor ACE dan penghambat reseptor angiotensin merupakan antihipertensi first-line yang digunakan pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2 dan penyakit ginjal kronis tahap awal. Beta-bloker yang bersifat hidrofilik (meliputi atenolol, bisoprolol, dan nadolol) memerlukan penyesuaian dosis pada pasien penyakit ginjal kronis.

Agen Hipoglikemik

Agen-agen hipoglikemik yang diekskresikan melalui ginjal seperti metformin tidak direkomendasikan jika Scr >1,5 mg/dL pada pria dan >1,4 mg/dL pada wanita. Penting untuk mengawasi secara ketat terjadinya asidosis laktat pasien penyakit ginjal kronis yang menggunakan metformin. Sulfonilurea sepert klorpropamid dan gliburida harus dihindari pada pasien penyakit ginjal kronis stadium 3 hingga 5 karena penggunaannya dapat meningkatkan risiko hipoglikemia.

Analgesik

Metabolit morfin, tramadol, dan kodein pada pasien penyakit ginjal kronis dapat terakumulasi sehingga menyebabkan efek samping pernapasan. Pengurangan dosis direkomendasikan untuk morfin dan kodein pada pasien dengan nilai CrCl <50 mL/menit. Akumulasi metabolit dapat menyebabkan konsentrasi supraterapeutik dan menyebabkan bahaya yang serius. Interval pemberiab dosis untuk opioid perlu dimodifikasi pada pasien penyakit ginjal kronis.

Golongan Statin

Terapi golongan statin untuk dislipidemia banyak digunakan pada pasien penyakit ginjal kronis. Atorvastatin dan pravastatin tidak perlu penyesuaian dosis, tetapi rosuvastatin, simvastatin, dan lovastatin perlu penyesuaian dosis bergantung pada keparahan penyakit ginjal kronisnya. Fluvastatin harus digunakan dengan hati-hati pada pasien penyakit ginjal kronis.

Mempertimbangkan fungsi ginjal saat diperlukan dapat membantu memastikan terapi yang optimal. Mengawasi nilai CrCl dan GFR dapat mencegah efek samping yang tidak perlu dari obat-obatan yang membutuhkan penyesuaian pada pasien gangguan ginjal.

Sumber: http://www.pharmacytimes.com/contributor/shivam-patel-pharmd-candidate/2016/08/medications-requiring-renal-dosage-adjustments

Share this:

About Hafshah

Hafshah Nurul Afifah, S.Farm., Apt. meraih gelar sarjana dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran pada tahun 2012. Gelar apoteker diperoleh dari Program Studi Profesi Apoteker Universitas Padjadjaran pada tahun 2016. Tahun 2012 hingga 2013 bekerja full-time sebagai editor buku farmasi di CV. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Saat ini masih aktif sebagai editor dan penerjemah lepas serta bekerja sebagai staff Quality Assurance di sebuah industri farmasi swasta di Bandung.

Check Also

ibuprofen

Kesulitan dalam Pemberian Paracetamol dan Ibuprofen Tanpa Resep kepada Anak-anak Dapat Mengakibatkan Kesalahan Dosis

Majalah Farmasetika – Hasil studi menunjukkan bahwa lebih dari 40% pengasuh melakukan kesalahan dosis saat …

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.