farmasetika.com – Food and Drug Administration (FDA) telah mengeluarkan peringatan (4/10) kepada pasien yang sedang mengkonsumsi obat hepatitis C tertentu yang mungkin berada pada risiko reaktivasi hepatitis B, untuk mereka yang sebelumnya telah terinfeksi virus hepatitis B.
Obat hepatitis C tertentu adalah yang termasuk golongan Direct-Acting Antivirals (DAA) diantaranya :
Brand name | Active ingredient(s) | Drug Manufacturer |
---|---|---|
Daklinza | daclatasvir | Bristol-Myers Squibb |
Epclusa | sofosbuvir and velpatasvir | Gilead Sciences |
Harvoni | ledipasvir and sofosbuvir | Gilead Sciences |
Olysio | simeprevir | Janssen |
Sovaldi | sofosbuvir | Gilead Sciences |
Technivie | ombitasvir and paritaprevir and ritonavir | Abbvie |
Viekira Pak | dasabuvir and ombitasvir and paritaprevir and ritonavir | Abbvie |
Viekira Pak XR | dasabuvir and ombitasvir and paritaprevir and ritonavir | Abbvie |
Zepatier | elbasvir and grazoprevir | Merck Sharp Dohme |
Khususnya di Indonesia, sofosbuvir telah tersedia dengan merk dagang Sovaldi dari Soho, dan Myhep dari Kimia Farma.
FDA telah memerintahkan untuk menyertakan peringatan ‘black-box’ pada label setiap obatnya. Dalam beberapa kasus, reaktivasi virus hepatitis B pada pasien yang diobati dengan obat-obatan diatas bisa mengakibatkan masalah hati serius atau kematian.
“Kami mengidentifikasi 24 kasus reaktivasi hepatitis B yang dilaporkan FDA dan dari literatur yang diterbitkan pada hepatitis B / hepatitis C pasien koinfeksi dengan terapi obat DAA selama 31 bulan dari 22 November 2013 sampai dengan 18 Juli 2016,” FDA mengatakan dalam sebuah pernyataan.
“Jumlah ini hanya mencakup kasus yang diserahkan ke FDA, sehingga ada kasus tambahan kemungkinan tentang apa yang kita tidak menyadari. Dari kasus yang dilaporkan, dua pasien meninggal dan satu diperlukan transplantasi hati,” tambahnya.
FDA telah merekomendasikan kepada perawatan kesehatan profesional untuk mendeteksi semua pasien dengan bukti infeksi hepatitis B saat ini atau sebelum memulai pengobatan dengan DAA untuk mengobati hepatitis C, dan kemudian memantau pasien dengan menggunakan tes darah untuk potensi perkembangan hepatitis B.
Hingga rilis ini diturunkan, belum ada tanggapan serius dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia .
Sumber : http://www.fda.gov/Drugs/DrugSafety/ucm522932.htm