Majalah Farmasetika – Kantor Internasional Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (UNPAD) sukses menyelenggarakan webinar dengan topik “Peranan Apoteker dalam Keberhasilan Terapi COVID-19” kemarin (22/07/2020).
Webinar ini terselenggara atas kerjasama dengan Ikatan Apoteker Indonesia, Universiti Sains Malaysia, Kemenkes RI, BPOM, PUI Inovasi Pelayanan Kefarmasian UNPAD, dan Majalah Farmasetika.
Peran apoteker dalam tata kelola obat
Direktur Pelayanan Kefarmasian, Kemenkes RI, Apt. Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si., MM., menjadi salah satu narasumber dengan membawakan tema Intervensi Farmasi untuk Penangan Pasien COVID-19.
“Pihak Pelayanan Kefarmasian Kemenkes RI terus melakukan perbandingan dengan apa yang terjadi pada China, Malaysia, dan negara lainnya untuk megatasi hambatan yang Indonesia hadapi. Dimana hal ini harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia karena Indonesia merupakan negara dengan keberagaman tinggi, sehingga jika Kemenkes mengambil sesuatu kebijakan harus bisa diimplementasikan ke seluruh masyarakat Indonesia.” jelas Dita.
Dita menjelaskan bahwa kebutuhan pada saat COVID 19 menyebar menjadi sangat tinggi baik pada obat, alat kesehatan, APD, desinfektan, reagen. Dalam hal ini, sempat terjadi kekosongan dalam pemenuhan alat-alat medis karena adanya chaos dari masyarakat dan kurangnya pengetahuan, serta bahan baku impor untuk pembuatan alat tersebut terhambat karena lockdown.
“Bisa dilihat dari masalah yang terjadi bahwa peran farmasi dalam penanggulangan COVID ini sangat besar karena merupakan sebuah dorongan dalam sektor farmasi untuk berkembang secara cepat dan inovatif.” paparnya.
Menurutnya, peranan sebagai farmasis tentunya adalah harus memenuhi dalam obat-obatan, namun karena obat yang dibutuhkan harus dikaji, maka pelayanan farmasi posisinya jauh lebih memungkinkan.
“Peran apoteker dalam penanggulangan COVID ini merupakan tatakelola obat yaitu dimulai dari pemilihan, perencanaan, pembiayaan, pengadaan, distribusi, penggunaan, monitoring, dan evaluasi.” jelas Dita.
Obat untuk COVID-19 di Indonesia
Dalam pemilihan obat untuk COVID 19 ini, Indonesia menerapkan protokol yang disusun oleh organisasi profesi (PDPI, PAPDI, PERDATIN, IDAI) yang mengacu pada formularium nasional dan standar pelayanan kefarmasian.
Pada saat ini, obat yang digunakan dalam menangani COVID 19 ini adalah oseltamivir, namun jika persediaannya habis, digunakan favipiravir. Kemudian ditambah dengan obat yang bersifat comorbid, tergantung oleh penyakit bawaan yang diidap oleh pasien.
“Sebetulnya, obat-obat ini belum bisa dikatakan sebagai terapi COVID 19 karena masih dalam proses penelitian, namun karena adanya urgensi yang ada, sudah ada yang menggunakan obat-obat ini. Dan juga pemerintah memfasilitasi penggunaan obat-obat ini meskipun belum mempunyai izin edar. Dalam pendistribusian obat ke seluruh Indonesia juga kemenkes melakukan kerjasama dengan kementerian perhubungan sehingga meskipun adanya PSBB distribusi obat tidak terhambat.” lanjut Dita.
Langkah Kemenkes di masa pandemi COVID-19
Kemenkes RI tidak tinggal diam dalam menangani COVID-19. Beberapa langkah-langkah telah dan terus dilakukan, yaitu: Konsolidasi rencana kebutuhan & pendanaan, Revitalisasi Dukungan Instalasi Farmasi di Provinsi dan Kab/Kota, Konsolidasi Lintas Kementerian/Lembaga, industri farmasi, & kerjasama internasional, Implementasi sistem informasi logistik Covid-19. Indonesia juga berpartisipasi dalam Solidarity CT for Covid-19 Treatments yang merupakan Merupakan uji klinik multisenter yang melibatkan 23 RS (data hingga 19 Mei 2020, uji klinik telah mulai berjalan di 13 RS dengan 115 pasien). Dalam melayani masyarakat, diterapkan Telemedicine dengan berdasar surat edaran NOMOR HK.02.01/MENKES/303/2020 yaitu Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
“Edukasi kepada masyarakat harus tetap diberikan dalam bentuk infografis dan hal-hal yang bisa dikomunikasikan lewat internet. Pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling dan pelayanan farmasi klinis lain dilakukan secara daring. Jika tidak memungkinkan pelayanan secara daring, pelayanan secara manual dilaksanakan dengan memperhatikan kewaspadaan standar seperti kebersihan tangan dan penggunaan APD, menggunakan pembatas mika/kaca antara petugas dengan pasien serta menerapkan physical distancing dengan mengatur jarak aman antar pasien di ruang tunggu, mengurangi jumlah dan waktu antrian.” tutup Dita kepada peserta webinar yang mencapai 1000 lebih online.